Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Lahat > Artikel
Verzet, Upaya Perlawanan Atas Putusan Verstek
Prilla Geonestri Ramlan
Rabu, 08 September 2021   |   52263 kali

Dalam artikel sebelumya telah kita bahas perihal putusan Verstek sebagai konsekuensi atas ketidakhadiran tergugat dalam persidangan meskipun telah dilakukan pemanggilan secara resmi dan patut. Lantas, adakah solusi yang dapat kita lakukan atas putusan verstek tersebut? Dalam Pasal 125 HIR, telah disebutkan bahwa terhadap verstek dapat diajukan perlawanan (verzet), hal inilah yang menjadi dasar hukum adanya upaya hukum verzet.

Verzet (perlawanan) adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh tergugat ketika dijatuhkan putusan verstek yang tidak didahului oleh upaya hukum banding penggugat, apabila penggugat terlebih dahulu melakukan upaya hukum banding, maka tergugat tidak boleh mengajukan verzet, namun tergugat diperbolehkan untuk mengajukan banding. Upaya hukum verzet dapat dikategorikan sebagai penerapan prinsip audi et alteram partem yang merupakan prinsip dalam hukum acara perdata yang bermakna hakim mendengar kedua belah pihak berperkara di persidangan. Pelaksanaan upaya hukum verzet tidak terpisahkan dari verstek, mengingat kedudukan verzet dalam perkara verstek ialah sebagai jawaban atas gugatan penggugat yang biasanya dilaksanakan pada pengadilan tingkat pertama.

Ketentuan mengenai upaya hukum verzet terhadap putusan verstek diatur lebih lanjut dalam Pasal 129 HIR/153 RBg dan SEMA Nomor 9 Tahun 1964. Dalam Pasal 129 HIR ayat (1) ditentukan bahwa, “Tergugat yang dihukum sedang ia tidak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan itu dapat mengajukan perlawanan atas keputusan itu.” Pada pasal 129 ayat (2) juga ditentukan bahwa, “Jika putusan itu diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan itu dapat diterima dalam tempo 14 (empat belas) hari sesudah pemberitahuan itu. Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan itu dapat diterima sampai hari ke-delapan sesudah peringatan yang tersebut pada Pasal 196 atau dalam hal tidak menghadap sesudah dipanggil dengan patut sampai hari ke-delapan sesudah dijalankan keputusan surat perintah kedua yang tersebut pada Pasal 197.” Maka berdasarkan ketentuan pasal dimaksud, dapat disimpulkan bahwa tenggat waktu mengajukan verzet adalah empat belas hari setelah putusan verstek dijatuhkan apabila pemberitahuan disampaikan langsung kepada tergugat, dan delapan hari setelah aanmaning (peringatan) apabila pemberitahuan putusan tidak langsung diberikan kepada tergugat, atau jika tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning (peringatan) maka tenggat waktunya adalah sampai hari kedelapan sesudah sita eksekusi dilaksanakan. Jika lewat masa tenggang seperti ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya, maka secara langsung putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.

Berdasarkan Pasal 125 HIR/149 RBg dan Pasal 129 HIR/152 RBg, pihak yang berhak mengajukan perlawanan (verzet) adalah tergugat atau kuasa hukumnya yang telah diberikan surat kuasa khusus. Apabila verzet diterima dan persidangan dilanjutkan kembali, maka pihak pelawan (yang mengajukan verzet) tetap disebut sebagai penggugat, dengan demikian pada persidangan verzet apabila pelawan tidak hadir kembali setelah dilakukan pemanggilan yang patut maka Hakim dapat menjatuhkan putusan verstek kedua.

Dalam perkara biasa, putusan dijatuhkan setelah proses replik dan duplik dari pihak penggugat dan tergugat, dimana pihak tergugat masih diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan atas gugatan penggugat. Namun pada putusan verstek hanya didapati gugatan penggugat tanpa adanya tanggapan dari tergugat. Maka melalui verzet lah, tergugat dianggap memberikan jawaban atas gugatan penggugat tersebut yang merupakan salah satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula. Oleh karena itu, verzet bukanlah gugatan atau perkara baru, namun merupakan bantahan yang ditujukan pada ketidakbenaran dalil gugatan dengan alasan putusan verstek yang dijatuhkan itu keliru dan tidak benar. Ketentuan bahwa terhadap putusan verstek tidak boleh diperiksa dan diputus sebagai perkara baru ini berlandaskan pada Putusan Mahkamah Agung No. 307 K/Sip/1975.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 494K/Pdt/1983 turut menjelaskan jika dalam proses verzet atas verstek, pelawan tetap berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai penggugat. Pemeriksaan verzet tetap diajukan dan diperiksa dengan acara biasa yang berlaku untuk acara perdata, dengan begitu kedudukan pelawan akan sama dengan kedudukan tergugat.

 -Seksi Hukum dan Informasi-

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini