Hal yang sering disalah artikan di masyarakat adalah
menyatakan bahwa gender sama dengan jenis kelamin, atau mengartikan gender
pasti selalu terkait dengan perempuan. Gender bukan didasarkan pada perbedaan
biologis. Definisi gender berbeda dengan jenis kelamin, karena gender adalah
konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan
perempuan yang dibentuk atau dikonstruksikan (rekayasa) sosial dan budaya, dan
dapat berubah dari waktu ke waktu. Beragam stereotype
terhadap perempuan dan laki-laki yang berkembang di masyarakat seperti
laki-laki dikenal lebih rasional, kuat, agresif dan tegas sedangkan wanita
bersifat emosional, ragu-ragu, pasif, lemah.
Masyarakat kita, hidup di dalam sebuah kultur
yang disebut dengan patriarki. Patriarki menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) didefinisikan sebagai perilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan
dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Menurut Bressler (2007),
patriarki merupakan sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dan mendominasi peran dalam kepemimpinan politik, otoritas
moral, hak sosial, dan penguasaan properti. Dalam sejarahnya, nilai patriarki
terwujud dalam sistem sosial, hukum, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Dengan
kata lain, patriarki ini merupakan sistem yang menyeluruh dari praktik-praktik yang
mengekalkan terciptanya ketimpangan atau ketidakadilan antara pengalaman-pengalaman,
tanggung jawab, status, dan kesempatan yang dimiliki oleh laki-laki dan
perempuan. Patriarki diyakini sebagai “hukum ayah” yang menentukan dan
mengendalikan seluruh kebutuhan dasar (basic
resources), seperti makan, pakaian, tanah, kekayaan, tempat bernaung,
pengobatan, transportasi, pendidikan, uang, dan pekerjaan (ranah privat). Dalam
sistem sosial (juga keagamaan) patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau
ideologi bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan
kedudukan perempuan. Salah satu dampak dari masyarakat yang berbudaya patriarki
ini adalah adanya ketidakadilan gender yang berwujud hadirnya kekerasan atas
dasar perbedaan jenis kelamin atau kekerasan berbasis gender. Penerima dampak
seriusnya antara lain adalah perempuan dan anak-anak.
Di dalam Islam, makna kesetaraan laki-laki dan perempuan
ditegaskan dalam Q.S. An-Nahl Ayat 97 “Barangsiapa
mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri
balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Dalam ayat tersebut Allah SWT secara eksplisit menunjuk kedudukan pada laki
dan perempuan adalah sama untuk menegakkan nilai-nilai keimanan terhadap Islam.
Isu gender merupakan permasalahan yang diakibatkan karena
adanya kesenjangan atau ketimpangan gender yang berimplikasi adanya
diskriminasi terhadap salah satu pihak (perempuan dan laki-laki). Dengan adanya
diskriminasi terhadap perempuan atau laki-laki dalam hal akses dan kontrol atas
sumber daya, kesempatan, status, hak, peran dan penghargaan, akan tercipta
kondisi yang tidak adil gender.
Isu gender juga merupakan salah satu isu utama dalam
pembangunan, khususnya pembangunan sumber daya manusia. Walaupun sudah banyak
upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan
penguatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG), namun data
menunjukkan masih adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal akses,
partisipasi, kontrol, dan manfaat, serta penguasaan terhadap sumber daya,
seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang
strategis lainnya. Adanya ketertinggalan salah satu kelompok masyarakat dalam
pembangunan, khususnya perempuan disebabkan oleh berbagai permasalahan di
masyarakat yang saling berkaitan satu sama lainnya. Permasalahan paling
mendasar dalam upaya peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak adalah
pendekatan pembangunan yang belum mengakomodir tentang pentingnya kesetaraan
antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki dalam
mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan.
Maka, PUG diperlukan sebagai alat yang menciptakan suatu
strategi agar dapat mewujudkan pembangunan yang adil, efektif, dan akuntabel
oleh seluruh penduduk, baik perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak
laki-laki. PUG ditujukan agar semua program pembangunan dapat dilaksanakan
dengan mempertimbangkan kesempatan dan akses perempuan terhadap program
pembangunan, dengan adanya kendali dan manfaat bagi perempuan.
PUG adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan
sistematis untuk mencapai kesetaraan dan
keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program
yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan
dan laki-laki untuk memberdayakan perempuan dan laki-laki mulai dari tahap
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari seluruh
kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan pembangunan nasional
dan daerah. Indonesia telah memiliki komitmen kuat dalam mengupayakan
terwujudnya kesetaraan dan pengarusutamaan gender. Hal ini dibuktikan dengan
adanya komitmen pemenuhan hak-hak dasar perempuan antara lain dalam UUD 1945,
Inpres No. 9 Tahun 2000, dan Peraturan Presiden tentang RPJMN 2020-2024.
Dalam rangka mendorong, mengefektifkan serta
mengoptimalkan upaya PUG secara terpadu dan terkoordinasi, di dalam Instruksi
Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional yang mengamanatkan bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan,
peran dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses
pembangunan nasional. PUG menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan
fungsional utama semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan
daerah.
Upaya mencapai kehidupan yang lebih baik dilakukan secara
terus menerus oleh Pemerintah dengan pembangunan kualitas hidup masyarakat
tanpa membedakan jenis kelamin tertentu. Keberhasilan pembangunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat tergantung pada peran
serta seluruh penduduk, baik laki-laki maupun perempuan sebagai pelaku, dan
sekaligus sebagai penerima manfaat hasil pembangunan.
Di Kementerian Keuangan, Pengarus Utamaan Gender menjadi suatu perhatian khusus. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kebijakan Kementerian Keuangan yang Responsif Gender, antara lain:
Tujuan PUG Kementerian Keuangan, adalah:
Dengan kerja keras yang dilakukan oleh seluruh jajaran Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan berhasil memperoleh beberapa penghargaan dalam mengimplementasikan PUG, antara lain:
Kebijakan PUG perlu terus didorong. Beberapa inovasi maupun penyediaan sarana dan prasarana responsif gender antara lain adalah: penyediaan ruang Laktasi, parkir prioritas, daycare, Toilet terpisah antara laki-laki dan perempuan, tempat wudhu terpisah untuk laki-laki dan perempuan, jalur dan lift ramah disabilitas, ruang ramah anak dan lainnya. Sudah hampir seluruh unit kerja di jajaran Kementerian Keuangan menyediakan sarana dan prasaraa responsif gender tersebut.
Sumber:
Lihat dalam
tulisan Swararahima, 11 Desember
2018, sebagaimana diunduh dari situs https://swararahima.com/2018/12/11/mentransformasikan-nilai-nilai-adil-dan-setara-gender/
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1667/kesetaraan-gender-perlu-sinergi-antar-kementerian-lembaga-pemerintah-daerah-dan-masyarakat
Lihat dalam tulisan Hetifah Sjaifudian, Wakil Ketua Komisi X DPR
RI Dewan Pakar DPP Kaukus Perempuan Politik Indonesia, 13 Mei 2020, sebagaimana
diunduh dari situs https://mediaindonesia.com/opini/312499/menaklukkan-patriarki-lewat-pendidikan
Webinar Peran
APIP dalam Implementasi Pengarusutamaan Gender dan Pengawasan Gender Budget Statement tanggal 16 Juni 2021
(Ezzah Nariswari Lupianto)