Pandemi Covid-19
memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia, mulai dari perubahan rantai
pasok dunia hingga penurunan investasi asing ke Indonesia. Penurunan tersebut
dapat dilihat melalui
perlambatan pertumbuhan ekonomi
yang turun dari 5,02 Persen di
tahun 2019 menjadi 2,97 Persen pada tahun 2020. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut juga diikuti dengan
peningkatan jumlah pengangguran, yang menurut data Bank Dunia, meningkat
dari 5,28 Persen pada tahun 2019 menjadi 7,07 Persen pada tahun 2020.
Cepatnya
penyebaran virus Covid-19 di tengah masyarakat dunia ternyata telah mengubah tatanan hidup dan hubungan antar manusia.
Masyarakat diminta untuk selalu menggunakan masker, menjaga
jarak dan menghindari kerumunan. Hal tersebut
secara langsung membatasi aktivitas-aktivitas ekonomi di
tengah masyarakat, misalnya terganggunya proses produksi barang, distribusi produk, hingga proses pemasaran
barang dan jasa di seluruh dunia.
Seluruh
dunia terhubung dalam rantai pasok global yang merupakan jejaring kompleks
antar pelaku pasar di seluruh dunia
dalam melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi. Tidak berhenti pada terganggunya kegiatan
produksi dalam skala kecil, pandemi
Covid-19 ternyata memegang
andil besar pada terganggunya rantai
pasok global tersebut,
misalnya penutupan pabrik-pabrik dan gangguan jalur
distribusi barang akibat lockdown dan
pembatasan wilayah di sejumlah
wilayah dunia, termasuk Indonesia. Dengan kata lain, pandemi memperlambat seluruh siklus di dalam rantai pasok dunia.
Indonesia yang juga berpartisipasi di dalam rantai pasok dunia tersebut terkena
dampak yang cukup serius karena sekitar 18,5 Persen dari Gross Domestic Product Indonesia berasal dari sektor ekspor.
Dampak tersebut tercermin
dari data Badan Pusat Statistik, dimana ekspor di Indonesia menurun
sekitar 2,6 Persen pada tahun 2020 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Kondisi
perekonomian dapat tercermin dari kondisi pasar modalnya. Secara makro, kondisi perekonomian sebuah negara berkorelasi
terhadap kondisi pasar modalnya, namun pasar
modal cenderung lebih reaktif terhadap
potensi krisis. Kecenderungan tersebut terjadi karena
pada umumnya pelaku pasar modal memiliki forward looking, yaitu perkiraan masa depan terhadap kinerja
keuangan perusahaan di masa yang akan datang.
Di
Indonesia, pandemi Covid-19 meningkatkan ketidakpastian ekonomi yang sangat
besar. Hal tersebut kemudian menjadi
salah satu penyebab
utama turunnya kepercayaan diri investor yang berdampak pada turunnya volume
investasi yang dilakukan.
Ketidakpastian yang terjadi akibat
pandemic Covid-19 tersebut
terjadi dalam beragam
aspek, mulai dari pemotongan pendapatan hingga pemutusan
hubungan kerja, sehingga
masyarakat pada umumnya
merespon isu tersebut
dengan menjadi selektif
dalam penggunaan uang. Hal tersebut kemudian
menyebabkan penurunan permintaan barang dan jasa ,yang sekaligus berdampak
negatif terhadap profit perusahaan barang dan jasa.
Ketidakpastian dan menurunnya permintaan barang dan jasa kemudian mempengaruhi keuntungan sebagian besar perusahaan-perusahaan yang ada di
Bursa Efek Indonesia, akibatnya
penurunan harga saham menjadi hal yang tidak dapat dihindari.
Penurunan signifikan tersebut dapat dilihat dengan membandingkan nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sebelum dan saat pandemi terjadi. Penurunan drastis mulai terjadi pada akhir bulan 2 tahun 2022 dimana virus covid-19 saat itu sudah menyebar dan menciptakan rasa takut di seluruh dunia. IHSG yang saat itu bernilai 5.863 kemudian mencapai titik terendahnya pada 5.288 di minggu yang sama.
Gambar: Grafik candle-stick Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tradingview.com
Penurunan
terus berlanjut pasca diumumkannya pasien
Covid-19 pertama di Indonesia dimana IHSG terus mengalami
penurunan drastis hingga mencapai level
terendahnya di 3911 pada
23 maret 2020. Dalam waktu dua bulan sejak minggu keempat bulan Januari 2020, IHSG telah mengalami
penurunan yang mencapai
38 Persen.
Penurunan
curam tersebut terjadi pada hampir semua indeks, baik di dalam maupun luar negeri. Contohnya indeks saham luar negeri yang juga terdampak
pandemic Covid-19 adalah Dow Jones Industrial Average yang mengalami penurunan sekitar 38 Persen, Financial Times Stock Exchange (FTSE) 100 dengan
penurunan sekitar 33,8 Persen, Nikkei 225 sekitar
30 Persen, Hang Seng sekitar 27,6 Persen, dan Shanghai Stock Exchange dengan penurunan yang
relatif defensive dengan penurunan sekitar 15,3
Persen.
Meskipun
penurunan signifikan tersebut terjadi dalam beberapa bulan, tren harga IHSG kembali mengalami pembalikan arah (revershal) yang dimulai pada tanggal 26 Maret 2020. Tren yang terjadi setelah pembalikan arah tersebut terus
berlangsung hingga mencapai all time high-nya pada 12 September 2022 dengan mencapai
level 7.377.
Pembalikan
arah tersebut dapat terjadi karena para pelaku pasar modal memiliki motif dan time frame yang beragam
dalam aktivitasnya di bursa efek Indonesia. Sebagian
pelaku pasar modal mengambil posisi sebagai investor,
sedangkan sebagian pelaku pasar modal lainnya
lebih memilih untuk membeli saham dan menjualnya Kembali dalam kurun
waktu yang relatif lebih singkat
dibandingkan para investor.
Secara umum, pergerakan harga saham merupakan reaksi dari tekanan
jual dan tekanan
beli yang terjadi di bursa,
semakin banyak pelaku pasar modal yang membeli saham maka semakin tinggi pula harga saham tersebut.
Demikian sebaliknya, apabila tekanan jual lebih besar dibandingkan
tekanan beli, maka harga akan turun.
Dalam
studi kasus penurunan harga di IHSG di atas, ketika Covid-19 pertama kali
muncul di dunia dan teridentifikasi
menyebar di Indonesia, kekhawatiran dan kepanikan pelaku pasar membuat tekanan jual menjadi sangat besar
dan dominan dibandingkan dengan tekanan belinya.
Di
sisi lain, ketika para pelaku pasar modal melihat adanya potensi kenaikan harga
setelah terdepresiasi 38 Persen,
tekanan beli menjadi dominan dibandingkan dengan tekanan jualnya, sehingga tren menurun berbalik arah
menjadi tren naik. Tren naik yang terbentuk tersebut kemudian didukung dengan andil pemerintah dalam memberikan
banyak stimulus untuk mendukung
perekonomian, dan pemulihan ekonomi global yang membuat investor lebih optimistik dengan prospek perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Penulis: Mateus Putra
Dinata / Pelaksana pada Seksi Piutang Negara
KPKNL Lhokseumawe
Tulisan ini adalah pendapat
pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja