Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Kupang > Artikel
OCB dan Dampaknya Bagi Organisasi (Bagian 1)
Aan Kurniyanta
Rabu, 29 Juni 2022   |   14008 kali

Dalam pelaksanaan sistem tata kelola dan tata laksana terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance), diperlukan adanya suatu sistem pengendalian intern yang baik pula. Sistem pengendalian intern yang baik dapat digunakan sebagai pengawasan akuntabilitas laporan serta pemantauan capaian kinerja suatu organisasi. Sistem pengendalian intern sektor publik diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa SPIP merupakan suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu: a). lingkungan pengendalian, b). penilaian risiko, c). kegiatan pengendalian, d). informasi dan komunikasi, dan e). pemantauan pengendalian intern. Kelima unsur tersebut saling terkait satu dengan lainnya. Proses pengendalian menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan oleh pimpinan dan seluruh pegawai. Oleh karena itu Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi fondasi penting dalam lingkungan organisasi yang juga merupakan lingkungan pengendalian internal. Maka Organizational Citizenship Behavior (OCB) pegawai dapat mempengaruhi sistem pengendalian intenal organisasi. Untuk itu tujuan dari artikel ini adalah untuk menguraikan dampak OCB terhadap efektivitas SPIP pada suatu organisasi.

 

Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organizational Citizenship Behavior (yang selanjutnya disingkat OCB) apabila diterjemahkan adalah Perilaku Kewarganegaraan Organisasional (PKO). Konsep OCB pertama kali digunakan dalam literatur penelitian organisasional pada awal 1980-an. (Bateman dan Organ, 1983). Menurut Purnamie (2014), OCB merupakan kontribusi individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja. Robbins (2006) mengemukakan bahwa OCB merupakan  perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.

Sementara itu menurut Organ (1997), OCB adalah perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit sistem pemberian penghargaan (reward) dan dapat meningkatkan fungsi efektif organisasi. Atau dengan kata lain, OCB adalah perilaku karyawan yang melebihi peran yang diwajibkan, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal. OCB juga sering diartikan sebagai perilaku yang melebihi kewajiban formal (extra role) yang tidak berhubungan dengan kompensasi langsung. Artinya, seseorang yang berperilaku OCB tidak berharap akan dibayar baik dalam bentuk uang atau bonus tertentu. OCB lebih kepada perilaku sosial dari masing-masing individu untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan, misalnya: membantu rekan kerja pada waktu istirahat atau di luar jam kerja dengan sukarela.

 

Dimensi OCB

Berdasarkan konsep diatas, dapat disimpulkan bahwa OCB memiliki dimensi-dimensi yang jika seseorang berada dalam kriteria OCB yang baik, maka dia akan memiliki dimensi tersebut. Menurut Organ et al. (1988), OCB mempunyai lima dimensi  yaitu  altruism,  conscientiousness, civic  virtue,  courtesy  dan  sportmanships. Pada tahun 1990, Morgan menambahkan dua dimensi, yaitu: peacekeeping dan cheerleading.

1)        Altruism

Altruism (sifat menolong) adalah perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dan menganggapnya bukan sebagai kewajiban yang ditanggungnya (tidak mengharapkan imbalan).

2)        Conscientiousness

Conscientiousness adalah perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan perusahaan secara sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan.

3)        Sportmanship

Sportmanship (sifat sportif) adalah perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan.

4)        Courtessy

Courtessy (kesopanan) adalah perilaku menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah-masalah interpersonal, misalnya saling menghargai dan memperhatikan orang lain.

5)        Civic Virtue

Civic Virtue adalah perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi.

6)        Peacekeeping

Peacekeeping adalah tindakan-tindakan yang menghindar dan menyelesaikan terjadinya konflik interpersonal (sebagai stabilitasator dalam organisasi).

7)        Cheerleading

Cheerleading diartikan sebagai bantuan kepada rekan kerja untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi.

 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi OCB

Menurut Purnamie (2014), peningkatan OCB karyawan dapat diitentifikasi oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhaap peningkatan OCB. Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya atau meningkatnya OCB. Menurut Organ et al. (2006), peningkatan OCB dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:

1)        Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri karyawan sendiri, antara lain: kepuasan kerja, komitmen, kepribadian, moral karyawan, motivasi dan lain sebagainya;

2)        Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar karyawan, antara lain: gaya kepemimpinan, kepercayaan pada pimpinan, budaya organisasi dan lain sebagainya.

 

Manfaat OCB

Berdasarkan penelitian terdahulu, perilaku OCB berpengaruh positif (bermanfaat) apabila diaplikasikan dalam sebuah organisasi.  Menurut Robbins dan Judge (2008:40), fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain. Sedangkan menurut Podsakoff, dkk (2000) dalam Purnamie (2014), dapat disimpulkan manfaat perilaku OCB dalam organisasi sebagai berikut:

1)        OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja.

a.    Karyawan yang menolong rekan kerjanya akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, sehingga akan pada giliriannya meningkatkan produktivitas rekan kerja tersebut;

b.    Menbantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok dalam organisasi.

2)        OCB meningkatkan produktivitas manajer.

  1. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapat saran atau umpan balik yang berharga untuk meningkatkan efektivitas kerja organisasi;
  2. Karyawan yang sopan, menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen.

3)        OCB menghemat sumberdaya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan.

  1. Jika karyawan saling menolong untuk menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya membuat manajer punya waktu untuk melakukan tugas lain;
  2. Karyawan yang menampilkan conscentiousness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer, sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar pada mereka;
  3. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam hal pelatihan dan orientasi kerja, akan mengurangi biaya untuk keperluan tersebut;
  4. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship, akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan.

4)        OCB membantu menghemat sumberdaya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok.

  1. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok;
  2. Karyawan yang menampilkan perilaku courtessy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik menajemen berkurang.

5)        OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja.

  1. Menampilkan perilaku civic virtue akan membantu koordinasi diantara kelompok, yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok;;
  2. Menampilkan perilaku courtessy akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan.

6)        Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik

  1. Perilaku menolong akan meningkatkan moril dan keeratan serta perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik;
  2. Memberi contoh kepada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sportmanship, akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi.

7)        OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.

  1. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat, akan meningkatkan stabilitas dari kinerja organisasi;
  2. Karyawan yang conscientious cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi vatiabilitas pada kinerja organisasi.

8)        OCB meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan lingkungan

  1. Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat;
  2. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi;
  3. Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness akan meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.

 

Dampak Perilaku OCB

Perilaku OCB akan memberi dampak positif bagi seseorang dan organisasi. Perilaku OCB juga mempunyai peranan penting dalam kesuksesan penerapan SPIP pada suatu organisasi. Untuk itu pada bagian kedua, akan dibahas mengenai dampak perilaku OCB bagi organisasi, khususnya dalam rangka penerapan SPIP yang efektif.

 

 DAFTAR PUSTAKA

 Bateman, T. S. dan Organ, D. W.. 1983. Job Satisfaction And The Good Soldier: The Relationship Beetween Affect And Employee “Citizenship”. Academy of Management Journal, 26(4) pp.587-595.

Organ, D. W.. 1988. Organizational Citizenship Behaviour: The Good Soldier Syndrome. MA: Lexington Books.

Organ, D. W.. 1997. Organizational Citizenship Behaviour: It’s Construct Cleanup Time. Human Performance, 10(2) pp.85-97.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Robbins dan Judge (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Robbins, S.P. (2006). Perilaku Organisasi Edisi Lengkap. Jakarta: PT. Indeks (Gramedia Group).

Titisari, Purnamie. 2014. Peranan Organizational Citizenship Behavior (OCB): Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan. Jakarta: Mitra Wacana Media.


(Aan'K/KPKNL Kupang)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini