Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Pengaruh Faktor Lokasi Terhadap Nilai Tanah di Kota Bukittinggi Tahun 2019
Mochammad Teguh Ariyanto
Senin, 29 Maret 2021   |   1466 kali

Selain sebagai Kota Wisata, Kota Bukittinggi telah menjadi kota titik perlintasan dari Jalur Lintas Tengah Sumatera serta jalur penghubung antara Jalur Lintas Tengah dengan Jalur Lintas Timur Sumatera. Kota Bukittinggi juga menjadi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dari beberapa Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang berada di Provinsi Sumatera Barat dan daerah Provinsi lainnya seperti Sumatera Utara dan Riau. Di Bukittinggi terdapat tiga pasar yang menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat, yaitu Pasar Atas, Pasar Bawah, dan Pasar Aur Kuning. Luas Kota Bukittinggi adalah ± 25,239 Km2 (2.523,90 ha) atau sekitar 0,06 persen dari luas Propinsi Sumatera Barat. Wilayah administrasi Kota Bukittinggi terbagi menjadi 3 kecamatan dan meliputi 24 kelurahan. Dengan banyaknya aktivitas ekonomi yang terjadi di kota ini, tidak mengherankan jika permintaan tanah di Kota Bukittinggi juga tinggi dan harga tanah di kota ini menjadi mahal.

Harga jual tanah memiliki hubungan yang sangat menarik dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sangat banyak ditemukan aktivitas manusia di atas bumi yang bergantung pada tanah, baik untuk kebutuhan sandang, pangan, maupun papan. Tanah digunakan dalam segala kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti tempat tinggal, bercocok tanam, membuka tempat usaha, maupun kegiatan lainnya. Namun, bertambahnya jumlah penduduk tidak seiring dengan pertambahan jumlah lahan yang bisa digunakan.

Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian pada saat tertentu. Salah satu pendekatan penilaian yang paling sering digunakan dalam kegiatan penilaian adalah pendekatan data pasar. Penilaian dengan menggunakan pendekatan data pasar, pada prinsipnya merupakan cara mengestimasi nilai objek penilaian dengan mempertimbangkan data transaksi dan/atau data penawaran objek pembanding sejenis atau pengganti dan data pasar yang terkait, melalui proses membandingkan antara objek penilaian dengan objek pembanding dengan menggunakan elemen-elemen perbandingan. Banyak sedikitnya elemen perbandingan serta besar kecilnya penyesuaian yang dilakukan terhadap objek penilaian sangat bergantung pada variabel yang dianggap mempengaruhi nilai. Penentuan besar kecilnya penyesuaian terhadap elemen perbandingan ini bersifat subjektif. Sangat dimungkinkan besaran penyesuaian yang diberikan belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya di pasar properti berupa tanah.

Menghitung nilai tanah dengan pendekatan data pasar bukan merupakan hal baru untuk dilakukan. Ada berbagai elemen perbandingan yang dapat digunakan dalam pendekatan data pasar. Penggunaan elemen perbandingan dan besaran penyesuaian yang diberikan sangat bergantung pada jenis objek penilaian serta karakteristik lingkungan dan masyarakat sekitar sebagai pelaku transaksi. Dengan adanya tiga pusat kegiatan ekonomi di Kota Bukittinggi, meningkatkan risiko kesalahan penilai dalam menentukan Central Bussiness District (CBD) yang seharusnya. Mengingat besarnya risiko kesalahan yang dapat terjadi dalam penentuan Central Bussiness District (CBD) dan pemberian besar kecilnya faktor penyesuaian, maka perlu susun suatu model regresi yang dibentuk dari sejumlah transaksi tanah di Kota Bukittinggi.

Secara umum, nilai suatu tanah muncul dari hubungan antara lokasi yang diinginkan (desired location) dengan pengguna potensial (potential user). Beberapa unsur pembentuk nilai tanah diantaranya adalah kebutuhan, manfaat, kelangkaan, dan kemudahan untuk dipindahtangankan. Tanah dengan sedikit manfaat dan tidak bersifat langka dapat membentuk nilai tanah yang rendah akibat dari tidak memenuhi kebutuhan pengguna potensial. (Kepdirjen KN Nomor 246/KN/2017)

Nilai suatu objek tanah dapat diindikasi berdasarkan ekonomi tanah pada suatu wilayah, seperti zona nilai tanah. Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 419/KN/2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Zona Nilai Tanah menyebutkan bahwa Zona Nilai Tanah (ZNT) adalah kawasan yang menggambarkan nilai tanah yang relatif sama, terdiri dari sekumpulan bidang tanah di dalamnya yang dibatasi secara imajiner ataupun nyata sesuai penggunaan/peruntukan tanah sesuai peraturan tata ruang kota/wilayah dan mempunyai perbedaan nilai antara yang satu dengan yang lainnya berdasarkan analisis perbandingan harga pasar dan biaya. Untuk mendapatkan nilai ZNT tersebut, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi seperti faktor lokasi dan faktor fisik.

Faktor lokasi secara umum dapat berupa jarak dari pusat kota, pemerintahan, atau pedagangan, jenis jalan, ketersediaan aksesibilitas, fasilitas pendukung, potensi pengembangan, serta infrastruktur pendukung. Sedangkan faktor fisik, lebih didasarkan pada karakteristik fisik objek tanah seperti jenis pemanfaatan tanah, jenis dokumen, bentuk bidang tanah, keluasan tanah, dan ketinggian dari muka jalan. (Kepdirjen KN Nomor 419/KN/2019)

Ian Levy (1985) dalam Kurniwati (2004) menyatakan variabel utama yang menentukan nilai tanah adalah berkaitan dengan lokasi tanah yang memiliki aksesibilitas atau jarak suatu lokasi tanah dengan pusat kota dan pusat kegiatan ekonomi (Central Business District (CBD)). Hal ini sejalan dengan teori bid rent menyatakan bahwa harga tanah dipengaruhi oleh jarak terhadap pusat kota. Semakin dekat suatu lokasi tanah ke pusta kota maka harga tanah semakin tinggi dan begitu pula sebaliknya.

Harjanto dan Hidayati dalam Januardo S (2017), menyatakan secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi nilai suatu properti dibedakan menjadi empat, yaitu:

1)      faktor permintaan dan penawaran yang meliputi faktor kependudukan, perubahan cita rasa dan perubahan teknologi pembangunan;

2)      faktor fisik properti tersebut yang meliputi jenis dan kegunaan properti, ukuran dan bentuk, desain, dan konstruksi bangunan;

3)      faktor lokasi dan perletakan;

4)      faktor kebangsaan dan politik.

Dalam penelitian ini, penulis menggambarkan hubungan antara variabel sebagai berikut:

NLA sebagai variabel dependen dipengaruhi oleh ATS, BWH, dan AUR sebagai variabel independen. Dimana:

NLA    = Nilai tanah dari transaksi jual beli (Rp/m2)

ATS     = Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Atas (Km)

BWH  = Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Bawah (Km)

AUR   = Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Aur Kuning (Km)

Nilai pasar dari transaksi jual beli adalah harga transaksi jual-bali tanah yang terjadi pada tahun 2019 berupa nilai per meter persegi dalam satuan mata uang rupiah. Lokasi tanah dari Pasar Atas, Pasar Bawah, dan Pasar Aur Kuning sebagai Central Bussiness District (CBD) di Bukittinggi diukur dengan perhitungan jarak dalam kilometer (Km).

Jenis Data

Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif. Menurut Riyanto dalam Luthfi (2020), data kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur dan dihitung langsung, dapat berupa penjelasan dalam bentuk bilangan atau angka. Data tersebut dianalisis dengan bentuk cross section data, yaitu data yang merupakan populasi pada satu periode waktu tertentu. Dalam penelitian ini, digunakan populasi tanah dari transaksi tanah di Kota Bukittinggi pada tahun 2019.

Variabel utama dalam penelitian ini terdiri dari Nilai Tanah berupa harga tanah dari transaksi jual beli yang terjadi di Kota Bukittinggi sebagai variabel dependen (terikat) dan Lokasi tanah dari Pasar Atas sebagai Central Bussiness District (CBD), Lokasi tanah dari Pasar Bawah sebagai Central Bussiness District (CBD), serta Lokasi tanah dari Pasar Aur Kuning sebagai Central Bussiness District (CBD) sebagai variabel independen (bebas). Data tersebut diperoleh dari Pemerintah Kota Bukittinggi berupa harga transaksi jual beli, luas, alamat dan waktu transaksi tanah. Jarak ke Central Bussiness District (CBD) dihitung menggunakan aplikasi Google Maps berdasarkan data koordinat tanah yang diperoleh dari data Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang diakses melalui http://sipreval.kemenkeu.go.id/sip-landing/ modul Data Pembanding. Dari sumber tersebut diperoleh 144 (seratus empat puluh empat) data transaksi tanah di Kota Bukittinggi.

Sumber Data

Riyanto dalam Luthfi (2020) menyatakan bahwa sumber data adalah segala sesuatu yang memberikan informasi terkait data. Dalam hal ini data yang diperoleh adalah data sekunder dimana data telah dikumpulkan dan diolah untuk kepentingan yang lain. Data tersebut bersumber dari Pemerintah Kota Bukittinggi berupa harga transaksi jual beli, luas, alamat dan waktu transaksi tanah. Jarak ke Central Bussiness District (CBD) dihitung menggunakan aplikasi Google Maps berdasarkan data koordinat tanah yang diperoleh dari data Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang diakses melalui http://sipreval.kemenkeu.go.id/sip-landing/ modul Data Pembanding.

Teknik Analisis

Maulana dalam Luthfi (2020) menyatakan bahwa apabila peneliti bertujuan untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas dapat memprediksi suatu variabel dependen, dapat menggunakan analisis inferensial. Diharapkan dengan analisis ini dapat menentukan apakah kenaikan atau penurunan suatu variabel dependen dipengaruhi oleh kenaikan atau penurunan suatu variabel independen. Namun variabel yang akan diujikan, perlu terlebih dahulu didasarkan pada teori atau konsep terkait. Selain menggunakan analisis inferensial dalam menentukan hubungan antara variabel dependen dengan variabel bebasnya, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, untuk mengetahui, apakah terjadi pemusatan atau penyebaran data. (Maulana,2018)

Menurut Arikunto dalam Luthfi (2020), apabila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel atau populasi untuk simpulan yang tidak berlaku umum atau generalisir, maka analisis deskriptif digunakan. Dalam hal ini jika data yang digunakan adalah populasi tanah dari transaksi tanah di Kota Bukittinggi pada tahun 2019, maka hasil penelitian ini akan menggambarkan hubungan variabel-variabel terkait hanya pada populasi tanah transaksi tanah di Kota Bukittinggi, bukan di seluruh Provinsi Sumatera Barat maupun di seluruh Indonesia.

Model Penelitian

Menurut Bintang dalam Luthfi (2020), untuk menganalisis pola hubungan fungsional atau pengaruh sebab akibat variabel bebas yang berjumlah dua atau lebih, seperti x1, x2, ..., xn, terhadap suatu variabel dependen y, perlu pemodelan atau persamaan. Persamaan (model) penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka persamaan (model) penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

NLA = β0 + β1.ATS + β2.BWH + β3.AUR + εi

Dimana:

NLA  = Nilai tanah dari transaksi jual beli (Rp/m2)

ATS   = Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Atas (Km)

BWH = Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Bawah (Km)

AUR = Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Aur Kuning (Km)

Hasil Penelitian dengan Analisis Regresi

a.       Hasil Pemodelan Statistik

Pada Tabel IV.1 hasil regresi linear OLS yang diperoleh melalui aplikasi STATA, terlihat hasil pemodelan regresi linear berganda dapat dinyatakan sebagai berikut:

NLA = 3363617.2 – 321531.19.ATS + 341173.79.BWH – 557545.24.AUR

Tabel IV.1 Hasil Regresi Linear OLS pada STATA


Sumber: Hasil Olah Data

Tabel IV.1 merupakan tampilan parsial dari hasil regresi keseluruhan sebagaimana terlampir pada Tabel IV.2.

b.      Hasil Pengujian Global (F-test)

Menurut Maulana dalam Luthfi (2020), tes ini bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh apakah variabel dependen dapat dijelaskan oleh model yang dihasilkan secara signifikan. Hasil pada tabel IV.2 terlampir, menunjukkan prob > F = 0.0001 yang lebih kecil dari 5persen atau signifikan. Sehingga dapat diartikan bahwa koefisien regresi variabel bebas tidak sama dengan nol dan secara global mempengaruhi nilai tanah dari transaksi jual beli di Kota Bukittinggi.

c.       Koefisien Determinasi yang disesuaikan (r2_a)

Koefisien determinasi yang dinyatakan dalam simbol adjusted r squared merupakan alat ukur goodness of fit dari persamaan yang dihasilkan oleh analisis regresi (Bintang, 2019). Koefisien determinasi pada tabel menunjukkan bahwa 13persen proporsi dari nilai tanah dari transaksi jual beli di Kota Bukittinggi dapat dijelaskan oleh ketiga variabel bebasnya, yaitu lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Atas, lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah, dan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Aur Kuning. Sedangkan proporsi 87persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

d.      individual t-test, koefisien estimasi (βn), dan konstanta (β0)

Individual t test menunjukkan apakah secara individu, tiap-tiap variabel bebas yang digunakan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Maulana,2018). Dalam tabel IV.1 ditunjukkan bahwa variabel lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Atas dan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Aur Kuning memiliki p < 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa keduanya berpengaruh signifikan terhadap nilai tanah dari transaksi jual beli di Kota Bukittinggi, sedangkan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah memiliki p < 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai tanah dari transaksi jual beli di Kota Bukittinggi.

Kemudian pada koefisien estimasi menunjukkan apakah variabel bebas memberikan pengaruh positif atau negatif pada variabel dependennya. Berdasarkan hasil pada tabel IV.1 diketahui bahwa lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Atas dan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Aur Kuning berpengaruh negatif, sedangkan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah mempunyai pengaruh positif pada nilai tanah dari transaksi jual beli di Kota Bukittinggi. Pada hasil regresi juga menunjukkan bahwa apabila variabel bebas seluruhnya bernilai nol, maka besaran nilai wajar kemudian tidak sama dengan nol karena memiliki konstanta.

Uji Diagnostik

Menurut Gujarati dan Porter dalam Luthfi (2020), penggunaan regresi linear harus memenuhi kriteria yakni:

a.       Parameter menghasilkan varians error yang paling minimal (Best);

b.      Persamaan yang diestimasi adalah persamaan linear (garis lurus) (Linear);

c.        Parameter estimasi tidak bias (Unbiased); dan

d.      Parameter mampu untuk mengestimasi secara baik parameter populasi (Estimator).

Pemodelan pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linear dengan data cross section, sehingga perlu dilakukan uji diagnostik untuk mengetahui apakah hasil pemodelan telah memenuhi kriteria tersebut sebagaimana berikut ini.

1.       Measurement error test

Pada pengujian ini, ditemukan bahwa terdapat satu outlier yang memilik standar deviasi lebih dari satu. Data tersebut dikeluarkan dari pengujian regresi yang menyebabkan jumlah data saat diuji adalah 143 sebagaimana besaran N pada tabel IV.1.

2.       Uji Spesifikasi

Pengujian ini mensyaratkan bahwa hasil pemodelan yang diperoleh memenuhi kriteria persamaan linear. Tabel IV.3 terlampir merupakan hasil pengujian link test yang telah dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan model regresi linear sudah sesuai. Pada tabel tersebut diperoleh besaran P>|t|pada _hatsq tabel lebih besar dari 5persen. Sehingga dapat dinyatakan bahwa persamaan telah memenuhi spesifikasi linear.

3.       Uji Multikolinear

Pengujian multikolinear bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pelanggaran asumsi dikarenakan adanya variabel bebas yang memiliki hubungan (korelasi) yang kuat di dalam suatu model hasil analisis regresi (Maulana, 2018). Uji Variance Inflation Factor (VIF) dilakukan pada penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat multikolinear dan hasilnya adalah sebagai berikut.

Tabel IV.4 Hasil Uji VIF pada STATA


Sumber: Hasil Olahan Data

Dari tabel IV.4 dapat kita lihat bahwa besaran VIF pada tiap-tiap variabel bebas tidak lebih dari 10, sehingga dapat dinyatakan tidak ada multikolinearitas pada model regresi yang dihasilkan.

4.       Uji Heteroskedasitas

Pengujian lain yang dilakukan pada uji diagnostik ini adalah uji heteroskedasitas. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat varians error yang tidak berubah (konstan) seiring dengan perubahan nilai variabel independen (Maulana, 2018). Uji yang digunakan untuk mengetahui adanya heteroskedasitas adalah uji White dan Breusch-Pagan/Cook-Weisberg test dan hasilnya adalah sebagai berikut.

Tabel IV.5 Hasil Uji Breusch-Cook pada STATA


Sumber: Hasil Olah Data 

Tabel IV.6 Hasil Uji White pada STATA


Sumber: Hasil Olah Data

Berdasarkan tabel IV.5 diketahui prob > chi2 tidak lebih besar dari 5 persen sehingga masih terdapat pelanggaran asumsi berupa heteroskedasitas pada pemodelan regresi ini. Sedangkan berdasarkan tabel IV.6 diketahui prob > chi2 lebih besar dari 5 persen sehingga sudah tidak terdapat pelanggaran asumsi berupa heteroskedasitas pada pemodelan regresi ini. Menurut Maulana dalam Luthfi (2020), salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pelanggaran ini adalah dengan melakukan robust pada analisis regresi linear. Sehingga peneliti melakukan robust karena berdasarkan tabel IV.5 masih terdapat pelanggaran asumsi berupa heteroskedasitas dan diperoleh hasil sesuai tabel IV.2 terlampir.

5.       Uji Normalitas

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa error terdistribusi secara normal untuk menghasilkan estimasi yang baik. Pengujian dapat dilakukan menggunakan pengujian Shapiro-Wilk. Berikut adalah hasilnya.

Tabel IV.7 Hasil Uji Shapiro-Wilk pada STATA


Sumber: Hasil Olah Data 

Dari tabel IV.7 diketahui besar prob>z = 0.0000 atau kurang dari 5persen yang mengindikasikan bahwa distribusi tidak normal. Namun demikian, menurut Gujarati dan Porter dalam Luthfi (2020) jika hasil uji normalitas menunjukkan tidak normal dapat menggunakan asumsi Central Limit Theorem, yaitu jika jumlah populasi cukup besar (n>30), maka asumsi normalitas dapat diabaikan. Pada penelitian ini jumlah populasi adalah 144, sehingga data diasumsikan berdistribusi normal.

Interpretasi Hasil

a.       Hubungan Nilai tanah dari Transaksi Jual Beli dengan Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Atas

Berdasarkan pemodelan regresi linear pada hasil analisis regresi, dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dari lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Atas pada nilai tanah dari transaksi jual beli. Pengaruh per kilometer (Km) jarak tanah ke Pasar Atas akan menurunkan nilai tanah sebesar Rp321.531,20 yang berarti semakin menjauhi Pasar Atas, maka semakin kecil nilai tanahnya.

b.      Hubungan Nilai tanah dari Transaksi Jual Beli dengan Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Bawah

Berdasarkan pemodelan regresi linear pada hasil analisis regresi, dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dari lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah pada nilai tanah dari transaksi jual beli. Pengaruh per kilometer (Km) jarak tanah ke Pasar Bawah akan menaikan nilai tanah sebesar Rp341.173,80 yang berarti semakin menjauhi Pasar Bawah, maka semakin besar nilai tanahnya.

c.       Hubungan Nilai tanah dari Transaksi Jual Beli dengan Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Aur Kuning

Berdasarkan pemodelan regresi linear pada hasil analisis regresi, dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dari lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Aur Kuning pada nilai tanah dari transaksi jual beli. Pengaruh per kilometer (Km) jarak tanah ke Pasar Aur Kuning akan menurunkan nilai tanah sebesar Rp557.545,20 yang berarti semakin menjauhi Pasar Aur Kuning, maka semakin kecil nilai tanahnya.

d.   Hubungan Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Atas, Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Bawah, dan Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Aur Kuning

Berdasarkan tabel IV.8 hasil uji korelasi antar variabel bebas pada pemodelan regresi berikut, tidak terdapat hubungan antara lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Atas, lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah, dan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Aur Kuning.

Tabel IV.5 Hasil Uji Breusch-Cook pada STATA


Sumber: Hasil Olah Data

Pernyataan tersebut diperoleh karena pada tabel tidak terdapat besaran korelasi lebih besar dari 1. Hal tersebut juga sudah dipenuhi berdasarkan asumsi multikolinearitas.

Kesimpulan dan Saran

a.       Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:

  1. Lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Atas dan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Aur Kuning memiliki pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap penentuan nilai tanah dari transaksi jual beli di Kota Bukittinggi.
  2. Lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah memiliki pengaruh secara positif namun tidak signifikan terhadap penentuan penentuan nilai tanah dari transaksi jual beli di Kota Bukittinggi.
  3. Tidak terdapat hubungan atau korelasi antar lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Atas, lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah, dan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Aur Kuning. 

b.      Saran

Saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam sehubungan dengan faktor-faktor lain yang belum dijabarkan hubungannya dengan nilai tanah dari transaksi jual beli di Kota Bukittinggi maupun bentuk lainnya di Kota Bukittinggi.
  2. Penentuan nilai tanah di Kota Bukittinggi hendaknya memperhatikan faktor lokasi karena pengaruh yang signifikan, Pasar Atas maupun Pasar Aur Kuning dapat dijadikan Central Bussiness District (CBD) karena berpengaruh signifikan.
  3. Kebijakan atau pengambilan keputusan atas penyesuaian pada kegiatan penilaian tanah dapat mempertimbangkan hasil penelitian ini.


Penulis: Madina Handike (Pelaksana Seksi Pelayanan Penilaian)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini