Siapa yang seharusnya belajar tentang
komunikasi dalam birokrasi? Apakah hanya para pegawai yang sedang ditugaskan
dalam bidang kehumasan? Jawabannya tentu tidak. Seluruh pegawai membutuhkan
keterampilan berkomunikasi yang baik, terlebih saat ini ruang lingkup
komunikasi tidak hanya sebatas komunikasi lisan, namun juga komunikasi tertulis
baik konvensional maupun digital. Keterampilan berkomunikasi non lisan semakin
dibutuhkan saat pandemi seperti saat ini ketika interaksi fisik dibatasi dan
media berkomunikasi jarak jauh berkembang sangat pesat.
Komunikasi
merupakan jembatan penting dalam menyampaikan kebijakan publik. Melalui
komunikasi, pemerintah dapat menyampaikan proses dan hasil kinerjanya sehingga
dapat diketahui dengan baik oleh masyarakat sehingga pemerintah mampu
mendapatkan kepercayaan masyarakat. Adanya kepercayaan masyarakat, akan
memudahkan pemerintah tak hanya membuat sebuah kebijakan publik dapat dipahami,
tapi juga didukung dan masyarakat dapat berpartisipasi aktif menyukseskan
kebijakan tersebut.
Diperlukan
gaya komunikasi yang tepat dalam berkomunikasi dengan pengguna jasa. Secara
teori, terdapat 3 (tiga) gaya komunikasi secara umum, yaitu pasif, agresif, dan
asertif.
1.
Gaya
Komunikasi Pasif
Orang dengan gaya komunikasi pasif
cenderung menghindari mengekspresikan pendapat atau perasaan.
2. Gaya Komunikasi Agresif
Kebalikan dari gaya komunikasi pasif,
gaya komunikasi agresif cenderung sangat ekspresif, menganggap komunikasi
sebagai kompetisi sehingga berfokus pada menang dan kalah, cenderung
mendominasi dan cenderung kurang mendengarkan mitra komunikasi.
3. Gaya Komunikasi Asertif
Gaya komunikasi asertif dalam prosesnya berkomunikasi,
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan hak tanpa mencederai hak dan kebutuhan
orang lain, mau mendengarkan dengan netral, dapat menerima penolakan, tidak
menyembunyikan informasi, dan memiliki tujuan win-win solution.
Sejatinya tidak ada yang salah dan
benar secara mutlak pada setiap gaya komunikasi. Setiap gaya komunikasi
memiliki tempat, waktu, dan konteks masing-masing. Ada situasi-situasi tertentu
di mana seorang komunikator harus bersikap asertif, pasif, atau agresif. Dalam
melayani pengguna jasa, seorang pegawai harus dapat membaca situasi dan kondisi
pelayanan. Pegawai perlu berlatih untuk mendengarkan secara aktif, menggali
informasi, dan menyimpulkan dengan tepat apa yang dibutuhkan oleh pengguna
jasa. Pengguna jasa membutuhkan solusi pelayanan, mendapatkan informasi/jawaban yang dapat memenuhi kepuasan pengguna jasa.
Respon tersebut menjadi penting terlebih saat ini masyarakat umum memiliki
platform yang dapat diakses publik apabila muncul ketidakpuasan atas pelayanan
yang diberikan sebuah institusi.
Perkembangan
kebutuhan komunikasi perlu diimbangi dengan pembelajaran berkelanjutan, tidak
hanya dari medium resmi, namun juga berbagai platform pembelajaran yang semakin
beragam dan mudah diakses. Keterampilan komunikasi tak hanya penting dalam
melaksanakan tugas dan fungsi, tapi juga kehidupan sehari-hari. Pengembangan
ketrampilan komunikasi pegawai Kementerian Keuangan juga menjadi prioritas
organisasi dengan adanya berbagai pelatihan pada Kementerian Keuangan Learning
Center (KLC) sebagai pusat pembelajaran yang dimiliki Kemenkeu. Para pegawai
dapat mengikuti berbagai pelatihan baik yang berformat Pelatihan Jarak Jauh
(PJJ) atau e-Learning dengan berbagai tema terkait komunikasi baik komunikasi
melalui website/media sosial, strategi komunikasi, dan communication skill.
Karena sebagaimana diamanahkan oleh Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan
Aparatur Sipil Negara (ASN), seorang ASN perlu berusaha secara mandiri untuk
mempelajari keterampilan dari berbagai media pembelajaran. (teks : Neni Puji Artanti/Ilustrasi berasal dari ilustrasi pelatihan komunikasi pada klc2.kemenkeu.go.id)