Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Kupang > Artikel
Prospek Ekonomi di Indonesia Pasca Pandemi
Bagus Bimantara Pradana
Kamis, 29 September 2022   |   17766 kali

Semenjak Tahun 2020, Perekenomian di dunia tiba-tiba memburuk karena adanya pandemi yang mematikan jalannya proses bisnis hampir di semua sektor. Berdasarkan Survei Kemnaker pada akhir tahun 2020, Banyak perusahaan yang terdampak langsung oleh pandemi dengan data 88 % perusahaan yang terdaftar. Perusahaan ritel memang paling terkena dampaknya karena terdapat penurunan permintaan pasar, produksi, dan keuntungan yang terjadi pada perusahaan. Meski demikian, sebagian besar perusahaan tetap mempekerjakan pekerjanya. Hanya terdapat 17,8 % perusahaan yang memberlakukan pemutusan hubungan kerja, 25,6 % perusahaan yang merumahkan pekerjanya dan 10 % yang melakukan keduanya. Dari sini, mulai terdapat perubahan cara kerja perusahaan seperti diberlakukannya work form home/teleworking yang menjadi pilihan utama bagi perusahaan, sehingga menjadi lebih fleksibel meskipun efisiensi jumlah tenaga kerja dan pengurangan upah menjadi tidak bisa dihindarkan. Hal ini juga menyebabkan beberapa perusahaan mulai tidak menggunakan kantor fisik untuk menekan biaya karena telah dimudahkan dengan teknologi Informasi dan Komunikasi.

               Dalam kesempatan ini, dijelaskan bahwa hasil survei ini juga menyampaikan enam rekomendasi .Pertama, pemerintah perlu mengidentifikasikan perusahaan yang terdampak lebih detail lagi agar mendapat akses yang lebih luas atas beragam program pemulihan ekonomi khususnya, insentif perpajakan, restrukturisasi pinjaman KUR dan non KUR, subsidi gaji, hingga akses terhadap kartu pra kerja. Kedua, perlunya pemerintah memberikan perhatian yang lebih bagi perusahaan UMKM yang terdampak pandemi meskipun saat ini pemerintah telah memberikan bantuan dalam bentuk subsidi bunga KUR, restukturisasi pinjaman dan pengurangan pajak. Ketiga, pemerintah perlu memperluas informasi pasar tenaga kerja yang berorientasi pada jenis pekerjaan, dan perusahaan juga perlu didorong untuk menentukan spesifikasi keahlian yang dibutuhkan agar terinformasikan skills demand secara lebih luas. Keempat, kebutuhan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan setelah pandemi berkaitan dengan teknologi, baik teknologi informasi maupun teknologi industri. Seperti terkait digital marketing, dan digital working. Kelima, dibutuhkan kebijakan dan peraturan yang menjadi landasan flexible working arrangement yang menyangkut jabatan dan jenis pekerjaan tertentu. Keenam, diperlukan kebijakan yang cukup komprehensif terkait penyatuan beberapa jaminan sosial bagi pekerja, baik terkait pendidikan dan kesehatan, termasuk program untuk masa pandemi yang lebih persisten.

               Setelah 2 tahun berlalu, berbagai usaha telah dilakukan untuk mempertahankan perekonomian Indonesia dengan beberapa rekomendasi diatas. Berdasarkan World Bank, Pemulihan ekonomi Indonesia dari pandemi COVID-19 terjadi di tengah lingkungan global yang semakin menantang. Pertumbuhan Indonesia meningkat pada akhir tahun 2021 mencapai 3.7 % ketika Indonesia keluar dari gelombang varian Delta yang cukup parah pada bulan Juli-Agustus Momentum tersebut terbawa hingga triwulan pertama tahun 2022 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 % (yoy) dan menyerap dampak peningkatan kasus COVID terkait varian Omicron yang singkat dan tajam. Sumber pertumbuhan sejak akhir tahun 2021 juga perlahan berpindah dari ekspor dan konsumsi pemerintah ke konsumsi dan investasi swasta. Sejak bulan Februari, perang di Ukraina telah mengganggu lingkungan ekonomi global melalui naiknya harga-harga komoditas dan langkah-langkah untuk mengurangi risiko (de-risking) di pasar keuangan global. Dampak positif dari nilai tukar perdagangan (terms of trade) telah menguntungkan Indonesia dalam waktu dekat melalui penerimaan ekspor dan fiskal yang lebih tinggi. Tetapi negara ini merasakan tekanan dari kenaikan harga dan pengetatan keuangan eksternal.

               Setelah lebih dari dua tahun pandemi, dampak dari invasi Rusia ke Ukraina akan memperlambat kegiatan ekonomi global secara tajam. Pertumbuhan global sekarang diperkirakan akan melambat dari 5,7 % pada tahun 2021 menjadi 2,9 % pada tahun 2022. Sebagai akibat dari perang di Ukraina, harga untuk sebagian besar komoditas diperkirakan akan jauh lebih tinggi di tahun 2022 daripada di tahun 2021, sementara harga-harga komoditas diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2022, dalam jangka menengah harga-harga tersebut diproyeksikan tetap tinggi. Hal ini meningkatkan kekhawatiran atas kerawanan ketahanan pangan dan kemiskinan, serta meningkatnya inflas. Ini dapat menyebabkan kondisi keuangan yang lebih ketat, yang memperbesar kerentanan sektor keuangan. Pertumbuhan di negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang  tahun ini telah diturunkan menjadi 3,4 %, sebagai dampak negatif dari invasi di Ukraina lebih dari mengimbangi dorongan jangka pendek untuk beberapa eksportir komoditas dari harga energi yang lebih tinggi. Tidak ada percepatan pertumbuhan yang diproyeksikan tahun depan: pertumbuhan global diperkirakan masih lemah, hanya naik tipis menjadi 3 % yang pada tahun 2023, karena banyak hambatan – khususnya harga-harga komoditas yang tinggi dan pengetatan moneter yang berkelanjutan – diperkirakan akan bertahan.

               Prospek global tersebut menimbulkan risiko merugikan yang signifikan bagi pertumbuhan di Indonesia. Pada skenario baseline, pertumbuhan PDB yang diproyeksikan sebesar 5,1 % pada tahun 2022, meningkat menjadi 5,3 % pada tahun 2023. Ini diasumsukan oleh beberapa hal: pelepasan permintaan yang tertahan (pent-up demand), kepercayaan konsumen yang meningkat, dan nilai tukar perdagangan (terms of trade) yang lebih baik. Inflasi diproyeksikan meningkat menjadi 3,6 % (rata-rata tahunan) seiring peningkatan permintaan dalam negeri dan harga-harga komoditas yang lebih tinggi. Kondisi pembiayaan eksternal diperkirakan akan mengetat meskipun ekspor komoditas diproyeksikan berkontribusi terhadap surplus transaksi berjalan. Lingkungan ekonomi global dapat menciptakan tekanan-tekanan utama terhadap pertumbuhan. Hal ini dapat memicu skenario penurunan dengan tekanan inflasi yang lebih tinggi yang memaksa realokasi fiskal dari pembelanjaan pro-pertumbuhan ke subsidi yang tidak ditargetkan, penurunan permintaan untuk ekspor komoditas, dan pembiayaan eksternal yang ketat yang berdampak pada biaya pinjaman dan keinginan investasi sektor swasta. Dalam skenario seperti itu, pertumbuhan Indonesia bisa lebih rendah dari yang diantisipasi dan mencapai 4,6 % pada tahun 2022 dan 4,7 % pada tahun 2023.

               Berikut ada beberapa saran kebijakan reformasi sektor keuangan dari Bank Dunia:

I. Meningkatkan permintaan dan penawaran pembiayaan

1. Meningkatkan akses dan penggunaan jasa keuangan

a) Membangun platform data pemerintah dan membuat ID digital.

b) Membangun sistem pembayaran yang berfungsi dengan baik (yang sepenuhnya bisa berinteraksi dengan aplikasi lainnya) dan mengembangkan infrastruktur kredit yang dapat menggunakan data alternatif.

c) Mendorong layanan dan kebijakan perbankan terbuka yang menciptakan permintaan terhadap layanan keuangan digital (seperti digitalisasi pembayaran G2P dan P2G).

2. Memperluas dan meningkatkan kualitas produk-produk pasar keuangan

a) Terus memperkenalkan produk-produk pasar keuangan baru (misalnya obligasi berwawasan lingkungan; obligasi berbasis hipotik rumah; obligasi proyek infrastruktur; obligasi daerah). JM

b) Mengembangkan pasar terkait perlindungan risiko untuk menarik investor internasional, termasuk dengan mendirikan lembaga central counterparty untuk kliring (clearing) dan close-out netting.

3. Memobilisasi tabungan jangka panjang

a) Mengumpulkan tabungan melalui investor institusi, dengan memperluas cakupan, meningkatkan kontribusi dan mengurangi penarikan.

b) Mendorong pengelolaan yang profesional dan investasi jangka panjang yang tepat atas aset dana pensiun dan tabungan hari tua.

II. Meningkatkan alokasi sumber daya melalui sektor keuangan

1. Mendorong persaingan di sektor perbankan

a) Memperkuat kapasitas pemberi pinjaman untuk mengadopsi penetapan harga berbasis risiko.

b) Membuka layanan bisnis pemerintah bagi para penyedia layanan yang paling mampu, terlepas dari jenis kepemilikannya.

c) Memperluas penjaminan kredit parsial bagi UMKM dan mendukung kebijakan kelulusan yang efektif dari program KUR.

2. Memperkuat kerangka kepailitan

a) Memberikan insentif terhadap restrukturisasi informal, seperti langkah-langkah di luar pengadilan, yang tidak menggunakan sistem pengadilan untuk mengatasi kesulitan keuangan.

b) Memastikan perlindungan yang memadai atas kepentingan kreditur melalui perubahan-perubahan utama Undang-Undang Kepailitan.

3. Melindungi konsumen

a) Menerapkan perundang-undangan dan peraturan perlindungan konsumen keuangan yang dipantau dan ditegakkan melalui pengawasan perilaku pasar

b) Memfinalisasikan undang-undang perlindungan data pribadi, yang saat ini tertunda sejak tahun 2019.

III. Meningkatkan kapasitas untuk menahan guncangan finansial dan non-finansial

1. Peningkatan efektivitas pengawasan sektor keuangan

a) Mengatasi kesenjangan dan keterbatasan dalam pengawasan konglomerasi keuangan. 

b) Meningkatkan perlindungan hukum bagi pengawas keuangan.

2. Memperkuat kerangka kesiapan krisis dan penyelesaian/ resolusi

a) Meningkatkan kerangka hukum untuk menetapkan sistem penyelesaian/resolusi permasalahan bank dan koordinasi antarlembaga yang efektif

b) Memberikan pengaturan yang jelas untuk pendanaan penyelesaian/resolusi, termasuk ketentuan untuk pendanaan diluar yang biasa bila diperlukan.

3. Mendorong pengelolaan risiko terkait iklim dan bencana alam

a) Mengembangkan kebijakan-kebijakan (termasuk penilaian, pengungkapan dan pelaporan) untuk mengelola risiko-risiko terkait iklim untuk sektor keuangan.

b) Memperdalam pasar asuransi bencana untuk memberikan jasa pengelolaan risiko keuangan kepada pemerintah, bisnis, dan rumah tangga.

 (Syamsu Rizal/Seksi HI KPKNL Kupang)

 

 

 

Sumber dan referensi :

https://kemnaker.go.id/news/detail/survei-kemnaker-88-%-perusahaan-terdampak-pandemi-covid-19

https://www.worldbank.org/en/country/indonesia/publication/indonesia-economic-prospects-iep-june-2022-financial-deepening-for-stronger-growth-and-sustainable-recovery

https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/pemerintah-terus-jaga-momentum-pemulihan-ekonomi-nasional

https://ekon.go.id/publikasi/detail/3196/pertumbuhan-ekonomi-triwulan-ii-2021-menembus-zona-ekspansif

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13287/Strategi-Kebijakan-Pemulihan-Ekonomi-Nasional.html

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-sumut/baca-artikel/13495/Pemulihan-Ekonomi-Nasional-Dimulai-dari-UMKM.html

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini