Pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor
940 Tahun 2017 tentang Kerangka Kerja Penerapan Pengendalian Internal dan
Pedoman Pemantauan Internal di Lingkungan Kementerian Keuangan, diperkenalkan konsep
three lines of defence : Manajemen, Unit
Kepatuhan Internal (UKI), dan Inspektorat Jenderal (Itjen). Manajemen sebagai
lini pertama, UKI berperan sebagai lini pertahanan kedua, dan Itjen sebagai
lini pertahanan ketiga. Kementerian Keuangan memiliki alat-alat pengendalian yang
cukup lengkap: whistle-blowing system,
manajemen risiko, nilai-nilai kemenkeu, kode etik, uraian jabatan dan Standard Operating Procedures (SOP), Unit
Pengendali Gratifikasi (UPG), dan sebagainya. Di antara alat pengendalian pada
lini manajemen yang saat ini dipromosikan diantaranya : Tone of the Top, Walk
The Talk, dan Know Your Employee. Bagian selanjutnya dari tulisan ini akan membahas mengenai tone of
the top, apa pentingnya dan pelajaran yang dapat diambil.
Selama tahun 1990-an, harga pasar
saham mengalami kenaikan yang dramatis. NASDAQ naik dari 329,8 pada Oktober
1990 ke rekor tertinggi dalam sejarah 5.048,62 pada Maret 2000 dan rata-rata Dow
Jones Industrial naik dari 2.442,33 menjadi 9.928,82 pada periode waktu yang
sama. Kenaikan dramatis dalam nilai pasar saham telah menyebabkan para pemangku
kepentingan, seperti regulator dan investor, ragu-ragu untuk mempertanyakan
dasar dan legitimasi kondisi pasar. Ketika sejumlah skandal perusahaan terkenal
terungkap, terjadi kehilangan kepercayaan yang sangat besar. NASDAQ turun
menjadi 1.114,11 pada Oktober 2002, kehilangan hampir 80% nilainya, sementara
saham perusahaan di semua bursa secara kolektif kehilangan 7 triliun dollar nilai
pasar. Yang menyakitkan, skandal ini mengungkap kesombongan yang meluas,
penipuan, konflik kepentingan, perlakuan istimewa, dan kegagalan kolektif pihak-pihak
yang ditugaskan untuk mengawasi dan menjaga kepercayaan publik.
Publik dan Kongres mempertanyakan
di mana para pemimpin itu dan siapa yang memegang kendali. Sebagai tanggapan,
Kongres mengeluarkan The Sarbanes-Oxley
Act pada tahun 2002, menuntut akuntabilitas yang lebih besar dari dewan dan
eksekutif puncak. Secara khusus, undang-undang ini menawarkan platform untuk mempopulerkan istilah
"tone of the top", yang
jelas merupakan elemen yang hilang dalam skandal yang disebutkan di atas.
Good Tone at the top
Tone at the top secara sederhana diartikan sebagai pernyataan,
ekspresi, ucapan, kehendak, warna yang berasal dari pimpinan puncak. Para
pemimpin secara terbuka mengkomunikasikan nilai-nilai yang dianutnya secara
terbuka dan transparan kepada orang-orang di dalam dan di luar organisasi.
Delloite Forensic Centre menekankan tone of the top adalah elemen penting pengendalian internal dan
tata kelola korporasi yang efektif. Tone
of the top juga merupakan pondasi untuk mengembangkan budaya yang mendukung
kepercayaan pegawai dan investor. Hal senada juga merupakan kesimpulan survey
yang dilakukan oleh PricewaterhouseCoopers,
bahwa tone of the top sangat penting
dalam mengembangkan dan menjaga integritas etika bisnis. Dalam jangka panjang, tone of the top menjadi salah satu
elemen penting yang berkontribusi dalam kesuksesan perusahaan (Staicu, 2013).
Ewwelt-Knauer, dkk (2020)
meneliti pengaruh tone of the top (diwakili variabel aturan perusahaan dan
tekanan kinerja) dan tone of the bottom
dalam menentukan perilaku menyimpang karyawan. Ditemukan bahwa tone of the top lebih dapat menurunkan
perilaku menyimpang karyawan. Tentu yang dimaksud adalah good tone of the top.
Pemimpin yang tidak mempunyai niatan yang baik dan/atau tidak mengerti
bagaimana menciptakan good tone of the top akan menggiring pada situasi-situasi
buruk yang tidak inginkan organisasi.
Tone of the Top dan Walk The Talk (menjadi role
model)
Tone of the top dalam prakteknya tidak dapat dipisahkan dengan walk the talk yang dapat diartikan secara
sederhana sebagai konsistensi antara yang diucapkan dengan yang dijalankan. Dengan
kata lain apa yang menjadi tone at the
top mestinya secara nyata terjadi walk
the talk. Apa yang terjadi jika tone at the top tidak sama dengan walk the
talk? Priantara mengutip penelitian Englebrecht (2014) yang menyatakan ada
hubungan positif antara kepercayaan kepada pemimpin dengan engagement di pekerjaan dan antara kepemimpinan yang beretika dengan
kepercayaan kepada pemimpin. Secara eksplisit jika tone at the top tidak sama dengan walk the talk maka disebut sebagai hipokrit. Hipokrit di lingkungan
kerja dapat menyebabkan pegawai berniat untuk memilih keluar dari pekerjaannya.
Individu melihat kesesuaian perceived
culture dan tindakan manajemen sebagai sumber dan keluaran untuk
membandingkan konsistensi antara tone at
the top dengan walk the talk. Menurut Priantara, pilihan keluar dari pekerjaan adalah cara
individu melepaskan diri dari kemuakan hipokrit.
Pelajaran
Kementerian Keuangan mempunyai 5 nilai : Integritas, Profesionalisme,
Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan. Selanjutnya nilai ini dijabarkan
ke dalam 10 Perilaku Utama Kementerian Keuangan. Setiap pemimpin di Kementerian
Keuangan, di semua level manajer hendaknya memahami, selanjutnya mengingatkan
kepada seluruh bawahannya akan nilai-nilai ini.
Tidak berhenti sampai di sini
saja, pemimpin di Kementerian Keuangan juga hendaknya menjadi yang terdepan
dalam memberikan keteladanan dalam pengejawantahan nilai-nilai tersebut dalam
perilaku keseharian. Ketika Pelayanan menjadi salah satu nilai, maka mind set melayani dan benar-benar
menjadi pelayan publik hendaknya tercermin dalam perilaku sehari-hari seorang
pemimpin.
Bawahan mencari arahan dari atasannya. Seorang manajer harus sadar akan sinyal yang dikirimkan kepada bawahannya. Menciptakan good tone of the top akan mengurangi risiko munculnya korupsi dan meningkatkan loyalitas dan moral. Mencegah korupsi adalah bisnis yang baik, dan itu dimulai dari atas.
Disusun oleh:
Januardo S., Kepala Seksi Kepatuhan Internal KPKNL Bukittinggi.
Referensi:
Association of Certified Fraud Examiner. Tone at The Top: How
Management Can Prevent Fraud In The Workplace. https://www.acfe.com/uploadedFiles/ACFE_Website/Content/documents/tone-at-the-top-research.pdf
. Diakses pada 3 Mei 2021;
Deloitte. 2015. Tone at the
top: The first ingredient in a world-class ethics and compliance program.
Diaz Priantara. https://www.wartaekonomi.co.id/read111318/memaknai-tone-at-the-top-dan-walk-the-talk-dengan-konsep-hipokrit. Diakses pada 13 April 2021;
Ewelt‑Knauer, Corinna, Anja Schwering, dan
Sandra Winkelmann. 2020. Doing Good
by Doing Bad: How Tone at the Top and Tone
at the Bottom Impact Performance‑Improving Noncompliant Behavior.
Springer Journal of Business Ethics;
Inspektorat IV Itjen Kemenkeu. Materi sosialisasi peningkatan
integritas dan penguatan peran UKI. Disampaikan pada 19 November 2020;
PricewaterhouseCoopers. Tone from The Top: Transforming words into
action.
Staicu, Anca Monica, Raluca Iulia Tatomir, dan Aurora Costina Lincă . 2013. Determinants and Consequences of “Tone at the Top”. International Journal of Advances in Management and Economics.