Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Lhokseumawe > Berita
Menilik Pro Kontra Perbankan Syariah di Lingkungan Aceh
Feliza Tania
Jum'at, 05 Agustus 2022   |   5299 kali

Lhokseumawe - Perbankan syariah di lingkungan Aceh sampai kini masih menjadi pro dan kontra di khalayak ramai. Sejak Qanun Nomor 11 Tahun 2018 mulai diberlakukan, bank-bank konvensional yang berada di lingkungan Aceh diwajibkan untuk hengkang kaki. Bank syariah menjadi satu-satu pilihan di dalam sistem perbankan bagi masyarakat Aceh. Tentu saja, banyak sekali kendala yang dialami pada awal masa transisi. Belum lagi dengan adanya merger 3 bank besar yakni BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI). Beberapa kendala bahkan masih dirasa oleh masyarakat. Tetapi, dibalik itu juga terdapat kelebihan-kelebihan dari penerapan Qanun ini. Forum Sanger pada Kamis, 5 Agustus 2022, membahas terkait topik yang masih “hangat” diperbincangkan ini. Dibawakan oleh Pejabat Fungsional Pelelang Ahli Muda KPKNL Lhokseumawe, Angga  Rahmazoni.

 

Acara dibuka oleh MC. Tanpa memperpanjang waktu, pria yang akrab disapa Angga ini, memulai materi. Ia memperkenalkan sejarah perbankan syariah dunia, bank-bank syariah terbesar di dunia, kemudian Angga juga memaparkan terkait mergernya 3 bank syariah BUMN, yaitu BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah. Hasil dari mergernya 3 bank ini adalah memunculkan 1 bank syariah yakni Bank Syariah Indonesia (BSI), masuk ke dalam 10 besar bank raksasa di Indonesia, menjamin tidak adanya PHK, serta memiliki 14, 9 juta nasabah.

 

Lebih lanjut, Angga memaparkan dengan singkat yang menjadi inti dari materi yakni Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Qanun ini sendiri berlaku sejak 4 Januari 2019, dimana Lembaga keuangan di Aceh wajib menyesuaikan dengan Qanun ini paling lama 3 tahun sejak diundangkan. Ia juga menjelaskan untuk siapa saja Qanun ini berlaku, yang pastinya untuk masyarakat/pendatang/Lembaga yang ada di Aceh. Dikarenakan hal itu, DJKN sendiri terkena imbas dari Qanun yang sedang diterapkan di lingkungan Aceh ini. Lelang Eksekusi Hak Tanggungan pada saat itu mengalami vakum cukup lama, yang juga disebabkan oleh pandemi COVID-19. Dalam pandangan yg lebih menyeluruh, Angga juga memaparkan pro dan kontra dari pelaksanaan Qanun ini. Beberapa pendapat positif seperti Qanun mendukung dengan baik prinsip islami yang mengharamkan riba dan beberapa dari bank telah memiliki unit usaha syariah (UUS) yang menunjukkan bahwa bank di Aceh telah siap melakukan konversi ke syariah. Tetapi, pendapat berlawanan juga muncul dari publik seperti penutupan rekening bank konvensional yang tidak berpayung hukum, kemudian sulitnya untuk melakukan akses ke bank konvensional dikarenakan bank tersebut hengkang dari Aceh, sistem yang dirasa belum mampu menyaingi bank konvensional, sulitnya pembiayaan, serta prosedur yang dirasa lebih rumit. Sehingga waktu 3 tahun yang disebutkan dalam Qanun dirasa sangat singkat apabila dibandingkan dengan banyaknya persiapan untuk mematangkan gagasan bank syariah di lingkungan Aceh ini.

 

Sesi selanjutnya adalah diskusi bersama. Kepala Kanwil DJKN Aceh, Syukriah HG, memulai diskusi dengan kesiapan BSI dalam hal pembiayaan dan sistem sampai saat ini sudah sangat jauh berkembang. Hal tersebut kembali ditimpali oleh Angga, ia menjelaskan bahwa BSI sudah memfasilitasi beberapa hal lebih baik daripada bank konvensional, seperti misalnya saja dalam hal cicilan kredit dengan bunga 0 persen, kemudian KUR BSI yang dapat memberikan pembiayaan dalam jumlah besar. Diskusi ini dilanjutkan oleh Kepala Seksi Hukum dan Informasi, Wely Putri Melati. Wely mengungkapkan masih terdapatnya kekurangan BSI dari sisi pembayaran selain rupiah dalam Rekening Penampungan KPKNL, misalnya saja dollar. Syukriah menimpali, bahwa hal ini wajib dibicarakan lebih lanjut kepada BSI dikarenakan berkaitan dengan proses bisnis KPKNL.

 

Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tidak dipungkiri menuai pro dan kontra di masyarakat. Bukan hanya di masyarakat Aceh saja, bahkan topik ini sudah menjadi perbincangan masyarakat diluar Aceh. Hengkangnya bank konvensional dan munculnya satu bank syariah besar yakni Bank Syariah Indonesia pastilah memiliki kelebihan dan kekurangan. Kita, sebagai pengguna jasa, terus berharap agar lembaga keuangan di Aceh dapat terus berkembang guna mensukseskan proses bisnis yang ada.

 

Narasi/Foto : Feliza/Mateus.

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini