Setiap hari raya keagamaan di semua agama pasti
mengandung arti/filosofi tersendiri. Salah satu hari raya umat Hindu Bali yaitu
Shivaratri (baca : Siwaratri) adalah hari suci yang dirayakan setahun sekali selama Tilem atau bulan mati ketujuh sesuai kalender Hindu Bali dengan melaksanakan pemujaan terhadap
Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa.
Kata Siwaratri sendiri berasal dari kata
“Siwa” dan “Ratri”. Di mana Siwa berarti dewa atau dalam bahasa sansekerta berarti
jenis, penuh harapan dan pemaaf, dan Ratri malam atau kegelapan. Jadi kalau
dirangkai menjadi kata 'Siwaratri' yang berarti puncak malam.
Makna Siwaratri sendiri tidak lepas dari
cerita Lubdaka yang ditulis oleh Mpu Tanakung, yaitu merupakan momen atau malam
yang baik untuk introspeksi diri merenungkan segala dosa untuk masa depan yang
lebih baik. Pada malam renungan seyogyanya dilakukan evaluasi diri atau
introspeksi terhadap perbuatan di masa lalu dan permohonan dibebaskan dari
dosa.
Sehari sebelum malam Siwaratri, dilakukan ritual/brata yang mana umat
Hindu tidak tidur dan diharuskan melakukan beberapa fungsi keagamaan. Beberapa
kegiatan yang biasa dilakukan yaitu :
1.
Mona Brata adalah menahan diri dalam
kata-kata atau diam dan tidak berbicara. Ini untuk membiasakan berbicara dengan
kendali penuh, sehingga kata-kata yang tidak perlu tidak muncul. Ritual ini
berlangsung selama 12 jam dari pagi hingga malam, tepatnya pukul 06.00 hingga
18.00.
2.
Upawasa dilakukan selama 24 jam yaitu mengatur
makan dan minum, bermakna mengatur diri sendiri dari keterikatan duniawi
(warigya).
3. Jagra berarti kesadaran yang diwujudkan
dengan mengendalikan tidur atau terjaga. Makna jagra adalah agar panca indera
dibuka sepenuhnya dan diisi dengan ajaran suci untuk tetap mawas diri. Ritual
ini berlangsung selama 36 jam.
Masih banyak pemahaman masyarakat yang salah mengartikan siwaratri
sebagai malam tobat atau penghapusan dosa, padahal salah karena bertentangan
dengan ajaran agama Hindu yang meyakini hukum Karma Phala. Jadi tidak ada
penghapusan dosa, karena apa yang kita tabur, itulah yang kita tuai. Lebih
tepat memaknai malam Siwaratri sebagai waktu merenungi dosa-dosa, yang
seyogyanya dilakukan setiap hari sebagai pengingat untuk meningkatkan kualitas
hidup menjadi lebih baik.
(Muhamad Fur’qon//Ida Ayu Trisna Pariastini)