Jual beli tanah merupakan hal yang sering
dilakukan oleh masyarakat, namun tidak dapat dipungkiri bahwa proses jual beli
tanah yang dilakukan belum semuanya memenuhi asas tunai dan terang. Bahkan beberapa
kali Penulis temukan dalam suatu perkara perdata dengan objek sengketa berupa
tanah dimana Penggugat mendalilkan sebagai pemilik atas suatu tanah namun
sertifikat tanah tersebut bukan atas nama Penggugat dan Penggugat hanya
mempunyai bukti berupa kuitansi pembelian atas tanah tersebut. Hal tersebut dapat
terjadi karena dalam transaksi jual beli tanah, Penggugat sebagai pihak pembeli
setelah melakukan pembayaran sejumlah uang kepada penjual, hanya mendapatkan kuitansi
sebagai bukti pembayaran. Setelah dilakukan pembayaran dan mendapatkan
kuitansi, transaksi jual beli tanah tersebut tidak dituangkan dalam akta jual
beli dan juga tidak melanjutkannya dengan melakukan pendaftaran tanah di kantor
pertanahan. Transaksi jual beli tanah semacam itu berpeluang besar akan
menimbulkan permasalahan hukum.
Berdasarkan Pasal 5 Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria pada intinya
menyatakan bahwa hukum tanah nasional adalah hukum adat, oleh karena itu
pelaksanaan jual beli tanah nasional juga menganut sistem jual beli tanah
sesuai hukum adat. Pengertian jual beli tanah menurut hukum adat adalah
pemindahan hak yang memenuhi:
1. Asas Tunai
Asas tunai adalah penyerahan hak dan pembayaran
harga tanah dilakukan pada saat yang sama. Selain itu, Asas ini mempunyai arti
pembayaran dilaksanakan sampai lunas sesuai dengan kesepakatan harga yang
dituangkan dalam akta jual beli. Tunai bukan berarti pembayaran dan pelunasan
harga tanah harus dilakukan seketika namun mempunyai arti melakukan pembayaran
sesuai harga yang telah disepakati. Jadi asas tunai tetap terpenuhi meskipun
suatu pembayaran dilakukan dengan metode angsuran.
2.
Asas Terang
Asas terang mempunyai arti bahwa jual beli tanah
dilakukan secara terbuka dan tidak ditutupi. asas terang ini terpenuhi ketika
jual beli tanah dilakukan dihadapan dihadapan PPAT karena Sejak berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo.Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak
Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah
(selanjutnya disebut PP tentang Pendaftaran Tanah), jual beli tanah harus dilakukan
dihadapan PPAT. Hal tersebut mempunyai fungsi sebagai:
Asas tunai dan terang sebagaimana telah
dijelaskan di atas terwujud dalam akta jual beli tanah yang ditandatangani para
pihak dan dilakukan di hadapan PPAT, sekaligus menjadi bukti bahwa telah terjadi
proses pemindahan hak atas tanah dari penjual kepada pembelinya disertai
pembayaran sesuai harga tanah yang telah disepakati.
Perlu Penulis sampaikan bahwa Jual beli tanah
pada dasarnya tetap sah meskipun tidak dituangkan dalam akta jual beli dan tidak
di hadapan PPAT, hal tersebut dikarenakan jual beli tanah sama saja dengan
perjanjian jual beli pada umumnya dimana suatu perjanjian harus memenuhi syarat
sah perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan para
pihak, mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, adanya objek yang
disepakati, dan perjanjian tersebut tidak melanggar ketentuan hukum. Namun, dampak
yang diterima oleh pihak pembeli jika dalam melakukan jual beli tanah tanpa
akta jual beli di hadapan PPAT adalah pembeli tanah akan mengalami kesulitan
dalam proses pendaftaran hak atas tanah yang telah dibelinya karena menurut PP tentang
Pendaftaran Tanah peralihan hak atas tanah hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta PPAT.
Selain kesulitan dalam melakukan pendaftaran hak
atas tanah, terdapat dampak yang lebih besar lagi, yakni jika suatu saat
terjadi permasalahan hukum terkait dengan tanah yang menjadi objek jual beli.
Pembeli tanah akan mengalami kesulitan untuk melakukan pembuktian karena suatu
perjanjian dibawah tangan kedudukannya lebih rendah daripada akta jual beli
yang dibuat oleh PPAT. Perlu diketahui bahwa akta jual beli yang dilakukan di
hadapan PPAT adalah akta otentik yang mana mempunyai kekuatan hukum yang sempurna
tentang hal yang termuat di dalamnya sehingga mempunyai nilai pembuktian yang
mutlak.
Daftar Pustaka:
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata;
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok
Agraria;
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
https://www.hukum-hukum.com/2015/08/asas-terang-dan-tunai-dalam-hukum.html
Damayanti, D.A.A, dkk. 2020. “Perjanjian Jual Beli Tanah Yang
Tidak Dilakukan di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)” dalam Lex
Privatum Vol. VIII/No. 2/Apr – Jun/2020.