Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah Jalan Menuju Kesetaraan
Diana Afifah
Kamis, 09 September 2021   |   60135 kali

Hal yang sering disalah artikan di masyarakat adalah menyatakan bahwa gender sama dengan jenis kelamin, atau mengartikan gender pasti selalu terkait dengan perempuan. Gender bukan didasarkan pada perbedaan biologis. Definisi gender berbeda dengan jenis kelamin, karena gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang dibentuk atau dikonstruksikan (rekayasa) sosial dan budaya, dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Beragam stereotype terhadap perempuan dan laki-laki yang berkembang di masyarakat seperti laki-laki dikenal lebih rasional, kuat, agresif dan tegas sedangkan wanita bersifat emosional, ragu-ragu, pasif, lemah.

Masyarakat kita, hidup di dalam sebuah kultur yang disebut dengan patriarki. Patriarki menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai perilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Menurut Bressler (2007), patriarki merupakan sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan mendominasi peran dalam kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial, dan penguasaan properti. Dalam sejarahnya, nilai patriarki terwujud dalam sistem sosial, hukum, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Dengan kata lain, patriarki ini merupakan sistem yang menyeluruh dari praktik-praktik yang mengekalkan terciptanya ketimpangan atau ketidakadilan antara pengalaman-pengalaman, tanggung jawab, status, dan kesempatan yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Patriarki diyakini sebagai “hukum ayah” yang menentukan dan mengendalikan seluruh kebutuhan dasar (basic resources), seperti makan, pakaian, tanah, kekayaan, tempat bernaung, pengobatan, transportasi, pendidikan, uang, dan pekerjaan (ranah privat). Dalam sistem sosial (juga keagamaan) patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan kedudukan perempuan. Salah satu dampak dari masyarakat yang berbudaya patriarki ini adalah adanya ketidakadilan gender yang berwujud hadirnya kekerasan atas dasar perbedaan jenis kelamin atau kekerasan berbasis gender. Penerima dampak seriusnya antara lain adalah perempuan dan anak-anak.

Di dalam Islam, makna kesetaraan laki-laki dan perempuan ditegaskan dalam Q.S. An-Nahl Ayat 97 “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. Dalam ayat tersebut Allah SWT secara eksplisit menunjuk kedudukan pada laki dan perempuan adalah sama untuk menegakkan nilai-nilai keimanan terhadap Islam.

Isu gender merupakan permasalahan yang diakibatkan karena adanya kesenjangan atau ketimpangan gender yang berimplikasi adanya diskriminasi terhadap salah satu pihak (perempuan dan laki-laki). Dengan adanya diskriminasi terhadap perempuan atau laki-laki dalam hal akses dan kontrol atas sumber daya, kesempatan, status, hak, peran dan penghargaan, akan tercipta kondisi yang tidak adil gender.

Isu gender juga merupakan salah satu isu utama dalam pembangunan, khususnya pembangunan sumber daya manusia. Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan penguatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG), namun data menunjukkan masih adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat, serta penguasaan terhadap sumber daya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya. Adanya ketertinggalan salah satu kelompok masyarakat dalam pembangunan, khususnya perempuan disebabkan oleh berbagai permasalahan di masyarakat yang saling berkaitan satu sama lainnya. Permasalahan paling mendasar dalam upaya peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak adalah pendekatan pembangunan yang belum mengakomodir tentang pentingnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki dalam mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan.

Maka, PUG diperlukan sebagai alat yang menciptakan suatu strategi agar dapat mewujudkan pembangunan yang adil, efektif, dan akuntabel oleh seluruh penduduk, baik perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak laki-laki. PUG ditujukan agar semua program pembangunan dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesempatan dan akses perempuan terhadap program pembangunan, dengan adanya kendali dan manfaat bagi perempuan.

PUG adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki untuk memberdayakan perempuan dan laki-laki mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan pembangunan nasional dan daerah. Indonesia telah memiliki komitmen kuat dalam mengupayakan terwujudnya kesetaraan dan pengarusutamaan gender. Hal ini dibuktikan dengan adanya komitmen pemenuhan hak-hak dasar perempuan antara lain dalam UUD 1945, Inpres No. 9 Tahun 2000, dan Peraturan Presiden tentang RPJMN 2020-2024.

Dalam rangka mendorong, mengefektifkan serta mengoptimalkan upaya PUG secara terpadu dan terkoordinasi, di dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional  yang mengamanatkan bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional. PUG menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan fungsional utama semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah.

Upaya mencapai kehidupan yang lebih baik dilakukan secara terus menerus oleh Pemerintah dengan pembangunan kualitas hidup masyarakat tanpa membedakan jenis kelamin tertentu. Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat tergantung pada peran serta seluruh penduduk, baik laki-laki maupun perempuan sebagai pelaku, dan sekaligus sebagai penerima manfaat hasil pembangunan.

Di Kementerian Keuangan, Pengarus Utamaan Gender menjadi suatu perhatian khusus. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kebijakan Kementerian Keuangan yang Responsif Gender, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 Tentang Perubahan ke-4 atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dimana perempuan yang telah menikah dapat memilih untuk memperoleh NPWP atas namanya sendiri.
  2. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yaitu kebijakan penurunan tarif Pajak Penghasilan final bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari 1% menjadi 0,5 dari omzet, untuk meningkatkan kemampuan Ekonomi UMKM.
  3. PMK No. 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang/ Bahan/Mesin yang dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor, merupakan insentif fiskal untuk mendorong daya saing IKM dalam skala internasional.
  4. PMK No. 22/PMK.05/2017 tentang Pembiayaan Ultra Mikro (UMi). Akses permodalan skala kecil di bawah sepuluh juta rupiah ini, banyak dirasakan manfaatnya terutama bagi kalangan perempuan sebagai pelaku usaha rumahan, sehingga dapat menggerakkan roda ekonomi masyarakat.
  5. PMK No. 90/PMK.06/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lelang Melalui Internet yang mempermudah akses dan memperluas partisipasi terutama bagi para peserta lelang perempuan.
  6. PMK No. 61/PMK.07/2019 tentang Pedoman Penggunaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) untuk Mendukung Kegiatan Intervensi Stunting Terintegrasi.
  7. PMK No. 93/PMK.01/2018 tentang Perubahan kedua atas PMK No 214/PMK.01 tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya Dengan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) di Lingkungan Kementerian Keuangan, dimana tidak hanya mengakomodasi kebutuhan cuti pegawai perempuan tetapi juga kebutuhan pegawai laki-laki dalam hal mendampingi istri melahirkan maksimal 10 (sepuluh) hari.
  8. SE-3/MK.1/2018 tentang Penyediaan Sarana Kerja Responsif Gender dan Ramah Anak.
  9. SE-36/MK.01/2020 tentang Pencegahan dan Dukungan Penanganan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja.
  10. SE-22/ MK.1/2020 tentang Sistem Kerja Kemenkeu Pada Masa Transisi dalam Tatanan Normal Baru,

Tujuan PUG Kementerian Keuangan, adalah:

  1. Memastikan seluruh kebijakan, program dan kegiatan Kementerian keuangan telah adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki.
  2. Memastikan adanya keberlanjutan, pelestarian dan pengembangan kualitas penyelenggara PUG di Kementerian Keuangan.
  3. Memastikan bahwa seluruh jajaran Kementerian Keuangan memahami konsep, prinsip dan strategi PUG dalam penyelenggaraan pembangunan yang menjadi tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian Keuangan.

Dengan kerja keras yang dilakukan oleh seluruh jajaran Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan berhasil memperoleh beberapa penghargaan dalam mengimplementasikan PUG, antara lain:

  1. Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Pratama (2009);
  2. Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Madya (2010 & 2011);
  3. Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Utama (2012 & 2013);
  4. Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Mentor (2014, 2016 & 2018);
  5. Anugerah Parahita Ekapraya (APE) merupakan suatu bentuk pengakuan dari pemerintah atas komitmen dan peran pimpinan Kemeterian/Lembaga dalam upaya mewujudkan Keadilan dan Kesetaraan Gender.

Kebijakan PUG perlu terus didorong. Beberapa inovasi maupun penyediaan sarana dan prasarana responsif gender antara lain adalah: penyediaan ruang Laktasi, parkir prioritas, daycare, Toilet terpisah antara laki-laki dan perempuan, tempat wudhu terpisah untuk laki-laki dan perempuan, jalur dan lift ramah disabilitas, ruang ramah anak dan lainnya. Sudah hampir seluruh unit kerja di  jajaran Kementerian Keuangan menyediakan sarana dan prasaraa responsif gender tersebut.


Sumber:

  1. Lihat dalam tulisan Swararahima, 11 Desember 2018, sebagaimana diunduh dari situs https://swararahima.com/2018/12/11/mentransformasikan-nilai-nilai-adil-dan-setara-gender/

    https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1667/kesetaraan-gender-perlu-sinergi-antar-kementerian-lembaga-pemerintah-daerah-dan-masyarakat

    Lihat dalam tulisan  Hetifah Sjaifudian, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dewan Pakar DPP Kaukus Perempuan Politik Indonesia, 13 Mei 2020, sebagaimana diunduh dari situs https://mediaindonesia.com/opini/312499/menaklukkan-patriarki-lewat-pendidikan

    Webinar Peran APIP dalam Implementasi Pengarusutamaan Gender dan Pengawasan Gender Budget Statement tanggal 16 Juni 2021


    (Ezzah Nariswari Lupianto)

     

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini