Kredit/pembiayaan merupakan salah
satu instrumen yang umum digunakan oleh pelaku usaha untuk meningkatkan
produktivitas usahanya. Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan mengartikan kredit sebagai penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga. Dalam persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam tersebut termuat
berbagai klausul yang salah satunya adalah terkait dengan agunan kredit, yaitu jaminan
tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian
fasilitas kredit/pembiayaan. Namun sebelum membahas lebih jauh mengenai agunan
kredit/pembiayaan, penting untuk terlebih dahulu mengetahui prinsip-prinsip yang
digunakan bank dalam memberikan kredit/pembiayaan.
Fungsi dan Prinsip
Pembiayaan Perbankan
Bank memiliki fungsi intermediary/perantara
yang sangat vital dalam menggerakkan perekonomian. Nasabah pemilik dana
(nasabah penyimpan) menyimpan dananya pada bank dalam berbagai bentuk produk
keuangan, misalnya tabungan, giro, atau deposito. Karena memiliki fungsi intermediary/perantara, dana tersebut
kemudian disalurkan oleh bank kepada nasabah yang membutuhkan kredit/pembiayaan
(nasabah debitur) untuk meningkatkan produktivitas usaha atau tujuan lainnya.
Bank dalam melaksanakan usahanya diamanatkan oleh
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan untuk selalu menggunakan
prinsip kehati-hatian (prudential banking).
Tentu saja penyaluran kredit/pembiayaan kepada nasabah debitur tidak dilakukan
bank secara asal-asalan. Sebelum menyetujui pengajuan kredit/pembiayaan, bank
harus meyakini bahwa calon nasabah debitur telah memenuhi prinsip dasar
pemberian kredit/pembiayaan yang dikenal dengan 5C, yaitu:
1. character (karakter nasabah debitur);
2. capacity (kemampuan nasabah menghasilkan laba);
3. capital (modal);
4. condition (kondisi
perekonomian, sektor usaha); dan
5. collateral (agunan).
Empat C pertama,
yaitu character, capacity, capital, dan
condition of economy memiliki
korelasi langsung dengan kondisi fundamental usaha nasabah debitur yang menjadi
sumber utama angsuran/pelunasan atas kredit/pembiayaan, atau disebut first way out.
Berbeda dengan empat C yang menjadi indikator first way out di atas, collateral/agunan tidak memiliki hubungan dengan kondisi fundamental usaha, namun collateral/agunan yang diberikan dapat digunakan sebagai sumber pelunasan
kredit/pembiayaan apabila nasabah debitur tidak dapat melunasi kewajibannya
kepada bank. Maka dari itu collateral disebut sebagai second way out.
Penyelesaian
Kredit/Pembiayaan melalui Penjualan Agunan
Collateral/agunan sebagai second way out merupakan
salah satu wujud mitigasi risiko pembiayaan Bank untuk menjamin pengembalian
dana nasabah penyimpan. Sebagai pilihan kedua dalam pemenuhan kewajiban
pelunasan kredit/pembiayaan, pelaksanaan penjualan collateral/agunan harus dapat dilakukan dengan cepat agar
permasalahan kredit/pembiayaan yang macet tersebut tidak berlarut-larut. Eksistensi
collateral/agunan tidak hanya dikuatkan dalam perjanjian kredit antara Bank dengan
Nasabah Debitur, namun juga diikat dengan hak jaminan kebendaan, yaitu gadai,
fidusia, atau tanggungan.
Khusus hak jaminan berbentuk hak tanggungan, agunan diikat
dalam bentuk Sertipikat Hak Tanggungan yang terbit berdasarkan Akta Pemberian
Hak Tanggungan yang ditandatangani oleh nasabah debitur. Irah-irah ‘DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA’ dalam Sertipikat Hak Tanggungan yang
berdasarkan pasal 14 Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (UU HT), mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap menjadikan proses penjualan collateral/agunan dapat dilakukan dengan lebih cepat. Penjualan
agunan dengan alas hak tanggungan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dilakukan
melalui pelelangan; atau penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan
pemberi dan pemegang Hak Tanggungan.