Semua
pihak yang berada di organisasi apapun jenisnya dituntut berkontribusi untuk
mampu keluar dari kondisi dampak pandemi dengan memiliki kemampuan beradaptasi
secara positif dan tetap teguh dalam menghadapi tantangan. Tentunya semua pihak
harus mengambil peran agar tidak hanya sekadar menjadi “penumpang” di era yang
penuh dengan ketidakpastian.
Tidak
elok rasanya apabila dalam kondisi organisasi yang “sedang tidak baik-baik
saja”, terdapat pihak yang mengatakan “itu bukan urusan saya, biar pimpinan/manajemen
saja yang memikirkannya”. Justru dalam kondisi seperti inilah kerjasama dan
sinergi semua pihak sangat dibutuhkan sebagai wujud rasa memiliki organisasi
sehingga. setiap tantangan yang datang tidak hanya dihadapi, namun dapat diubah
menjadi sebuah peluang.
Kemampuan
dan peran semua pihak bukan hanya untuk organisasi sekadar bertahan, namun juga
untuk bangkit, tumbuh dan berkembang. Kemampuan adaptasi dan kolaborasi semua
pihak, akan memunculkan sikap lebih tenang dan menumbuhkan keyakinan dalam menyesuaikan
dengan keadaan yang saat ini dihadapi bersama.
Hasil
riset yang dilakukan oleh Mercer edisi Asia Tenggara bertajuk Global Talent Trends
2020-2021 Local Companion Report merekomendasikan 4 hal yang harus dilakukan Indonesia dan Filipina untuk pengembangan organisasinya serta bertahan dalam situasi yang
luar biasa sebagai dampak pandemi, yaitu fokus pada masa depan (focus on future), identifikasi dan peningkatan
keterampilan (race to reskill), peka
terhadap perkembangan sains (sense with
science), dan penguatan pengalaman sumber daya manusia (energize the experience).
Menurut penulis, hal tersebut perlu disadari dan direspon dengan tepat agar organisasi dapat mempertahankan kendali atas ketidakpastian tersebut. Karena, organisasi dituntut tidak hanya bangkit kembali dari dampak pandemi namun juga harus mampu melompat lebih tinggi ke masa depan yang lebih baik. Untuk mampu mewujudkan organisasi yang bertumbuh dan berkembang, faktor kebutuhan akan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki semangat dan rasa memiliki yang tinggi terhadap organisasi adalah sebuah keniscayaan. Hal tersebut tidak berlebihan, karena suatu perubahan pasti memerlukan langkah-langkah strategis dan perubahan tidak akan mungkin berhasil dilakukan dengan hanya mengubah sistem organisasi tanpa memperhatikan kesiapan SDM-nya.
Pandemi
telah mendorong semua pihak untuk mempercepat adopsi model kerja baru dan transformasi
teknologi. Transformasi teknologi merupakan hal yang penting sebagai respon
atas perubahan yang terjadi, akan tetapi dimensi SDM juga harus diperhatikan
karena akan menjadi faktor penentu keberhasilan perubahan tersebut.
SDM yang memiliki sifat unik diharapkan mampu melahirkan kompetensi inti
(core competence) bagi organisasi. Dengan kompetensi inti yang unik dan
tidak mudah ditiru tersebut diharapkan akan mampu menciptakan
keunggulan bersaing yang langgeng.
Merubah
Sense of Belonging menjadi Sense of Ownership
Organisasi
yang senantiasa mendukung setiap inovasi dan kreativitas seluruh SDM-nya akan
mendorong SDM-nya untuk melepaskan seluruh potensi, kemampuan dan energi mereka
demi kepentingan organisasi. Kebijakan pemberdayaan inilah yang akan mendorong
perubahan dari sense of belonging (rasa
memiliki yang bersifat pasif) menjadi sense
of ownership (rasa memiliki yang bersifat aktif yang diwujudkan dalam
bentuk inisiatif, keberanian mengambil tanggung jawab dan risiko serta
keinginan berbagi)
Sense of ownership harus senantiasa dibangun
sehingga organisasi mampu lebih cepat beradaptasi atas setiap tekanan dan
tantangan yang dihadapi. Sense of ownership yang kuat dari SDM akan
menciptakan sense of responsibility (rasa
tanggung jawab) dan upaya yang tulus dalam memberikan kemampuan terbaiknya
kepada organisasi. Oleh karena itu, organisasi perlu
mengupayakan pembangunan sense of ownership antara lain melalui:
Pertama, keterlibatan dalam membangun visi dan misi
organisasi. Visi dan misi organisasi menggambarkan mengapa, apa dan bagaimana
pencapaian tujuan dan kinerja organisasi. Keterlibatan SDM dalam penyusunan
visi dan misi organisasi akan meningkatan partisipasi, meningkatkan rasa
memiliki dan mengikis kesenjangan antara pimpinan dengan karyawan.
Kedua, pemberdayaan SDM. Pemberdayaan dilakukan dengan
memberikan otonomi kepada SDM untuk menjalankan perannya. Pemberdayaan akan
memantik SDM untuk melepaskan seluruh potensi, kemampuan dan energi yang
dimiliki untuk kepentingan organisasi. Kunci pemberdayaan adalah kepercayaan
organisasi yang diberikan kepada SDM sehingga memunculkan iklim yang kondusif
dalam berkontribusi bagi organisasi. Pemberdayaan akan menumbuhkan komitmen
bagi SDM sehingga akan meningkatkan sense
of ownership.
Ketiga, keterbukaan informasi dan transparansi. Manajemen
dan SDM harus senantiasa secara terbuka melakukan komunikasi melalui media yang
mudah diakses sehingga memungkikan SDM memberikan masukan konstruktif atas
kebijakan-kebijakan yang akan diambil. Transparansi yang dilakukan organisasi
juga akan memunculkan keterlibatan lebih dari SDM terhadap organisasi.
Keempat, akuntabilitas dan apresiasi. Organisasi harus menyusun kriteria kinerja yang tepat sehingga dapat diukur. Akuntabilitas akan memunculkan integritas pada SDM sehingga SDM lebih bertanggungjawab dan berkomitmen dalam memenuhi target kinerja yang telah ditetapkan. Selain itu, guna meningkatkan motivasi SDM, organisasi perlu menetapkan kebijakan pemberian penghargaan atas capaian positif dari mereka. Hal ini selain sebagai bentuk bahwa organisasi hadir, juga sebagai penyemangat agar SDM menjadi semakin loyal dan produktif..
Pada akhirnya, sense of ownership akan memunculkan komitmen untuk memberikan kinerja terbaik dan memberikan dampak positif bagi organisasi. Sense of ownership dengan didukung karakter positif akan mampu mendukung organisasi fokus ke masa depan dengan menikmati masa-masa tantangan saat ini untuk selanjutnya mengembangkan kekuatan agar tetap dapat maju, bertumbuh, dan berkembang. Sebagai penutup, penulis ingin membagikan sebuah quote dari Pat Susan Summit, seorang Pelatih Kepala Tim Bola Basket Amerika, "Responsibility equals accountability equals ownership. And a sense of ownership is the most powerful weapon a team or organization can have". (Penulis: Agus Budianta)