Selain sebagai Kota
Wisata, Kota Bukittinggi telah menjadi kota titik perlintasan dari Jalur Lintas
Tengah Sumatera serta jalur penghubung antara Jalur Lintas Tengah dengan Jalur
Lintas Timur Sumatera. Kota Bukittinggi juga menjadi Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW) dari beberapa Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang berada di Provinsi Sumatera
Barat dan daerah Provinsi lainnya seperti Sumatera Utara dan Riau. Di
Bukittinggi terdapat tiga pasar yang menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat,
yaitu Pasar Atas, Pasar Bawah, dan Pasar Aur Kuning. Luas Kota Bukittinggi
adalah ± 25,239 Km2 (2.523,90 ha) atau sekitar 0,06 persen dari luas
Propinsi Sumatera Barat. Wilayah administrasi Kota Bukittinggi terbagi menjadi
3 kecamatan dan meliputi 24 kelurahan. Dengan banyaknya aktivitas ekonomi yang
terjadi di kota ini, tidak mengherankan jika permintaan tanah di Kota
Bukittinggi juga tinggi dan harga tanah di kota ini menjadi mahal.
Harga jual tanah
memiliki hubungan yang sangat menarik dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Sangat banyak ditemukan aktivitas manusia di atas bumi yang
bergantung pada tanah, baik untuk kebutuhan sandang, pangan, maupun papan.
Tanah digunakan dalam segala kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti
tempat tinggal, bercocok tanam, membuka tempat usaha, maupun kegiatan lainnya.
Namun, bertambahnya jumlah penduduk tidak seiring dengan pertambahan jumlah
lahan yang bisa digunakan.
Penilaian adalah
proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian
pada saat tertentu. Salah satu pendekatan penilaian yang paling sering
digunakan dalam kegiatan penilaian adalah pendekatan data pasar. Penilaian
dengan menggunakan pendekatan data pasar, pada prinsipnya merupakan cara
mengestimasi nilai objek penilaian dengan mempertimbangkan data transaksi
dan/atau data penawaran objek pembanding sejenis atau pengganti dan data pasar
yang terkait, melalui proses membandingkan antara objek penilaian dengan objek
pembanding dengan menggunakan elemen-elemen perbandingan. Banyak sedikitnya
elemen perbandingan serta besar kecilnya penyesuaian yang dilakukan terhadap
objek penilaian sangat bergantung pada variabel yang dianggap mempengaruhi
nilai. Penentuan besar kecilnya penyesuaian terhadap elemen perbandingan ini
bersifat subjektif. Sangat dimungkinkan besaran penyesuaian yang diberikan
belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya di pasar properti berupa tanah.
Menghitung nilai
tanah dengan pendekatan data pasar bukan merupakan hal baru untuk dilakukan.
Ada berbagai elemen perbandingan yang dapat digunakan dalam pendekatan data
pasar. Penggunaan elemen perbandingan dan besaran penyesuaian yang diberikan
sangat bergantung pada jenis objek penilaian serta karakteristik lingkungan dan
masyarakat sekitar sebagai pelaku transaksi. Dengan adanya tiga pusat kegiatan
ekonomi di Kota Bukittinggi, meningkatkan risiko kesalahan penilai dalam
menentukan Central Bussiness District
(CBD) yang seharusnya. Mengingat besarnya risiko kesalahan yang dapat terjadi
dalam penentuan Central Bussiness
District (CBD) dan pemberian besar kecilnya faktor penyesuaian, maka perlu
susun suatu model regresi yang dibentuk dari sejumlah transaksi tanah di Kota
Bukittinggi.
Secara umum, nilai suatu tanah muncul dari
hubungan antara lokasi yang diinginkan (desired
location) dengan pengguna potensial (potential
user). Beberapa unsur pembentuk nilai tanah diantaranya adalah kebutuhan,
manfaat, kelangkaan, dan kemudahan untuk dipindahtangankan. Tanah dengan
sedikit manfaat dan tidak bersifat langka dapat membentuk nilai tanah yang
rendah akibat dari tidak memenuhi kebutuhan pengguna potensial. (Kepdirjen KN
Nomor 246/KN/2017)
Nilai suatu objek tanah dapat diindikasi
berdasarkan ekonomi tanah pada suatu wilayah, seperti zona nilai tanah.
Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 419/KN/2019 tentang Pedoman
Pelaksanaan Zona Nilai Tanah menyebutkan bahwa Zona Nilai Tanah (ZNT) adalah
kawasan yang menggambarkan nilai tanah yang relatif sama, terdiri dari
sekumpulan bidang tanah di dalamnya yang dibatasi secara imajiner ataupun nyata
sesuai penggunaan/peruntukan tanah sesuai peraturan tata ruang kota/wilayah dan
mempunyai perbedaan nilai antara yang satu dengan yang lainnya berdasarkan
analisis perbandingan harga pasar dan biaya. Untuk mendapatkan nilai ZNT
tersebut, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi seperti faktor lokasi dan
faktor fisik.
Faktor lokasi secara umum dapat berupa jarak dari
pusat kota, pemerintahan, atau pedagangan, jenis jalan, ketersediaan aksesibilitas,
fasilitas pendukung, potensi pengembangan, serta infrastruktur pendukung.
Sedangkan faktor fisik, lebih didasarkan pada karakteristik fisik objek tanah
seperti jenis pemanfaatan tanah, jenis dokumen, bentuk bidang tanah, keluasan
tanah, dan ketinggian dari muka jalan. (Kepdirjen KN Nomor 419/KN/2019)
Ian Levy (1985)
dalam Kurniwati (2004) menyatakan variabel utama yang menentukan nilai tanah
adalah berkaitan dengan lokasi tanah yang memiliki aksesibilitas atau jarak
suatu lokasi tanah dengan pusat kota dan pusat kegiatan ekonomi (Central Business District (CBD)). Hal
ini sejalan dengan teori bid rent
menyatakan bahwa harga tanah dipengaruhi oleh jarak terhadap pusat kota.
Semakin dekat suatu lokasi tanah ke pusta kota maka harga tanah semakin tinggi
dan begitu pula sebaliknya.
Harjanto dan
Hidayati dalam Januardo S (2017), menyatakan secara garis besar faktor-faktor
yang mempengaruhi nilai suatu properti dibedakan menjadi empat, yaitu:
1)
faktor permintaan dan penawaran
yang meliputi faktor kependudukan, perubahan cita rasa dan perubahan teknologi
pembangunan;
2)
faktor fisik properti tersebut
yang meliputi jenis dan kegunaan properti, ukuran dan bentuk, desain, dan
konstruksi bangunan;
3)
faktor lokasi dan perletakan;
4)
faktor kebangsaan dan politik.
Dalam penelitian ini, penulis menggambarkan hubungan antara variabel sebagai berikut:
NLA
sebagai variabel dependen dipengaruhi oleh ATS, BWH, dan AUR sebagai variabel independen.
Dimana:
NLA = Nilai tanah
dari transaksi jual beli (Rp/m2)
ATS = Lokasi berupa
Jarak tanah ke Pasar Atas (Km)
BWH = Lokasi berupa
Jarak tanah ke Pasar Bawah (Km)
AUR = Lokasi berupa
Jarak tanah ke Pasar Aur Kuning (Km)
Nilai pasar dari transaksi jual beli adalah harga
transaksi jual-bali tanah yang terjadi pada tahun 2019 berupa nilai per meter
persegi dalam satuan mata uang rupiah. Lokasi tanah dari Pasar Atas, Pasar
Bawah, dan Pasar Aur Kuning sebagai Central
Bussiness District (CBD) di Bukittinggi diukur dengan perhitungan jarak
dalam kilometer (Km).
Jenis Data
Penelitian ini menggunakan jenis data
kuantitatif. Menurut Riyanto dalam Luthfi (2020), data kuantitatif adalah jenis
data yang dapat diukur dan dihitung langsung, dapat berupa penjelasan dalam
bentuk bilangan atau angka. Data tersebut dianalisis dengan bentuk cross section data, yaitu data yang
merupakan populasi pada satu periode waktu tertentu. Dalam penelitian ini,
digunakan populasi tanah dari transaksi tanah di Kota Bukittinggi pada tahun
2019.
Variabel utama dalam penelitian ini terdiri dari Nilai Tanah berupa harga tanah dari transaksi jual beli yang
terjadi di Kota Bukittinggi sebagai variabel dependen (terikat) dan Lokasi
tanah dari Pasar Atas sebagai Central
Bussiness District (CBD), Lokasi
tanah dari Pasar Bawah sebagai Central
Bussiness District (CBD), serta
Lokasi tanah dari Pasar Aur Kuning sebagai Central
Bussiness District (CBD) sebagai
variabel independen (bebas). Data tersebut diperoleh dari Pemerintah
Kota Bukittinggi berupa harga transaksi jual beli, luas, alamat dan waktu
transaksi tanah. Jarak ke Central
Bussiness District (CBD) dihitung menggunakan aplikasi Google Maps
berdasarkan data koordinat tanah yang diperoleh dari data Badan Pertanahan
Nasional (BPN) yang diakses melalui http://sipreval.kemenkeu.go.id/sip-landing/
modul Data Pembanding. Dari sumber tersebut
diperoleh 144 (seratus empat puluh empat) data transaksi tanah di Kota
Bukittinggi.
Sumber Data
Riyanto dalam Luthfi (2020) menyatakan bahwa
sumber data adalah segala sesuatu yang memberikan informasi terkait data. Dalam
hal ini data yang diperoleh adalah data sekunder dimana data telah dikumpulkan
dan diolah untuk kepentingan yang lain. Data tersebut bersumber dari Pemerintah Kota Bukittinggi berupa harga transaksi jual beli, luas,
alamat dan waktu transaksi tanah. Jarak ke Central
Bussiness District (CBD) dihitung menggunakan aplikasi Google Maps
berdasarkan data koordinat tanah yang diperoleh dari data Badan Pertanahan
Nasional (BPN) yang diakses melalui http://sipreval.kemenkeu.go.id/sip-landing/
modul Data Pembanding.
Teknik Analisis
Maulana dalam Luthfi (2020) menyatakan bahwa
apabila peneliti bertujuan untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas dapat
memprediksi suatu variabel dependen, dapat menggunakan analisis inferensial.
Diharapkan dengan analisis ini dapat menentukan apakah kenaikan atau penurunan
suatu variabel dependen dipengaruhi oleh kenaikan atau penurunan suatu variabel
independen. Namun variabel yang akan diujikan, perlu terlebih dahulu didasarkan
pada teori atau konsep terkait. Selain menggunakan analisis inferensial dalam
menentukan hubungan antara variabel dependen dengan variabel bebasnya,
penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, untuk mengetahui, apakah
terjadi pemusatan atau penyebaran data. (Maulana,2018)
Menurut Arikunto dalam Luthfi (2020), apabila
peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel atau populasi untuk simpulan
yang tidak berlaku umum atau generalisir, maka analisis deskriptif digunakan.
Dalam hal ini jika data yang digunakan adalah populasi tanah dari transaksi
tanah di Kota Bukittinggi pada tahun 2019, maka hasil penelitian ini akan
menggambarkan hubungan variabel-variabel terkait hanya pada populasi tanah
transaksi tanah di Kota Bukittinggi, bukan di seluruh Provinsi Sumatera Barat
maupun di seluruh Indonesia.
Model Penelitian
Menurut Bintang dalam Luthfi (2020), untuk
menganalisis pola hubungan fungsional atau pengaruh sebab akibat variabel bebas
yang berjumlah dua atau lebih, seperti x1, x2, ..., xn,
terhadap suatu variabel dependen y, perlu pemodelan atau persamaan.
Persamaan (model) penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
analisis regresi linear berganda. Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka persamaan (model) penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
NLA = β0
+ β1.ATS + β2.BWH + β3.AUR + εi
Dimana:
NLA = Nilai tanah dari transaksi jual beli (Rp/m2)
ATS = Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Atas
(Km)
BWH = Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Bawah (Km)
AUR = Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Aur Kuning (Km)
Hasil Penelitian dengan Analisis Regresi
a.
Hasil Pemodelan Statistik
Pada Tabel IV.1 hasil regresi linear OLS yang diperoleh melalui
aplikasi STATA, terlihat hasil pemodelan regresi linear berganda dapat
dinyatakan sebagai berikut:
NLA = 3363617.2 – 321531.19.ATS + 341173.79.BWH – 557545.24.AUR
Tabel IV.1 Hasil Regresi Linear OLS pada STATA
Sumber: Hasil Olah Data
Tabel IV.1 merupakan tampilan parsial dari hasil regresi keseluruhan
sebagaimana terlampir pada Tabel IV.2.
b. Hasil Pengujian
Global (F-test)
Menurut Maulana dalam Luthfi (2020), tes ini bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh apakah variabel dependen dapat dijelaskan oleh model yang dihasilkan secara signifikan. Hasil pada tabel IV.2 terlampir, menunjukkan prob > F = 0.0001 yang lebih kecil dari 5persen atau signifikan. Sehingga dapat diartikan bahwa koefisien regresi variabel bebas tidak sama dengan nol dan secara global mempengaruhi nilai tanah dari transaksi jual beli di Kota Bukittinggi.
c. Koefisien
Determinasi yang disesuaikan (r2_a)
Koefisien determinasi yang dinyatakan dalam simbol adjusted r squared merupakan alat ukur goodness of fit dari persamaan yang dihasilkan oleh analisis regresi (Bintang, 2019). Koefisien determinasi pada tabel menunjukkan bahwa 13persen proporsi dari nilai tanah dari transaksi jual beli di Kota Bukittinggi dapat dijelaskan oleh ketiga variabel bebasnya, yaitu lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Atas, lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah, dan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Aur Kuning. Sedangkan proporsi 87persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
d. individual t-test, koefisien
estimasi (βn), dan konstanta (β0)
Individual t test
menunjukkan apakah secara individu, tiap-tiap variabel bebas yang digunakan
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Maulana,2018). Dalam tabel
IV.1 ditunjukkan bahwa variabel lokasi berupa jarak
tanah ke Pasar Atas dan lokasi berupa jarak tanah ke
Pasar Aur Kuning memiliki p < 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa keduanya
berpengaruh signifikan terhadap nilai tanah dari transaksi
jual beli di Kota Bukittinggi, sedangkan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah memiliki p < 0,05 sehingga dapat
dinyatakan bahwa lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah tidak berpengaruh
signifikan terhadap nilai tanah dari transaksi
jual beli di Kota Bukittinggi.
Kemudian pada koefisien estimasi menunjukkan apakah variabel bebas memberikan pengaruh positif atau negatif pada variabel dependennya. Berdasarkan hasil pada tabel IV.1 diketahui bahwa lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Atas dan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Aur Kuning berpengaruh negatif, sedangkan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah mempunyai pengaruh positif pada nilai tanah dari transaksi jual beli di Kota Bukittinggi. Pada hasil regresi juga menunjukkan bahwa apabila variabel bebas seluruhnya bernilai nol, maka besaran nilai wajar kemudian tidak sama dengan nol karena memiliki konstanta.
Uji Diagnostik
Menurut Gujarati dan Porter dalam Luthfi (2020),
penggunaan regresi linear harus memenuhi kriteria yakni:
a.
Parameter menghasilkan varians error yang paling minimal (Best);
b.
Persamaan yang diestimasi adalah persamaan linear (garis lurus) (Linear);
c.
Parameter estimasi tidak bias (Unbiased); dan
d.
Parameter mampu untuk mengestimasi secara baik parameter populasi (Estimator).
Pemodelan pada penelitian ini menggunakan
analisis regresi linear dengan data cross
section, sehingga perlu dilakukan uji diagnostik untuk mengetahui apakah
hasil pemodelan telah memenuhi kriteria tersebut sebagaimana berikut ini.
1.
Measurement error
test
Pada pengujian ini, ditemukan bahwa terdapat satu outlier yang memilik standar deviasi lebih dari satu. Data tersebut dikeluarkan dari pengujian regresi yang menyebabkan jumlah data saat diuji adalah 143 sebagaimana besaran N pada tabel IV.1.
2.
Uji Spesifikasi
Pengujian ini mensyaratkan bahwa hasil pemodelan yang diperoleh memenuhi kriteria persamaan linear. Tabel IV.3 terlampir merupakan hasil pengujian link test yang telah dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan model regresi linear sudah sesuai. Pada tabel tersebut diperoleh besaran P>|t|pada _hatsq tabel lebih besar dari 5persen. Sehingga dapat dinyatakan bahwa persamaan telah memenuhi spesifikasi linear.
3.
Uji Multikolinear
Pengujian multikolinear bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
pelanggaran asumsi dikarenakan adanya variabel bebas yang memiliki hubungan
(korelasi) yang kuat di dalam suatu model hasil analisis regresi (Maulana,
2018). Uji Variance Inflation Factor
(VIF) dilakukan pada penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat
multikolinear dan hasilnya adalah sebagai berikut.
Tabel IV.4 Hasil Uji VIF pada STATA
Sumber: Hasil Olahan Data
Dari tabel IV.4 dapat kita lihat bahwa besaran
VIF pada tiap-tiap variabel bebas tidak lebih dari 10, sehingga dapat
dinyatakan tidak ada multikolinearitas pada model regresi yang dihasilkan.
4.
Uji Heteroskedasitas
Pengujian lain yang dilakukan pada uji diagnostik ini adalah uji heteroskedasitas. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat varians error yang tidak berubah (konstan) seiring dengan perubahan nilai variabel independen (Maulana, 2018). Uji yang digunakan untuk mengetahui adanya heteroskedasitas adalah uji White dan Breusch-Pagan/Cook-Weisberg test dan hasilnya adalah sebagai berikut.
Tabel IV.5 Hasil Uji Breusch-Cook pada STATA
Sumber: Hasil Olah Data
Tabel IV.6 Hasil Uji White pada STATA
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan tabel
IV.5 diketahui prob > chi2 tidak lebih besar dari 5 persen sehingga masih
terdapat pelanggaran asumsi berupa heteroskedasitas pada pemodelan regresi ini.
Sedangkan berdasarkan tabel IV.6 diketahui prob > chi2 lebih besar dari 5 persen
sehingga sudah tidak terdapat pelanggaran asumsi berupa heteroskedasitas pada
pemodelan regresi ini. Menurut Maulana dalam Luthfi (2020), salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pelanggaran ini adalah dengan melakukan robust pada analisis regresi linear.
Sehingga peneliti melakukan robust karena berdasarkan tabel IV.5 masih terdapat
pelanggaran asumsi berupa heteroskedasitas dan diperoleh hasil sesuai tabel
IV.2 terlampir.
5.
Uji Normalitas
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa error terdistribusi secara normal untuk menghasilkan estimasi yang baik. Pengujian dapat dilakukan menggunakan pengujian Shapiro-Wilk. Berikut adalah hasilnya.
Tabel IV.7 Hasil Uji Shapiro-Wilk pada STATA
Sumber: Hasil Olah Data
Dari tabel IV.7 diketahui besar prob>z = 0.0000 atau kurang dari 5persen
yang mengindikasikan bahwa distribusi tidak normal. Namun demikian, menurut
Gujarati dan Porter dalam Luthfi (2020) jika hasil uji normalitas menunjukkan
tidak normal dapat menggunakan asumsi Central
Limit Theorem, yaitu jika jumlah populasi cukup besar (n>30), maka
asumsi normalitas dapat diabaikan. Pada penelitian ini jumlah populasi adalah
144, sehingga data diasumsikan berdistribusi normal.
Interpretasi Hasil
a.
Hubungan Nilai tanah dari Transaksi
Jual Beli dengan Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Atas
Berdasarkan pemodelan regresi linear pada hasil analisis regresi, dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dari lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Atas pada nilai tanah dari transaksi jual beli. Pengaruh per kilometer (Km) jarak tanah ke Pasar Atas akan menurunkan nilai tanah sebesar Rp321.531,20 yang berarti semakin menjauhi Pasar Atas, maka semakin kecil nilai tanahnya.
b.
Hubungan Nilai tanah dari Transaksi
Jual Beli dengan Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Bawah
Berdasarkan pemodelan regresi linear pada hasil analisis regresi, dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dari lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah pada nilai tanah dari transaksi jual beli. Pengaruh per kilometer (Km) jarak tanah ke Pasar Bawah akan menaikan nilai tanah sebesar Rp341.173,80 yang berarti semakin menjauhi Pasar Bawah, maka semakin besar nilai tanahnya.
c.
Hubungan Nilai tanah dari Transaksi
Jual Beli dengan Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Aur Kuning
Berdasarkan pemodelan regresi linear pada hasil analisis regresi, dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dari lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Aur Kuning pada nilai tanah dari transaksi jual beli. Pengaruh per kilometer (Km) jarak tanah ke Pasar Aur Kuning akan menurunkan nilai tanah sebesar Rp557.545,20 yang berarti semakin menjauhi Pasar Aur Kuning, maka semakin kecil nilai tanahnya.
d. Hubungan Lokasi berupa Jarak tanah ke
Pasar Atas, Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Bawah, dan Lokasi berupa Jarak tanah ke Pasar Aur Kuning
Berdasarkan tabel IV.8 hasil uji korelasi antar variabel bebas pada pemodelan regresi berikut, tidak terdapat hubungan antara lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Atas, lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Bawah, dan lokasi berupa jarak tanah ke Pasar Aur Kuning.
Tabel IV.5 Hasil Uji Breusch-Cook pada STATA
Sumber: Hasil Olah Data
Pernyataan tersebut diperoleh karena pada tabel tidak terdapat besaran korelasi lebih besar dari 1. Hal tersebut juga sudah dipenuhi berdasarkan asumsi multikolinearitas.
Kesimpulan dan Saran
a.
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:
b.
Saran
Saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
Penulis: Madina Handike (Pelaksana Seksi Pelayanan Penilaian)