Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Jakarta V > Artikel
DESAIN LELANG YANG EFISIEN DALAM RANGKA MENGOPTIMALKAN PNBP LELANG
Wahyu Hidayat
Rabu, 19 Agustus 2020   |   503 kali

Pandemi Corona Virus Disease Tahun 2019 (Covid-19) mengakibatkan kontraksi ekonomi yang sangat dalam di tahun 2020. Defisit perubahan APBN Tahun 2020 diperkirakan mencapai 5,07% dari PDB, penerimaan perpajakan tumbuh negatif 5,4% dan PNBP tumbuh negatif 26,9%. Lembaga Lelang yang merupakan institusi tertua di DJKN bersama-sama dengan Piutang Negara diharapkan dapat menghasilkan PNBP pada tahun 2020 berupa Bea Lelang dan Bea Administrasi Pengurusan Piutang Negara sebesar Rp570 Miliar.

Dalam masa resesi ekonomi seperti sekarang ini, diperlukan terobosan baru dalam pelaksanaan lelang yang dapat mengoptimalkan penerimaan negara. Salah satu lelang yang dianggap berhasil dan sering menjadi bahan kajian akademis di antara para ekonom adalah lelang yang dilaksanakan oleh Pemerintah Inggris atas penjualan saluran frekuensi generasi ketiga (3G) di tahun 2000. Sebanyak 22,5 miliar poundsterling atau 34 miliar dollar AS adalah jumlah uang yang sangat besar dalam penjualan saluran frekuensi telekomunikasi. Itulah uang yang berhasil diraih oleh Pemerintah Inggris dalam lelang atas lima saluran ijin frekuensi. Lelang tersebut dilaksanakan dari tanggal 6 Maret s.d. 27 April 2000, dan sering disebut sebagai lelang terbesar yang pernah dilaksanakan (selain lelang Kerajaan Romawi oleh Tentara Praetorian, saat Tentara Praetorian membunuh Pertinax (Raja Romawi), dan Didius Julianus memenangkan lelang tersebut dan menjadi Raja Romawi di tahun 193/195 Masehi).

Pada tahun 1997, terdapat empat perusahaan telepon seluler yang beroperasi di Inggris dengan menggunakan teknologi 2G, yaitu Cellnet, One-2-One, Orange, dan Vodefone. British Telecom, perusahaan milik negara Inggris telah diprivatisasi saat pemerintahan Perdana Menteri Margaret Thatcher. British Telecom memiliki saham kepemilikan sebesar 60% di Cellnet dan meningkat menjadi 100% di tahun 1999. Proporsi populasi di Inggris yang menggunakan telepon seluler meningkat sangat cepat, dan seperti di beberapa negara lain di dunia, industri telepon seluler dianggap sebagai bisnis yang cukup sukses, bahkan menjadi industri yang sangat penting saat diperkenalkan generasi ketiga dari telepon seluler yang bisa mengakses data kecepatan tinggi melalui internet.

Ronald Coase, ahli ekonomi Inggris sejak tahun 1959 dan ahli ekonomi lainnya (antara lain William Vickrey) telah menyarankan untuk melaksanakan lelang atas saluran frekuensi telekomunikasi. United Stated Federal Communications Commission (FCC) atau Komisi yang menangani Komunikasi di Amerika Serikat pernah melakukan lelang saluran frekuensi telekomunikasi untuk izin telepon di tahun 1994. FCC menggunakan model lelang simultan yang semakin meningkat (simultaneous ascending auction) yang pertama kali dirancang oleh William Vickrey pada tahun 1976. Model lelang tersebut kemudian dikembangkan oleh McAfee, Milgrom dan Wilson. Model lelang simultan yang semakin meningkat kurang lebih sama dengan model lelang semakin meningkat (ascending auction) yang biasa dilakukan saat penjualan lukisan atau benda seni di Balai Lelang Sotheby's atau Balai Lelang Christies. Yang membedakan adalah beberapa objek dijual dalam saat yang bersamaan, dengan harga yang semakin meningkat di tiap objek, dan setiap objek dinyatakan terjual saat tidak ada lagi dari peserta yang mengajukan penawaran. Lelang yang dilakukan FCC ini berjalan dengan baik dan menghasilkan 20 miliar dollar dalam serangkaian pelaksanaan lelang pertama. Hasil ini dua kali lipat dari perkiraan awal. Lelang tersebut telah menarik minat dan perhatian dari sebagian besar media di Amerika pada waktu itu.   

Inggris melaksanakan lelang ijin frekuensi telekomunikasi Generasi Ketiga (3G) setelah Amerika sukses melaksanakannya. Ijin penggunaan saluran telekomunikasi Generasi Kedua (2G) yang dimiliki Inggris pada mulanya dilaksanakan dengan menggunakan metode pemilihan mitra atau disebut juga "beauty contest". Metode pemilihan mitra dilakukan dengan cara setiap calon mitra menyampaikan rencana bisnis kepada komite pemerintah, kemudian komite pemerintah akan melakukan penilaian untuk menentukan kandidat calon mitra yang paling memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh komite pemerintah. 

A. Lelang vs Beauty Contest

Adapun keunggulan menggunakan metode lelang pada penjualan ijin frekuensi telekomunikasi antara lain sebagai berikut:

  • Yang paling penting, desain lelang yang baik adalah cara mengalokasikan sumber daya-sumber daya yang tersedia kepada para pihak dengan hasil yang paling tinggi. Lelang akan memaksa para pengusaha untuk menempatkan uang yang dimiliki saat mengajukan penawaran. Pengusaha yang memiliki rencana bisnis yang baik dan dana yang paling tinggi yang akan menjadi pemenang. Para pihak akan berusaha mencari dan menggunakan segala informasi yang terkait untuk digunakan dalam proses lelang.
  • Dalam proses pemilihan mitra, perlu upaya dalam menentukan spesifikasi dan persyaratan lelang yang tentunya akan menghabiskan waktu dan tenaga. Proses pemilihan mitra mungkin juga akan menimbulkan intrik politik, hukum, dan kontroversi lainnya serta proses yang belum jelas. Belum lagi adanya persepsi negatif dalam proses pemilihan mitra, seperti adanya korupsi dan kolusi.
  • Lelang dapat menghasilkan uang yang cukup banyak untuk mendukung pembiayaan publik. Lelang di Inggris dapat menghasilkan 2,5% dari Gross National Product (GNP) atau cukup untuk membangun 400 rumah sakit baru. Hasil lelang untuk penjualan frekuensi 3G ini cukup besar apabila dibandingkan dengan metode pemilihan mitra pada ijin saluran telekomunikasi sebelumnya (Generasi Kedua), hanya menghasilkan 40.000 poundsterling. 

B. Keberatan terkait Lelang

Terdapat beberapa hal atau keberatan bagi sebagian pihak terhadap metode lelang dalam penjualan saluran frekuensi telekomunikasi ini. Semua keberatan tersebut adalah mispersepsi yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Paksaan Untuk Menawar (Force to Bid)

Argumen pertama bahwa metode lelang tidak fair karena perusahaan dipaksa untuk menawar. Adalah benar bahwa inkumben operator seluler mungkin merasa dipaksa untuk memenangkan ijin frekuensi baru. Sedangkan sudah banyak uang yang dikeluarkan untuk investasi di teknologi yang lama yang tentunya nilainya akan berkurang dengan adanya teknologi baru. Harga lelang dari suatu ijin frekuensi ditentukan dari kenaikan penawaran yang diajukan oleh penawar lain. Dan di beberapa negara seperti UK, Jerman, Italia, lelang atas ijin frekuensi telekomunikasi dimenangkan oleh penawar yang merupakan perusahaan baru, yang tidak memiliki beban jika tidak ditunjuk sebagai pemenang. Tentu saja perusahaan tersebut akan menanggung resiko yang besar, resiko yang sama seperti jika perusahaan tersebut berinvestasi dalam mengembangkan model pesawat baru atau jenis obat baru. 

b. Efek Harga (Price Effect)

Yang paling ditakutkan dari lelang ijin frekuensi adalah harga dan biaya-biaya dari lelang tersebut akan dibebankan seluruhnya kepada pelanggan/masyarakat dalam bentuk kenaikan harga. Hal ini benar jika lelang frekuensi tersebut untuk mendapatkan harga royalti, karena royalti pada dasarnya adalah pajak yang dikenakan atas setiap penggunaan barang/hak. Biaya pajak royalti tersebut oleh produsen akan dibebankan kepada pelanggan. Contoh penggunaan royalti adalah pajak atas pemakaian bensin, rokok, atau Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). 

Lain halnya untuk bisnis telekomunikasi, dalam lelang atas ijin penggunaan frekuensi telekomunikasi, perusahaan akan membayar harga keseluruhan (lump-sum payments). Harga Lump sum adalah uang yang dibayarkan sekaligus dalam satu waktu. Sedangkan pembebanan tarif telekomunikasi kepada pelanggan, akan didasarkan pada harga yang akan memaksimalkan keuntungan bagi perusahaan, tanpa memperhatikan biaya perolehan spektrum di masa lalu. Penjelasannya adalah sebagai berikut. Jika pada tahun ini telah ditetapkan harga jual atas penggunaan teknologi telepon seluler generasi terbaru (misalnya 5G), dan harga jual tersebut tentunya sudah mempertimbangkan keuntungan yang paling maksimal bagi perusahaan. Jika Pemerintah tiba-tiba mengembalikan biaya ijin frekuensi saluran telekomunikasi kepada Perusahaan, apakah harga akan berubah? Jika asumsi lain tetap (cateris paribus), harga akan tetap sama, karena perusahaan akan bertindak tidak rasional untuk menurunkan harga jual di bawah harga pasar. Hasil dari pengembalian biaya ijin dari Pemerintah tersebut adalah berupa kenaikan keuntungan bagi pemegang saham (dividen). 

Contoh sederhana lagi adalah harga properti. Harga dari suatu properti rumah baru tidak akan lebih rendah dari saat pengembang mendapatkan keuntungan dari perolehan properti di bawah harga pasar (misalnya, pengembang mendapatkan lahan dari warisan). Atau harga dari properti rumah baru juga tidak akan lebih rendah dari saat pengembang membayar dengan harga penuh semua biaya perolehan lahan maupun pembangunan properti perumahan sesuai harga pasar yang berlaku. Hal ini disebabkan karena harga properti baru ditentukan berdasarkan harga pasar saat rumah baru tersebut dijual.

c. Efek Investasi (Investment Effects)

Terakhir adalah biaya lelang yang besar akan memperlambat investasi karena hambatan pasar modal. Secara teori hal ini mungkin terjadi, tetapi ini biasanya tidak terjadi pada investasi yang sangat tinggi keuntungannya, potensi memperoleh keuntungan akan hilang jika sulit memperoleh dana pembiayaan. Bahkan, 4 dari 5 pemenang lelang ijin frekuensi telekomunikasi milik Pemerintah Inggris, termasuk perusahaan baru, telah mendapatkan sumber pembiayaan yang dibutuhkan. 

C. Tujuan Lelang

Dalam kesempatan tanya jawab antara pemerintah Inggris dengan parlemen, Barbara Roche selaku Menteri Perdagangan, Perindustrian dan Perusahaan Kecil (Minister for Small Firms, Trade and Industry) menjelaskan bahwa pelaksanaan lelang ijin penggunaan frekuensi dengan teknologi UMTS (Universal Mobile Telecommunication System) atau disebut juga teknologi generasi ketiga (3G), tujuan Pemerintah secara keseluruhan adalah menjamin dalam jangka panjang kesejahteraan bagi konsumen dan ekonomi nasional, perkembangan ekonomi yang paling menguntungkan bagi masyarakat dan negara, dan penyediaan layanan UMTS yang berkelanjutan di Inggris. Sesuai dengan tujuan keseluruhan ini, lelang diharapkan mewujudkan pemanfaatan spektrum UMTS yang tersedia dengan efisiensi yang optimal; mempromosikan persaingan yang efektif dan berkelanjutan; dan merancang suatu pelaksanaan lelang yang dinilai paling baik untuk mewujudkan nilai ekonomi penuh bagi konsumen, industri, dan para wajib pajak.

Dari instruksi Pemerintah Inggris tersebut jelas bahwa pertimbangan efisiensi lebih diutamakan daripada pendapatan. Efisiensi di sini maksudnya adalah menyerahkan ijin frekuensi kepada penawar yang memiliki rencana bisnis paling baik, dan Penawar yang memiliki rencana bisnis terbaik tentunya akan menilai suatu ijin frekuensi dengan nilai yang lebih tinggi. Setiap penawar memiliki persepsi nilai yang berbeda-beda dan setiap penawar jika ditanya tentunya akan bertahan bahwa nilai mereka sudah yang paling tinggi. Metode lelang akan mempertemukan para penawar tersebut. Jadi, tujuan utama Lelang frekuensi 3G yaitu efisiensi akan berkaitan langsung dengan pendapatan yang merupakan tujuan terakhir dari Pemerintah Inggris.  

Pada musim gugur tahun 1997, Pemerintah Inggris meminta ahli ekonomi untuk mendesain Lelang 3G.

Bagaimana para ahli ekonomi di Inggris mendesain suatu lelang yang efisien dan optimal, isu-isu apa yang dihadapi dan cara mengatasinya, serta bagaimana hasil lelangnya, akan disampaikan dalam artikel berikutnya.

Referensi:

  1. Ken Binmore dan Paul Klemperer, The Biggest Auction Ever: The Sale of the British 3G Telecom Licenses, The Economic Journal, Vol. 112, 2002;
  2. Isa Rachmatarwata, Peranan dan Respon DJKN Dalam Pemulihan Ekonomi Nasional, Townhall Meeting Rakernas DJKN 2020.
Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini