Denpasar – Menteri Keuangan Sri Mulyani
mengungkapkan tiga kondisi yang mendasari pertumbuhan ekonomi yang didukung
oleh ekonomi digital dan fintech di Indonesia. Pertama, sekitar 30% GDP adalah
ekonomi Indonesia telah berbasis digital dan lebih dari 55% rakyat Indonesia
adalah Gen Z dan Millenial yang notabene merupakan digital native. Kedua,
penetrasi internet di Indonesia walaupun masih dalam level rendah namun mulai
tumbuh 15-20%, yang mana lebih tinggi dari pada pertumbuhan ekonomi. Ketiga,
pandemi memaksa orang untuk beralih ke ekonomi digital, baik dari sisi
permintaan maupun penawaran.
Hal ini disampaikannya saat 4th Indonesia Fintech Summit
(IFS) 2022 sebagai rangkaian acara G20 pada Jumat, (11/11) ruang konferensi
hotel Padma, Legian, Bali.
“Untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi berdasarkan ekonomi digital dan fintech, pemerintah mengembangkan
kapasitas sumber daya manusia baik dari sisi pembiayaan maupun kurikulum studi
agar dapat menjadi generasi yang siap menggunakan teknologi dan penyediaan
infrastruktur digital yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat baik di
wilayah perkotaan maupun pedesaan di Indonesia,” ungkapnya.
Acara ini mengangkat tema "Moving Forward Together The
Role of Digital Finance & Fintech in Promoting Resilient Economic Growth
and Financial Stability” dengan moderator Kepala Asosiasi Fintech Indonesia
(AFTECH) Pandu Patria Sjahrir yang menghadirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, dan Deputi Senior
Gubernur Bank Indonesia Destry Damayanti sebagai narasumber.
Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Destry Damayanti
mengatakan peran penting fintech dalam mendukung pertumbuhan ekonomi lebih kuat
dan tahan banting. “Di Indonesia, peluang untuk pertumbuhan ekonomi dan
keuangan digital sangat besar,” ungkapnya. Berdasarkan data terkini dari google
report, lanjutnya, lebih dari 30% GDP Indonesia berbasis keuangan digital.
Melihat populasi masyarakat Indonesia sekitar 237 juta jiwa yang mayoritas
terdiri dari golongan usia muda, potensi perkembangan teknologi informasi
sangat tinggi. Dengan perkembangan teknologi informasi, penetrasi keuangan
digital juga tidak hanya di perkotaan, namun juga sampai ke desa-desa dan
menyentuh seluruh tatanan masyarakat. Dengan itu, target inklusifitas ekonomi
dapat tercapai dengan lebih cepat.
Sedangkan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkapkan
tiga hal yang menjadi pertimbangan dalam perkembangan fintech di Indonesia.
Pertama, jarak antara inklusi dan literasi keuangan yang menyempit, lebih
banyak orang memiliki akses ke jasa keuangan. Indonesia akan lebih membutuhkan
solusi yang lebih kreatif, customized, dan dapat dipercaya dari operator jasa
keuangan. Kedua, tipe jasa keuangan yang ada menuju solusi yang lebih
konvergen: multi apps, super apps, semua solusi keuangan di satu aplikasi. “Diperlukan
regulasi dan kebijakan yang dapat mengakomodasi perubahan ini,” ungkapnya. Terakhir,
Mahendra menyatakan pentingnya peran regulator dalam menyediakan kepastian
hukum dan layanan yang sah agar fintech di Indonesia dapat mengikuti
perkembangan.