Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Korelasi Antara 2 Film Fiksi dan 2 Buku Non Fiksi (Sebuah Hipotesa)
Hakim Setyo Budi Mulyono
Senin, 12 Februari 2018   |   345 kali

Penullis: Hakim S.B. Mulyono,

Kasi HI KPKNL Bandar Lampung

Sebagian besar dari film yang bagus akan terselip di dalamnya pesan moral untuk direnungkan penontonnya, tak terkecuali film Equilibrium (2002) dan Oblivion (2013).

Dalam film Equilibrium, keberagaman dianggap sebagai musuh dari penyeragaman. Film ini secara jelas menggambarkan bahwa penyeragaman dianggap lebih efektif dibandingkan keberagaman. Dalam film Oblivion, inovasi dianggap sebagai musuh dari upaya fokus pada tujuan. Film ini secara jelas menggambarkan bahwa fokus pada tujuan dianggap lebih efektif dibandingkan inovasi. Efektivitas adalah tema sentral dari kedua film tersebut. Namun pada ujungnya, kedua film ini justru mempertanyakan ulang anggapan-anggapan tersebut.

Kedua film ini dibagi dalam dua bagian. Pada bagian awal, baik film Equilibrium maupun Oblivion, keduanya sama-sama menceritakan tentang seorang tokoh yang menjalankan prinsip-prinsip dalam hidupnya, sehingga ia menjadi pribadi yang efektif. Sang tokoh digambarkan sebagai pribadi yang bisa dikatakan telah menerapkan prinsip-prinsip efektivitas sebagaimana yang ditulis Stephen Covey dalam buku The 7 Habits of Highly Effective People. Buku ini terkenal dengan julukan: Tujuh Kebiasaan.

Sementara pada bagian kedua, baik film Equilibrium maupun Oblivion, keduanya sama-sama menceritakan tentang perubahan sang tokoh dari pribadi efektif menjadi pribadi yang luhur. Sang tokoh digambarkan sebagai pribadi yang bisa dikatakan telah melampaui efektivitas dan berubah menjadi pribadi yang menerapkan prinsip-prinsip keluhuran sebagaimana yang ditulis Stephen Covey dalam buku The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness. Buku ini terkenal dengan julukan: Kebiasaan Kedelapan.

Dua film ini, secara menarik, mengajarkan kepada kita bahwa menjadi efektif saja tidaklah cukup. Selain efektif, seseorang perlu untuk menjadi luhur, terhormat, mulia, bijak, yang dirangkum dalam kata Berjiwa Besar (Greatness). Sebab dengan efektivitas, seseorang hanya akan bisa mengubah dirinya sendiri menjadi orang sukses. Namun dengan keluhuran, seseorang dimungkinkan untuk mengubah lingkungannya menjadi sukses. Dalam konteks buku Stephen Covey, kondisi tersebut tercermin dalam ungkapan sederhananya: “Find your voice, and inspire others to find their voice.”

***

Itulah kenapa seseorang yang berkinerja tinggi, yang efektif sekaligus efisien, belumlah lengkap jika tidak memiliki jiwa besar; yang salah satunya tercermin dari sikap memanusiakan manusia.

***

Anda mungkin akan menemukan apa yang saya maksudkan di atas dengan menonton dua film tersebut tanpa harus membaca bukunya. Namun maksud itu tidak akan sepenuhnya Anda tangkap jika Anda belum membaca dua buku yang disebut di atas. Namun terkadang harus diakui bahwa membaca buku memang lebih memberatkan dibandingkan menonton film. 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini