Dalam pelaksanaan sistem tata kelola dan tata laksana
terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance), diperlukan adanya suatu sistem pengendalian
intern yang baik pula. Sistem pengendalian intern yang baik dapat digunakan
sebagai pengawasan akuntabilitas laporan serta pemantauan capaian kinerja suatu
organisasi. Sistem pengendalian intern sektor publik diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP). Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa SPIP merupakan suatu proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu: a). lingkungan
pengendalian, b). penilaian risiko, c). kegiatan pengendalian, d). informasi
dan komunikasi, dan e). pemantauan pengendalian intern. Kelima unsur tersebut
saling terkait satu dengan lainnya. Proses pengendalian menyatu pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan oleh pimpinan dan seluruh
pegawai. Oleh karena itu Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi fondasi penting dalam
lingkungan organisasi yang juga merupakan lingkungan pengendalian internal.
Maka Organizational
Citizenship Behavior (OCB) pegawai dapat mempengaruhi sistem
pengendalian intenal organisasi. Untuk itu tujuan dari artikel ini adalah untuk
menguraikan dampak OCB terhadap efektivitas SPIP pada suatu organisasi.
Definisi Organizational Citizenship Behavior
(OCB)
Organizational
Citizenship Behavior (yang selanjutnya disingkat OCB) apabila
diterjemahkan adalah Perilaku Kewarganegaraan Organisasional
(PKO). Konsep OCB pertama kali digunakan dalam literatur penelitian organisasional
pada awal 1980-an. (Bateman dan Organ, 1983).
Menurut Purnamie (2014), OCB merupakan kontribusi individu yang melebihi
tuntutan peran di tempat kerja. Robbins
(2006) mengemukakan bahwa OCB merupakan perilaku pilihan yang
tidak menjadi bagian
dari kewajiban kerja formal seorang
karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.
Sementara itu menurut Organ (1997),
OCB adalah perilaku individu
yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit sistem
pemberian penghargaan
(reward) dan dapat meningkatkan
fungsi efektif organisasi. Atau dengan kata lain, OCB adalah perilaku
karyawan yang melebihi peran yang diwajibkan, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui
oleh
sistem reward formal. OCB juga sering
diartikan sebagai perilaku yang melebihi kewajiban formal (extra role)
yang tidak berhubungan dengan kompensasi langsung. Artinya, seseorang yang berperilaku OCB tidak
berharap akan dibayar baik dalam bentuk uang atau bonus tertentu.
OCB lebih kepada
perilaku sosial dari masing-masing individu untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan, misalnya:
membantu rekan kerja
pada waktu istirahat atau di luar jam kerja dengan sukarela.
Dimensi OCB
Berdasarkan konsep diatas, dapat disimpulkan bahwa
OCB memiliki dimensi-dimensi yang jika seseorang berada dalam kriteria OCB yang
baik, maka dia akan memiliki dimensi tersebut. Menurut Organ et al. (1988), OCB mempunyai lima dimensi
yaitu
altruism,
conscientiousness, civic virtue, courtesy
dan
sportmanships. Pada tahun 1990, Morgan menambahkan dua dimensi,
yaitu: peacekeeping dan cheerleading.
1)
Altruism
Altruism
(sifat menolong) adalah perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang
mengalami kesulitan dan menganggapnya bukan sebagai kewajiban yang
ditanggungnya (tidak mengharapkan imbalan).
2)
Conscientiousness
Conscientiousness
adalah perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan
perusahaan secara sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan.
3)
Sportmanship
Sportmanship
(sifat sportif) adalah perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang
kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan.
4)
Courtessy
Courtessy
(kesopanan) adalah perilaku menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar
terhindar dari masalah-masalah interpersonal,
misalnya saling menghargai dan memperhatikan orang lain.
5)
Civic
Virtue
Civic Virtue
adalah perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi.
6)
Peacekeeping
Peacekeeping
adalah tindakan-tindakan yang menghindar dan menyelesaikan terjadinya konflik interpersonal (sebagai stabilitasator
dalam organisasi).
7)
Cheerleading
Cheerleading
diartikan sebagai bantuan kepada rekan kerja untuk mencapai prestasi yang lebih
tinggi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi OCB
Menurut Purnamie (2014), peningkatan OCB karyawan dapat diitentifikasi
oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhaap peningkatan OCB. Untuk dapat
meningkatkan OCB karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui
apa yang menyebabkan timbulnya atau meningkatnya OCB. Menurut Organ et al. (2006), peningkatan OCB
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:
1)
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri karyawan
sendiri, antara lain: kepuasan kerja, komitmen, kepribadian, moral karyawan,
motivasi dan lain sebagainya;
2)
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar
karyawan, antara lain: gaya kepemimpinan, kepercayaan pada pimpinan, budaya
organisasi dan lain sebagainya.
Manfaat OCB
Berdasarkan penelitian terdahulu, perilaku OCB
berpengaruh positif (bermanfaat) apabila diaplikasikan dalam sebuah
organisasi. Menurut Robbins dan Judge (2008:40), fakta menunjukkan
bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain.
Sedangkan menurut Podsakoff, dkk (2000) dalam Purnamie (2014),
dapat disimpulkan manfaat perilaku OCB dalam organisasi sebagai berikut:
1)
OCB meningkatkan produktivitas rekan
kerja.
a.
Karyawan yang menolong rekan kerjanya
akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, sehingga akan pada
giliriannya meningkatkan produktivitas rekan kerja tersebut;
b.
Menbantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau
kelompok dalam organisasi.
2)
OCB meningkatkan produktivitas
manajer.
3)
OCB menghemat sumberdaya yang
dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan.
4)
OCB membantu menghemat sumberdaya
yang langka untuk memelihara fungsi kelompok.
5)
OCB dapat menjadi sarana efektif
untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja.
6)
Meningkatkan kemampuan organisasi
untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik
7)
OCB meningkatkan stabilitas kinerja
organisasi.
8)
OCB meningkatkan kemampuan organisasi
beradaptasi dengan lingkungan
Dampak Perilaku OCB
Perilaku OCB akan memberi dampak positif bagi seseorang dan organisasi.
Perilaku OCB juga mempunyai peranan penting dalam kesuksesan penerapan SPIP
pada suatu organisasi. Untuk itu pada bagian kedua, akan dibahas mengenai dampak
perilaku OCB bagi organisasi, khususnya dalam rangka penerapan SPIP yang
efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Bateman, T. S. dan Organ, D. W.. 1983. Job Satisfaction And The Good Soldier: The Relationship Beetween Affect And Employee “Citizenship”. Academy of Management Journal, 26(4) pp.587-595.
Organ, D. W.. 1988. Organizational
Citizenship Behaviour: The Good Soldier Syndrome. MA: Lexington Books.
Organ, D. W.. 1997. Organizational
Citizenship Behaviour: It’s Construct Cleanup Time. Human Performance, 10(2)
pp.85-97.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun
2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Robbins dan Judge (2008). Perilaku
Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Robbins, S.P. (2006). Perilaku Organisasi Edisi Lengkap.
Jakarta: PT. Indeks (Gramedia Group).
Titisari, Purnamie. 2014. Peranan Organizational Citizenship Behavior (OCB): Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan. Jakarta: Mitra Wacana Media.