Minggu ketiga bulan Juli yang lalu, Penulis mendapatkan pesan di grup whatsapp angkatan kuliah semasa menimba ilmu di Prodip (PKN STAN) tentang salah satu kuliner yang
sedang bikin heboh grup angkatan. Seorang teman yang bertugas pada salah satu
unit vertikal Kemenkeu di Yogyakarta membagikan postingan mengenai kuliner bakpia
kukus. Haaa, bakpia kukus? Sebentar sebentar sebentar, bakpia kukus? Kagak
salah ente bro? Yap, benar. Lahhh bakpia kan biasanya di panggang, kulitnya
jadi garing dan isinya, baik kacang ijo, coklat, maupun isian yang lain menjadi
empuk dan menyatu dengan lidah. Lhaa bakpia yang udah settle dengan singgasana “panggangan”
kok sekarang malah dikukus? Dapat wangsit darimana itu yang memasaknya?
Pemikiran anda semua sama seperti pemikiran penulis. Kemunculan
bakpia kukus bisa dianggap sebagai “penistaan” sebab si bakpia dipisahkan dari asli
identitas sebelumnya dan mendapatkan identitas baru.
Kawan saya mengakui, kalo bakpia kukus tuh rasanya enak. Dia
bertestimoni bahwa nggak ada yang salah dengan cita rasa sempalan salah satu
kuliner legendaris itu. Oleh karena itu, nggak salah kalau saat ini bakpia
kukus menjadi salah satu opsi oleh-oleh khas Jogja. Hmmm…okelah kalo begitu.
Sebenarnya dalam hal ini si bakpia kukus nggak sendirian.
Ada satu kuliner khas daerah Banyumas yang bernasib sama dengan si bakpia, yaitu
mendoan. Baik bakpia maupun mendoan saat ini sudah banyak “melenceng dari
khittahnya”, dipisahkan dari ciri khas mereka sendiri. Aslinya, mendoan adalah tempe goreng tepung setengah matang (half
done). Namanya aja mendoan, yang dalam dialek ngapak Banyumasan akronim itu merupakan singkatan dari mendo-mendo
dipangan, yang kurang lebih artinya ‘masih
belum matang, sudah dimakan’. Tapi para produsen gorengan telah mem-face off mendoan
asli menjadi tempe yang dilumuri tepung dan menggorengnya sampai matang (well
done). Mendoan yang dulunya lembek dan unyu-unyu, disulap menjadi mendoan yang kempripik dan kriuk-kriuk. Tapi rasanya tetap enak tuh. Dan pangsa pasarnya juga ada. Terbukti dari eksistensinya, walaupun pada
awalnya dipandang sebagai pengkhianatan terhadap originialitas mendoan setengah
matang (half done).
Fenomena bakpia kukus maupun eksistensi mendoan well done merupakan salah satu bentuk inovasi terhadap salah satu produk yang sudah “dianggap” settle. Apa yang dianggap baik-baik saja di suatu masa, ternyata masih menyisakan ruang untuk dieksplore dan digali lebih dalam. Para pencetus ide bakpia kukus dan mendoan well done mungkin termasuk out of the box idea creator. Mungkin pada masa dicetuskannya mendoan well done, banyak mendatangkan cibiran dan pandangan miring, mosok mendoan kok matang 100 persen dan garing, lhaa kan aneh. Namun ternyata hal yang dianggap aneh itu, saat ini bisa diterima oleh pasar dan menjadi salah satu diversivikasi kuliner saat ini.
JIka direfleksikan pada tusi DJKN, khususnya pemanfaatan BMN, sudah saatnya pemikiran-pemikiran out of the box dicetuskan oleh jajaran DJKN untuk ditularkan kepada satker sebagai pengguna BMN. Kreativitas dalam memanfaatkan BMN idle agar menjadi diversifikasi atas asset utility perlu untuk ditingkatkan, agar tidak hanya bertumpu pada satu atau dua jenis pemanfaatan saja, pemanfaatan yang terkesan rutinitas dan itu-itu saja. Pemanfaatan asset BMN dapat lebih diekspansi dan dieksplorasi sehingga tercipta opsi-opsi pemanfaatan lain yang lebih optimal, tentunya masih dalam koridor perundang-undangan. Apa yang dipandang sebelah mata pada hari ini, mungkin akan menjadi salah satu inovasi dan produk unggulan di masa yang akan datang. So, jangan berhenti untuk berinovasi ya guys...