Baru-baru ini, sedang ramai pemberitaan terkait hangusnya gedung utama Kejaksaan Agung di Jakarta. Berdasarkan hasil Penilaian Kembali oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), bangunan gedung tersebut bernilai sekitar Rp161 miliar. Apabila melihat dari kerusakan pasca kebakaran, butuh biaya besar untuk dapat memulihkan bangunan gedung tersebut agar dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Pasalnya, di masa pandemi seperti ini, dimana kebijakan anggaran yang diterapkan adalah berfokus pada penanganan Covid-19, tentunya perbaikan/pembangunan gedung akan menambah beban bagi APBN kita. Lantas, bagaimana langkah konkret untuk memberikan proteksi bagi bangunan gedung pemerintah dalam hal ini Barang Milik Negara (BMN)?
DJKN sebagai Pengelola Barang, telah mengatur terkait pengasuransian BMN
dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 97/PMK.06/2019 tentang Pengasuransian
Barang Milik Negara. Tujuan dasar peraturan ini dibuat adalah untuk pengamanan,
kepastian keberlangsungan pemberian pelayanan umum, dan/atau kelancaran tugas
dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dengan mempertimbangkan kemampuan
keuangan Negara. Tentunya, tidak semua BMN dapat diasuransikan. BMN yang
dapat diasuransikan berupa gedung dan bangunan yang mempunyai dampak terhadap
pelayanan umum apabila rusak atau hilang dan/atau menunjang kelancaran tugas
dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan seperti bangunan gedung kantor,
bangunan pendidikan, dan bangunan kesehatan.
Sumber foto: marketeers.com
Pentingnya Pengasuransian BMN
Berkaca pada
kasus terbakarnya gedung utama Kejaksaan Agung, kerugian yang didapat tidak
hanya yang bersifat materil. Namun, kerugian nonmateril seperti fungsi layanan
publik, menjadi terhambat. Proses perbaikan bangunan gedung Kejaksaan Agung
akibat bencana tentunya tidak dianggarkan tahun ini sehingga apabila mengikuti
alur penyusunan anggaran secara normal, Kejaksaan Agung baru dapat mengusulkan
anggaran untuk perbaikan pada APBN tahun 2021.
Disinilah
pentingnya asuransi BMN sebagai mitigasi risiko terhadap kejadian-kejadian yang
tidak diinginkan. Dalam skema pengasuransian BMN, Kementerian/Lembaga sebagai
Pengguna Barang melakukan Konsorsium Asuransi BMN dengan pihak jasa asuransi
BMN yang telah ditentukan. Besaran Premi asuransi BMN akan dibayarkan sesuai
Polis yang telah disepakati.
Setelah
perjanjian penyelenggaraan asuransi BMN ditetapkan dan risiko yang tidak
diinginkan terjadi, Satuan Kerja melaporkan kepada Pengguna Barang untuk
mengajukan permohonan klaim kepada Konsorsium Asuransi BMN sebesar Nilai
Pertanggungan yang telah diperjanjikan di dalam Polis. Klaim ini nantinya akan
disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Dalam kasus Kejaksaan Agung, apabila gedung utama tersebut telah diasuransikan,
tentunya anggaran untuk perbaikan dapat diklaim dari Polis yang ditetapkan.
Dengan
pengasuransian BMN ini, kita tidak pernah berharap hal-hal buruk terjadi.
Namun, pengasuransian BMN merupakan upaya preventif Pemerintah untuk dapat
menyediakan pelayanan publik sebaik-baiknya dalam kondisi apapun.
Ditulis oleh:
Pranidhana Putra Kusdaryanto