Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Mengenal Tone of The Top sebagai Alat Pengendalian Internal
Mochammad Teguh Ariyanto
Senin, 17 Mei 2021   |   7703 kali

Pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 940 Tahun 2017 tentang Kerangka Kerja Penerapan Pengendalian Internal dan Pedoman Pemantauan Internal di Lingkungan Kementerian Keuangan, diperkenalkan konsep three lines of defence : Manajemen, Unit Kepatuhan Internal (UKI), dan Inspektorat Jenderal (Itjen). Manajemen sebagai lini pertama, UKI berperan sebagai lini pertahanan kedua, dan Itjen sebagai lini pertahanan ketiga. Kementerian Keuangan memiliki alat-alat pengendalian yang cukup lengkap: whistle-blowing system, manajemen risiko, nilai-nilai kemenkeu, kode etik, uraian jabatan dan Standard Operating Procedures (SOP), Unit Pengendali Gratifikasi (UPG), dan sebagainya. Di antara alat pengendalian pada lini manajemen yang saat ini dipromosikan diantaranya : Tone of the Top, Walk The Talk, dan Know Your Employee. Bagian selanjutnya dari tulisan ini akan membahas mengenai tone of the top, apa pentingnya dan pelajaran yang dapat diambil.

Selama tahun 1990-an, harga pasar saham mengalami kenaikan yang dramatis. NASDAQ naik dari 329,8 pada Oktober 1990 ke rekor tertinggi dalam sejarah 5.048,62 pada Maret 2000 dan rata-rata Dow Jones Industrial naik dari 2.442,33 menjadi 9.928,82 pada periode waktu yang sama. Kenaikan dramatis dalam nilai pasar saham telah menyebabkan para pemangku kepentingan, seperti regulator dan investor, ragu-ragu untuk mempertanyakan dasar dan legitimasi kondisi pasar. Ketika sejumlah skandal perusahaan terkenal terungkap, terjadi kehilangan kepercayaan yang sangat besar. NASDAQ turun menjadi 1.114,11 pada Oktober 2002, kehilangan hampir 80% nilainya, sementara saham perusahaan di semua bursa secara kolektif kehilangan 7 triliun dollar nilai pasar. Yang menyakitkan, skandal ini mengungkap kesombongan yang meluas, penipuan, konflik kepentingan, perlakuan istimewa, dan kegagalan kolektif pihak-pihak yang ditugaskan untuk mengawasi dan menjaga kepercayaan publik.

Publik dan Kongres mempertanyakan di mana para pemimpin itu dan siapa yang memegang kendali. Sebagai tanggapan, Kongres mengeluarkan The Sarbanes-Oxley Act pada tahun 2002, menuntut akuntabilitas yang lebih besar dari dewan dan eksekutif puncak. Secara khusus, undang-undang ini menawarkan platform untuk mempopulerkan istilah "tone of the top", yang jelas merupakan elemen yang hilang dalam skandal yang disebutkan di atas.

Good Tone at the top

Tone at the top secara sederhana diartikan sebagai pernyataan, ekspresi, ucapan, kehendak, warna yang berasal dari pimpinan puncak. Para pemimpin secara terbuka mengkomunikasikan nilai-nilai yang dianutnya secara terbuka dan transparan kepada orang-orang di dalam dan di luar organisasi.

Delloite Forensic Centre menekankan tone of the top adalah elemen penting pengendalian internal dan tata kelola korporasi yang efektif. Tone of the top juga merupakan pondasi untuk mengembangkan budaya yang mendukung kepercayaan pegawai dan investor. Hal senada juga merupakan kesimpulan survey yang dilakukan oleh PricewaterhouseCoopers, bahwa tone of the top sangat penting dalam mengembangkan dan menjaga integritas etika bisnis. Dalam jangka panjang, tone of the top menjadi salah satu elemen penting yang berkontribusi dalam kesuksesan perusahaan (Staicu, 2013).

Ewwelt-Knauer, dkk (2020) meneliti pengaruh tone of the top (diwakili variabel aturan perusahaan dan tekanan kinerja) dan tone of the bottom dalam menentukan perilaku menyimpang karyawan. Ditemukan bahwa tone of the top lebih dapat menurunkan perilaku menyimpang karyawan. Tentu yang dimaksud adalah good tone of the top. Pemimpin yang tidak mempunyai niatan yang baik dan/atau tidak mengerti bagaimana menciptakan good tone of the top akan menggiring pada situasi-situasi buruk yang tidak inginkan organisasi.

Tone of the Top dan Walk The Talk (menjadi role model)

Tone of the top dalam prakteknya tidak dapat dipisahkan dengan walk the talk yang dapat diartikan secara sederhana sebagai konsistensi antara yang diucapkan dengan yang dijalankan. Dengan kata lain apa yang menjadi tone at the top mestinya secara nyata terjadi walk the talk. Apa yang terjadi jika tone at the top tidak sama dengan walk the talk? Priantara mengutip penelitian Englebrecht (2014) yang menyatakan ada hubungan positif antara kepercayaan kepada pemimpin dengan engagement di pekerjaan dan antara kepemimpinan yang beretika dengan kepercayaan kepada pemimpin. Secara eksplisit jika tone at the top tidak sama dengan walk the talk maka disebut sebagai hipokrit. Hipokrit di lingkungan kerja dapat menyebabkan pegawai berniat untuk memilih keluar dari pekerjaannya. Individu melihat kesesuaian perceived culture dan tindakan manajemen sebagai sumber dan keluaran untuk membandingkan konsistensi antara tone at the top dengan walk the talk. Menurut Priantara, pilihan keluar dari pekerjaan adalah cara individu melepaskan diri dari kemuakan hipokrit.

Pelajaran

Kementerian Keuangan mempunyai 5 nilai : Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan. Selanjutnya nilai ini dijabarkan ke dalam 10 Perilaku Utama Kementerian Keuangan. Setiap pemimpin di Kementerian Keuangan, di semua level manajer hendaknya memahami, selanjutnya mengingatkan kepada seluruh bawahannya akan nilai-nilai ini.

Tidak berhenti sampai di sini saja, pemimpin di Kementerian Keuangan juga hendaknya menjadi yang terdepan dalam memberikan keteladanan dalam pengejawantahan nilai-nilai tersebut dalam perilaku keseharian. Ketika Pelayanan menjadi salah satu nilai, maka mind set melayani dan benar-benar menjadi pelayan publik hendaknya tercermin dalam perilaku sehari-hari seorang pemimpin.

Bawahan mencari arahan dari atasannya. Seorang manajer harus sadar akan sinyal yang dikirimkan kepada bawahannya. Menciptakan good tone of the top akan mengurangi risiko munculnya korupsi dan meningkatkan loyalitas dan moral. Mencegah korupsi adalah bisnis yang baik, dan itu dimulai dari atas.

Disusun oleh: Januardo S., Kepala Seksi Kepatuhan Internal KPKNL Bukittinggi.

Referensi:

Association of Certified Fraud Examiner. Tone at The Top: How Management Can Prevent Fraud In The Workplace. https://www.acfe.com/uploadedFiles/ACFE_Website/Content/documents/tone-at-the-top-research.pdf . Diakses pada 3 Mei 2021;

Deloitte. 2015. Tone at the top: The first ingredient in a world-class ethics and compliance program.

Diaz Priantara. https://www.wartaekonomi.co.id/read111318/memaknai-tone-at-the-top-dan-walk-the-talk-dengan-konsep-hipokrit. Diakses pada 13 April 2021;

Ewelt‑Knauer, Corinna, Anja Schwering, dan Sandra Winkelmann. 2020. Doing Good by Doing Bad: How Tone at the Top and Tone at the Bottom Impact Performance‑Improving Noncompliant Behavior. Springer Journal  of Business Ethics;

Inspektorat IV Itjen Kemenkeu. Materi sosialisasi peningkatan integritas dan penguatan peran UKI. Disampaikan pada 19 November 2020;

PricewaterhouseCoopers. Tone from The Top: Transforming words into action.

Staicu, Anca Monica, Raluca Iulia Tatomir, dan Aurora Costina Lincă . 2013. Determinants and Consequences of “Tone at the Top”. International Journal of Advances in Management and Economics.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini