Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Penjualan Agunan sebagai Second Way Out Penyelesaian Kredit/Pembiayaan Bank
Mochammad Teguh Ariyanto
Selasa, 23 Maret 2021   |   6868 kali

Kredit/pembiayaan merupakan salah satu instrumen yang umum digunakan oleh pelaku usaha untuk meningkatkan produktivitas usahanya. Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan mengartikan kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam tersebut termuat berbagai klausul yang salah satunya adalah terkait dengan agunan kredit, yaitu jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit/pembiayaan. Namun sebelum membahas lebih jauh mengenai agunan kredit/pembiayaan, penting untuk terlebih dahulu mengetahui prinsip-prinsip yang digunakan bank dalam memberikan kredit/pembiayaan.

Fungsi dan Prinsip Pembiayaan Perbankan

Bank memiliki fungsi intermediary/perantara yang sangat vital dalam menggerakkan perekonomian. Nasabah pemilik dana (nasabah penyimpan) menyimpan dananya pada bank dalam berbagai bentuk produk keuangan, misalnya tabungan, giro, atau deposito. Karena memiliki fungsi intermediary/perantara, dana tersebut kemudian disalurkan oleh bank kepada nasabah yang membutuhkan kredit/pembiayaan (nasabah debitur) untuk meningkatkan produktivitas usaha atau tujuan lainnya.

Bank dalam melaksanakan usahanya diamanatkan oleh Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan untuk selalu menggunakan prinsip kehati-hatian (prudential banking). Tentu saja penyaluran kredit/pembiayaan kepada nasabah debitur tidak dilakukan bank secara asal-asalan. Sebelum menyetujui pengajuan kredit/pembiayaan, bank harus meyakini bahwa calon nasabah debitur telah memenuhi prinsip dasar pemberian kredit/pembiayaan yang dikenal dengan 5C, yaitu:

1.      character (karakter nasabah debitur);

2.      capacity (kemampuan nasabah menghasilkan laba);

3.      capital (modal);

4.      condition (kondisi perekonomian, sektor usaha); dan

5.      collateral (agunan).

Empat C pertama, yaitu character, capacity, capital, dan condition of economy memiliki korelasi langsung dengan kondisi fundamental usaha nasabah debitur yang menjadi sumber utama angsuran/pelunasan atas kredit/pembiayaan, atau disebut first way out.

Berbeda dengan empat C yang menjadi indikator first way out di atas, collateral/agunan tidak memiliki hubungan dengan kondisi fundamental usaha, namun collateral/agunan yang diberikan dapat digunakan sebagai sumber pelunasan kredit/pembiayaan apabila nasabah debitur tidak dapat melunasi kewajibannya kepada bank. Maka dari itu collateral  disebut sebagai second way out.

Penyelesaian Kredit/Pembiayaan melalui Penjualan Agunan

Collateral/agunan sebagai second way out merupakan salah satu wujud mitigasi risiko pembiayaan Bank untuk menjamin pengembalian dana nasabah penyimpan. Sebagai pilihan kedua dalam pemenuhan kewajiban pelunasan kredit/pembiayaan, pelaksanaan penjualan collateral/agunan harus dapat dilakukan dengan cepat agar permasalahan kredit/pembiayaan yang macet tersebut tidak berlarut-larut. Eksistensi collateral/agunan tidak hanya dikuatkan dalam perjanjian kredit antara Bank dengan Nasabah Debitur, namun juga diikat dengan hak jaminan kebendaan, yaitu gadai, fidusia, atau tanggungan.

Khusus hak jaminan berbentuk hak tanggungan, agunan diikat dalam bentuk Sertipikat Hak Tanggungan yang terbit berdasarkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang ditandatangani oleh nasabah debitur. Irah-irah ‘DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA’ dalam Sertipikat Hak Tanggungan yang berdasarkan pasal 14 Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (UU HT), mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadikan proses penjualan collateral/agunan dapat dilakukan dengan lebih cepat. Penjualan agunan dengan alas hak tanggungan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dilakukan melalui pelelangan; atau penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini