Dalam artikel sebelumya telah kita bahas perihal putusan
Verstek sebagai konsekuensi atas ketidakhadiran tergugat dalam
persidangan meskipun telah dilakukan pemanggilan secara resmi dan patut. Lantas,
adakah solusi yang dapat kita lakukan atas putusan verstek tersebut? Dalam Pasal 125 HIR, telah disebutkan bahwa
terhadap verstek dapat diajukan
perlawanan (verzet), hal inilah yang
menjadi dasar hukum adanya upaya hukum verzet.
Verzet
(perlawanan) adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh tergugat ketika
dijatuhkan putusan verstek yang tidak
didahului oleh upaya hukum banding penggugat, apabila penggugat terlebih dahulu
melakukan upaya hukum banding, maka tergugat tidak boleh mengajukan verzet, namun tergugat diperbolehkan
untuk mengajukan banding. Upaya hukum verzet
dapat dikategorikan sebagai penerapan prinsip audi et alteram partem yang merupakan prinsip dalam hukum acara
perdata yang bermakna hakim mendengar kedua belah pihak berperkara di
persidangan. Pelaksanaan upaya hukum verzet
tidak terpisahkan dari verstek,
mengingat kedudukan verzet dalam
perkara verstek ialah sebagai jawaban
atas gugatan penggugat yang biasanya dilaksanakan pada pengadilan tingkat
pertama.
Ketentuan mengenai upaya hukum verzet terhadap putusan verstek
diatur lebih lanjut dalam Pasal 129 HIR/153 RBg dan SEMA Nomor 9 Tahun 1964.
Dalam Pasal 129 HIR ayat (1) ditentukan bahwa, “Tergugat yang dihukum sedang ia tidak hadir (verstek) dan tidak
menerima putusan itu dapat mengajukan perlawanan atas keputusan itu.” Pada
pasal 129 ayat (2) juga ditentukan bahwa, “Jika
putusan itu diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan
itu dapat diterima dalam tempo 14 (empat belas) hari sesudah pemberitahuan itu.
Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka
perlawanan itu dapat diterima sampai hari ke-delapan sesudah peringatan yang
tersebut pada Pasal 196 atau dalam hal tidak menghadap sesudah dipanggil dengan
patut sampai hari ke-delapan sesudah dijalankan keputusan surat perintah kedua
yang tersebut pada Pasal 197.” Maka berdasarkan ketentuan pasal dimaksud,
dapat disimpulkan bahwa tenggat waktu mengajukan verzet adalah empat belas hari setelah putusan verstek dijatuhkan
apabila pemberitahuan disampaikan langsung kepada tergugat, dan delapan hari
setelah aanmaning (peringatan)
apabila pemberitahuan putusan tidak langsung diberikan kepada tergugat, atau jika
tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning
(peringatan) maka tenggat waktunya adalah sampai hari kedelapan sesudah
sita eksekusi dilaksanakan. Jika lewat masa tenggang seperti ketentuan yang
telah disebutkan sebelumnya, maka secara langsung putusan tersebut berkekuatan
hukum tetap.
Berdasarkan Pasal 125 HIR/149 RBg dan Pasal 129 HIR/152
RBg, pihak yang berhak mengajukan perlawanan (verzet) adalah tergugat atau kuasa hukumnya yang telah diberikan
surat kuasa khusus. Apabila verzet
diterima dan persidangan dilanjutkan kembali, maka pihak pelawan (yang
mengajukan verzet) tetap disebut
sebagai penggugat, dengan demikian pada persidangan verzet apabila pelawan tidak hadir kembali setelah dilakukan
pemanggilan yang patut maka Hakim dapat menjatuhkan putusan verstek kedua.
Dalam perkara biasa, putusan dijatuhkan setelah proses
replik dan duplik dari pihak penggugat dan tergugat, dimana pihak tergugat
masih diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan atas gugatan penggugat.
Namun pada putusan verstek hanya didapati
gugatan penggugat tanpa adanya tanggapan dari tergugat. Maka melalui verzet lah, tergugat dianggap memberikan
jawaban atas gugatan penggugat tersebut yang merupakan salah satu kesatuan yang
tidak terpisah dengan gugatan semula. Oleh karena itu, verzet bukanlah gugatan atau perkara baru, namun merupakan bantahan
yang ditujukan pada ketidakbenaran dalil gugatan dengan alasan putusan verstek
yang dijatuhkan itu keliru dan tidak benar. Ketentuan bahwa terhadap putusan
verstek tidak boleh diperiksa dan diputus sebagai perkara baru ini berlandaskan
pada Putusan Mahkamah Agung No. 307 K/Sip/1975.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 494K/Pdt/1983 turut
menjelaskan jika dalam proses verzet
atas verstek, pelawan tetap
berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai penggugat. Pemeriksaan verzet tetap diajukan dan diperiksa dengan
acara biasa yang berlaku untuk acara perdata, dengan begitu kedudukan pelawan
akan sama dengan kedudukan tergugat.
-Seksi Hukum dan Informasi-