Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berenang, Memanah dan Berkuda Dalam Organisasi
Hakim Setyo Budi Mulyono
Selasa, 31 Desember 2019   |   19876 kali

Oleh: Hakim Setyo Budi Mulyono*


"Ajari anak-anakmu berenang, memanah, dan naik kuda," demikian kata Umar bin Khattab, tokoh Islam yang namanya tercantum di dalam buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah karya Michael H. Hart. Berenang, memanah, dan berkuda adalah tiga aktivitas yang membutuhkan konsentrasi. Berenang adalah aktivitas yang memang disukai anak-anak. Jika dulu latihan memanah hanya dilakukan oleh atlet panahan, kini sudah banyak masyarakat umum yang memiliki alat panah dan bermain panah. Kini memanah telah menjadi semacam trend permainan pengisi waktu dewasa ini. Berkuda pun demikian. Sebagian negara juga memiliki satuan polisi berkuda. Dapat dikatakan bahwa berenang, memanah, dan berkuda adalah tiga aktivitas yang sejak dulu hingga kini tetap relevan dengan semua zaman.


Sementara Ali bin Abi Thalib, juga seorang tokoh Islam, pernah berkata, “Didiklah anak-anakmu  sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu.” Dengan kalimat tersebut, Ali hendak mengingatkan bahwa tidak semua zaman memiliki karakteristik yang sama, bahwa perubahan yang mengiringi zaman adalah keniscayaan.


Meskipun berenang, memanah dan berkuda akan senantiasa relevan dengan semua zaman, di tulisan ini tiga hal tersebut akan dicoba untuk diambil substansinya, dilihat dari makna filosofisnya dan kemudian ditawarkan sebagai tiga hal yang mungkin bermanfaat jika diterapkan ke dalam manajemen kontemporer.


Manajemen terutama berurusan dengan manusia. Aset terbesar dari organisasi bukanlah gedung dan sarana prasarananya, melainkan manusianya. Organisasi yang kuat digerakkan oleh orang-orang yang kuat, yang secara makna dapat dikatakan sebagai orang-orang yang memiliki daya tahan (durabilitas) terhadap tekanan kerja dan tuntutan zaman. Dan mengembangkan daya tahan adalah substansi dari berenang.


Selain sebagai cabang olahraga yang dilombakan, banyak pakar kesehatan menyetujui bahwa aktivitas berenang sangat bermanfaat untuk menjaga daya tahan seseorang. Substansi inilah yang sangat diperlukan organisasi mana pun: daya tahan. Anjuran Umar bin Khattab agar kita mengajarkan anak-anak berenang, selain berarti bahwa kita perlu melatihnya berenang secara harfiah, secara makna juga berarti bahwa kita perlu mengajarkan anak-anak bagaimana melatih daya tahan mental dan pikirannya. Hanya mereka yang memiliki cukup daya tahan yang akan berdiri tegak dan melaju di tengah perubahan zaman. Dan orang-orang berkualitas seperti ini sangat dibutuhkan organisasi.


Organisasi juga membutuhkan orang-orang yang memiliki kekuatan bukan hanya tubuhnya namun juga intelektual dan mentalnya. Selain membangun daya tahan (durabilitas), kekuatan juga merupakan kata kunci dari berenang. Organisasi yang orang-orangnya bermental “perenang” dapat dikatakan memiliki asset terbaik berupa orang-orang yang kuat.


Namun memiliki orang-orang yang “kuat” saja tidaklah cukup. Organisasi mana pun, baik komersil maupun non-komersil, membutuhkan orang-orang yang cepat dalam bekerja. Kini kecepatan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari zaman ini, yakni zaman informasi. Pegawai yang “kuat” namun tidak dapat bergerak dengan cepat, dalam artian ia bekerja lamban dan kurang produktif, akan terseleksi dengan sendirinya dan organisasi modern dewasa ini dengan mudah akan dapat menandai orang-orang semacam ini. Kekuatan memang perlu, namun itu tidak cukup; bahkan tidak berguna jika tidak memiliki kecepatan. Itulah gunanya berkuda.


Makna filosofis dari berkuda adalah tentang kecepatan. Seseorang yang bergerak maju dengan menaiki kuda akan lebih cepat sampai di tujuan dibandingkan orang lain yang berjalan kaki. Berkuda adalah simbol dari penggunaan sarana untuk mempercepat mencapai tujuan. Dalam makna yang diperluas, seseorang yang mahir menggunakan alat bantu akan lebih efisien dalam mencapai tujuan dibandingkan yang hanya mengandalkan kekuatannya sendiri. “Kuda” itu bisa bermakna aplikasi, sarana teknologi informasi, dan hal apapun yang mempercepat kinerja pegawai untuk mencapai target organisasi. Efisiensi adalah kata kunci dari berkuda.


Organisasi yang efisien digerakkan oleh orang-orang efisien yang berada di dalamnya. Jika organisasi tersebut organisasi nirlaba sektor publik semisal kantor pelayanan, maka kantor pelayanan akan efisien jika para pegawai di dalamnya bekerja efisien dan bukan hanya mengandalkan kemampuan kerja pribadinya.


Namun kecepatan saja belumlah cukup. Sebab baik kuat maupun cepat adalah kualitas dasar yang tak bisa ditawar lagi di zaman sekarang. Kuat dan cepat adalah persyaratan minimal. Durabilitas dan efisiensi adalah sesuatu yang tak bisa ditawar di era informasi ini. Sejak awal, seleksi penerimaan calon pegawai untuk menjadi pegawai suatu instansi sudah memperhitungkan dua hal ini: kekuatan dan efisiensi. Dua hal tersebut adalah hard competency dan soft competency. Namun sekali lagi, dua hal tersebut akan percuma jika seseorang tidak tepat dalam bekerja. Kuat dan cepat barulah bermanfaat jika tepat. Itulah saatnya memanah.


Inti dari memanah adalah mengarahkan dan melejitkan anak panah tepat ke sasaran. Di dalam memanah juga ada kekuatan dan kecepatan, namun yang terpenting adalah filosofi tepat sasarannya. Secara simbolis, memanah adalah tentang fokus, berkonsentrasi, dan mengarahkan sesuatu tepat ke sasaran.


Setiap organisasi memiliki sasaran, apa yang disebut visi, misi, target, tujuan, dan lain sebagainya. Tidak penting sebanyak apa organisasi tersebut memiliki orang-orang kuat dan cepat, jika kinerja mereka semua tidak mengarah untuk mencapai tujuan organisasi, tidak merealisasikan apa yang ditargetkan, atau melenceng dari visi dan misi organisasi, maka semua kualitas dasar tersebut akan sia-sia.


Efektivitas adalah kunci dari memanah. Organisasi dikatakan efektif jika seluruh elemen di dalam organisasi tersebut tahu apa yang harus dilakukan, tahu apa yang dituju, paham tentang visi dan misi organisasi, atau tahu persis target yang hendak direalisasikan. Namun memastikan sebuah organisasi berjalan efektif terutama adalah tugas seorang pemimpin.


Dalam organisasi, Pimpinan dan Pemimpin dapat bersatu dalam satu pribadi. Sengaja dua hal ini dibedakan karena ada beberapa perbedaan di antara keduanya. Pimpinan adalah jabatan formal dalam organisasi. Seorang pimpinan membutuhkan legitimasi dan pengakuan. Dalam organisasi, seorang pimpinan seringkali adalah pemimpin juga, namun untuk menjadi pemimpin tidak harus menjadi pimpinan. Seorang pegawai pelaksana di suatu kantor yang punya pengaruh secara positif kepada para pegawai lainnya untuk mencapai sasaran bersama, ia dapat disebut pemimpin, meskipun secara formal bukan berada di jabatan pimpinan. Dalam organisasi, sebagaimana diungkap oleh John C Maxwell dalam bukunya Leadership 360, seseorang dapat mengembangkan pengaruhnya dari posisi mana pun untuk mengarahkan organisasi mencapai tujuannya. Seringkali mereka adalah para pegawai yang efektif, entah dia seorang pimpinan atau bukan.


Seorang pimpinan (manajer) memastikan organisasi melakukan sesuatu dengan benar; dengan kata lain pimpinan memastikan orang-orangnya memiliki daya tahan kinerja tinggi sekaligus efisien dalam bekerja. Sementara pemimpin (leader) memastikan organisasi melakukan apa yang benar; dengan kata lain pemimpin memastikan orang-orang bekerja efektif. Pimpinan yang berjiwa pemimpin (leader) adalah asset paling berharga suatu organisasi.


Entah pimpinan ataupun pelaksana dalam suatu instansi, kepemimpinan yang dimilikinya akan mengarahkan instansi tersebut untuk bergerak efektif mencapai visi dan misi instansi (memanah) dan mampu menggerakkan orang-orang kuat (perenang) dan orang-orang berkinerja tinggi (ahli berkuda) di dalamnya. Tak dapat ditawar lagi, untuk menjadi pegawai yang patut diperhitungkan organisasi, ia haruslah kuat (punya durabilitas), cepat (efisien), dan tepat (efektif). Bisa jadi Anda adalah salah satunya.


* Kasi HI - KPKNL Bandar Lampung

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini