Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bontang > Artikel
Sinergi dan Rekan Kerja: Pelajaran dari Konsep Friendship dalam Perspektif Legal
Hadyan Iman Prasetya
Kamis, 10 Agustus 2023   |   303 kali

Dimulai beberapa hari sebelum hingga Tulisan ini disusun, ketika Penulis masuk pada akun aplikasi office automation pegawai[1], terdapat sebuah pemberitahuan terkait publikasi video singkat[2] yang telah diproduksi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Dalam notifikasi tersebut, disematkan sebuah tema “Peduli Sekitarmu "Saling Jaga, Saling Peduli" dan disertakan penjelasan yang selengkapnya berbunyi,”Kantor menjadi tempat kita menghabiskan sebagian besar waktu dalam sehari. Karena itu, kita harus dapat menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan saling mendukung untuk kebaikan bersama. Jika rekan kerja sedang mengalami kesulitan, yuk bantu meringankannya dengan kebaikan kecil yang dapat kita lakukan.” Selanjutnya, pada pemberitahuan tersebut disematkan juga dua hashtag, yaitu #KarenaKitaPeduli dan #KolaborasiTigaLini.

Membaca informasi dalam pemberitahuan yang dijabarkan sebelumnya, Penulis menangkap pesan terkait arti penting teman atau rekan kerja dalam pelaksanaan tugas keseharian pegawai Kementerian Keuangan. Didasari pada pesan yang Penulis pahami tersebut, Penulis mencoba untuk mendalami konsep pertemanan dalam perspektif legal. Sayangnya, ketika Penulis mencari berbagai sumber terkait pertemanan dan hukum, Penulis menemukan hasil yang sangat bertolak belakang dengan semangat yang hendak disampaikan video singkat di atas. Penulis banyak menemukan pembahasan terkait hubungan pertemanan dalam ranah hukum dalam konteks konflik.[3]

Berdasarkan hasil yang kurang memuaskan keingintahuan Penulis tersebut, Penulis memperluas pencarian informasi dengan menyertakan referensi dari yurisdiksi di luar Indonesia. Mendasarkan pada hasil penelusuran tersebut, Tulisan ini hendak menjelaskan konsep pertemanan dalam perspektif hukum serta menerjemahkannya pada konteks hubungan pertemanan di antara pegawai Kementerian Keuangan.

Pertemanan dalam Perspektif Legal dan Pelajarannya

Penulis menemukan seorang ahli hukum yang secara ekstensif membahas konsep pertemanan dalam perspektif hukum. Ethan J. Leib menulis 3 (tiga) artikel dan 1 (satu) buku dengan bahasan pokoknya adalah terkait pertemanan. Artikel-artikel Leib berjudul “Friendship & The Law”[4] (2007), “Friends as Fiduciaries”[5] (2009), dan “Contracts and Friendship”[6] (2010). Sedangkan buku yang telah ditulisnya berjudul “Friend v. Friend: The Transformation of Friendship-And What the Law Has to Do with It”[7] (2011).

Dalam artikel pertama, Leib menjelaskan bahwa ‘pertemanan’ sebagai institusi sosial, dalam ranah hukum tidak dibahas secara memadai dibandingkan dengan institusi sosial lainnya, sebagai misal yaitu ‘perkawinan’. Leib menulis,”Yet, the status of the friend-the true friend that is not merely a friend by analogy-seems nearly absent from the law. We build within our legal system all sorts of preferences for family members-for example, the recognition of marriage in our tax law, spousal testimonial privileges and immunities, and whole areas of criminal law that privilege family members -but we appear not to furnish the status of friend with any clear legal recognition of consequence.'[8] Leib melanjutkan bahwa, terkait upaya membahas ‘pertemanan’ dalam perspektif hukum maka terlebih dahulu harus didefinisikan siapa yang dimaksud dengan ’teman’. Leib berpendapat bahwa ‘teman’ harus dilepaskan dari semua pihak yang memiliki kekerabatan (kinship), selanjutnya dirinya menjelaskan 10 karakteristik yang terdapat dalam konsep legal ‘pertemanan’ (friendship), yaitu (i) voluntariness, (ii) intimacy, (iii) trust, (iv) solidarity and exclusivity, (v) reciprocity, (vi) warmth, (vii) mutual assistance, (viii) equality, (ix) duration over time, dan (x) conflict and modalities of conflict resolution.[9]

Pada artikel kedua, Leib berargumen bahwa ‘teman’ memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan ‘fiduciary’ sehingga menurutnya menganggap teman sebagai fiduciary adalah suatu konsep yang memungkinkan dalam hukum. Konsep fiduciary banyak dikenal dalam lapangan hukum perusahaan untuk menggambarkan hubungan yang terjadi antara direksi dengan perseroan. Mengutip definisi Black’s Law Dictionary, Ais menulis definisi Fiduciary duty sebagai berikut,”A duty to act for someone else's benefit, while subordinating one's personal interests to that of the other person.[10] Leib menjelaskan bahwa kesamaan antara konsep ‘friendship’ dan ‘fiduciary’ setidaknya teridentifikasi dari 3 (tiga) aspek, yaitu adanya trust, adanya kesukaran dalam melakukan monitoring baik terhadap teman maupun fiduciary, serta adanya potensi atau kemungkinan opportunism dalam pertemanan dan fiduciary.[11]

Artikel ketiga Leib menjelaskan bahwa anggapan yang selama ini berkembang, yaitu bahwa analogi atau perwujudan dari relational contract theory lebih tepat diubah dengan konsep ‘pertemanan’ atau friendship. Leib berpendapat bahwa konsep ‘pertemanan’ lebih cocok digunakan sebagai konsep yang menjelaskan relational contract dibanding ‘perkawinan’ karena konsep ‘pertemanan’ memiliki kesamaan dalam beberapa karakteristik.[12]

Berdasarkan pemahaman Penulis terhadap berbagai pendapat Leib tersebut, Penulis menilai bahwa argumen Leib terkait friend as fiduciary adalah pendapat yang dapat memberikan inspirasi terhadap Tulisan ini. Meskipun Penulis berpendapat bahwa menuangkan semua aspek ‘pertemanan’ ke dalam konteks hukum terlihat sangat sulit dilakukan dengan sempurna[13] dan Penulis beranggapan bahwa menuangkan konsep ‘pertemanan’ ke dalam konteks hukum seyogyanya dalam bentuk lex imperfecta, namun argumen Leib tersebut tetap mengandung pelajaran yang kiranya dapat dipahami bersama. Dalam memahami konsep teman sebagai fiduciary, Leib menjelaskan bahwa fiduciary memberi konsekuensi timbulnya berbagai duties, diantaranya yaitu duty to rescue, duty to disclose and deal fairly, dan duty of confidentiality[14], sedangkan dalam waktu yang sama antara teman juga akan menikmati privilege of informality, privilege of caregiving, privilege of privacy, privilege of vindicating rights[15] atau yang menurut Ais secara sederhana fiduciary duty harus dilakukan dengan iktikad baik atau bona fide.[16]

Dengan demikian, Penulis berpendapat bahwa satu pelajaran penting yang dapat disarikan dari penajabaran konsep pertemanan dari perspektif legal, utamanya pendapat Leib terkait friend as fiduciary, adalah bahwa hubungan pertemanan membawa tanggung jawab moril bagi para pihak yang terlibat di dalamnya untuk melakukannya dengan itikad baik. Berdasarkan hal ini, pada bagian selanjutnya akan Penulis akan menjabarkan pemahaman ini dalam konteks hubungan pertemanan pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan.

Pertemanan di Lingkungan Kerja Kemenkeu: Sinergi hingga Akuntabilitas

Sebelum menerjemahkan pelajaran dari konsep fiduciary ke dalam konteks hubungan rekan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan, sebagaimana menjadi fokus Tulisan ini, kiranya perlu dikutip terlebih dahulu berbagai temuan yang menunjukkan arti penting rekan kerja. Pertama, seorang ahli hukum lainnya, selain Leib, mengakui arti penting rekan kerja. Rosenbury menulis bahwa,”Work has long been a site of friendship..”[17], namun demikian, sebagaimana Leib, dirinya juga berpendapat bahwa pembahasan terkait pertemanan ini masih jarang dilakukan dibanding dengan disiplin ilmu sosial lainnya.[18] Kedua, klaim Rosenbury tersebut kiranya tidak berlebihan karena penelitian lain menunjukkan bahwa rekan kerja memberi dampak positif. King berpendapat,”Having social support from coworkers reduces stress, helps reduce burnout, improves efficiency and productivity, and increases employee engagement.”[19]

Lantas bagaimana menerjemahkan konsep ‘friendship’ dalam konteks hubungan rekan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan? Menjawab pertanyaan ini, Penulis mengetengahkan 3 (tiga) poin yang akan dijabarkan sebagai berikut. Perlu dipahami bahwa ketiga poin tersebut berupa 2 (dua) poin bersifat deskriptif, dalam artian mengkonstantir praktik yang telah ada di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai wujud penterjemahan konsep teman sebagai fiduciary dan 1 (satu) poin bersifat normatif, yaitu memberikan saran seyogyanya konsep teman sebagai fiduciary diterjemahkan.

Satu, Kementerian Keuangan sejatinya telah meletakkan satu nilai penting yang menurut Penulis menjadi prasyarat untuk menumbuhkan model friend as fiduciary. Nilai dimaksud adalah nilai Sinergi, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 312/KMK.01/2011 tentang Nilai-Nilai Kementerian Keuangan. Menurut Keputusan tersebut, penjelasan nilai Sinergi adalah,”Dalam Sinergi terkandung makna bahwa Pimpinan dan seluruh Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan memiliki komitmen untuk membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkuaIitas.” Selanjutnya, nilai Sinergi mengandung 2 (dua) perilaku utama yaitu (a) memiIiki sangka baik, saling percaya, dan menghormati dan (b) menemukan dan melaksanakan solusi terbaik. Adanya kewajiban bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan mendasarkan pada Nilai-Nilai dan kaidah-kaidah perilaku utama tersebut menjadikan nilai Sinergi sebagai landasan dalam memahami kewajiban fiduciary dalam hubungan pertemanan antar pegawai.

Kedua, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 322/KMK.09/2021 tentang Kerangka Kerja Penerapan Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan menetapkan pendekatan Model Tiga Lini (three line of defense). Lini pertama adalah Manajemen Operasional, Lini kedua yaitu Unit Kepatuhan Internal, dan Lini ketiga adalah Inspektorat Jenderal. Hal ini dapat diterjemahkan sebagai bentuk duty of care atau bahkan duty of rescue yang terdapat dalam konsep fiduciary. Adanya keterlibatan Manajemen Operasional maupun UKI dalam melakukan pengawasan merupakan bentuk pelaksanaan fiduciary rekan kerja. Bahkan, Inspektorat Jenderal selaku Lini ketiga melaksanakan pengawasan juga didasari dengan prinsip-prinsip yang sangat terkait erat dengan konsep pertemanan (friendship) yaitu trust dan egalitarian.[20]

Ketiga, Penulis berpendapat bahwa terdapat satu potensi yang dimiliki rekan kerja dalam kaitan penerjemahan konsep friend as fiduciary di ingkungan Kementerian Keuangan, yaitu bahwa rekan kerja dapat menjadi pihak yang membuat rekan kerja lainnya memiliki akuntabilitas dalam bekerja. Schillemans menjelaskan bahwa di samping pemahaman terhadap akuntabilitas yang telah masyhur dipahami yaitu bersifat vertikal, dirinya juga menjelaskan adanya konsep akuntabilitas yang bersifat horizontal.[21] Menurutnya skema akuntabilitas horizontal terjadi antara pegawai dengan pihak lain yang tidak memiliki hubungan atasan-bawahan, termasuk kepada rekan kerjanya (peers). Schillemans menulis,”What horizontal accountability adds, however, is that it stimulates the learning capacity of agencies. The impact on learning starts in the information phase, where the additional mechanisms create richness of information and new insights for the people concerned…. The added value of these mechanisms is that they engage the insights and knowledge of experienced peers or representatives of stakeholders. It is a form of 360°-accountability…”.[22]

Pendapat ini serupa dengan yang dinyatakan oleh Bernstein dan Rodriguez, mereka menemukan bahwa skema akuntabilitas tidak hanya antara bawahan kepada atasan selayaknya dipahami dalam principal-agent. Namun, dewasa ini akuntabilitas tergambarkan selayaknya jejaring atau web, yaitu melibatkan lebih banyak pihak, tidak hanya atasan dengan bawahan, dan di dalamnya termasuk kepada sesama rekan kerja.[23] Merujuk pada pendapat ini, Penulis beranggapan bahwa dalam menerjemahkan friend as fiduciary, sesama rekan kerja dapat menjadi pihak yang menguatkan akuntabilitas rekan kerjanya. Setidaknya dalam diri setiap individu secara internal perlu ditumbuhkan pemahaman bahwa pekerjaan yang dia lakukan menuntut adanya akuntabilitas baik secara vertikal maupun horizontal. 

Penutup

Sebagaimana Penulis ungkapkan sebelumnya, penyeledikan terhadap konsep friendship dalam ranah legal memberi satu pelajaran penting, yaitu dua orang yang berteman dapat menjadi fiduciary terhadap satu sama lain. Meskipun Penulis tidak sepenuhnya setuju terhadap upaya memformalkan institusi sosial pertemanan ke dalam norma-norma hukum[24] yang rigid, namun pelajaran berupa friend as fiduciary kiranya menjadi poin penting untuk dapat dikontekstualisasikan dalam lingkungan pegawai Kementerian Keuangan. Setidaknya apabila kita memahami bahwa kita layaknya fiduciary bagi teman kita, maka kita akan berteman dengan iktikad baik. Kembali kepada ide awal dari Tulisan ini, pandangan legal terhadap konsep friendship, termasuk friend as fiduciary, dan menerjemahkannya ke dalam konteks pegawai Kementerian Keuangan memiliki satu titik temu dari semangat dan pesan video singkat yang Penulis jelaskan pada bagian awal tulisan ini. Lebih spesisifk lagi, ide friend as fiduciary yang diterjemahkan ke dalam 3 (tiga) poin dalam tulisan ini memiliki semangat yang sama dengan #KarenaKitaPeduli dan #KolaborasiTigaLini yang diusung dalam video tersebut.

Hadyan Iman Prasetya (KPKNL Bontang)


[1] Aplikasi dimaksud diakses pada laman https://satu.kemenkeu.go.id/

[2] Video dapat dilihat melalui tautan https://www.youtube.com/watch?v=0vaDaGhAbUE

[3] Penulis mencari informasi melalui internet dengan memasukkan kata kunci pencarian ‘pertemanan dalam hukum perdata’. Hasil pencarian pada halaman pertama menunjukkan beberapa artikel yang membahas pertemanan dalam perspektif konflik, seperti ‘Macam-Macam ‘Ujian’ dalam Pertemanan, Pengalaman Kamu yang Mana?’ (https://www.hukumonline.com/berita/a/macam-macam-ujian-dalam-pertemanan--pengalaman-kamu-yang-mana-lt5f487e5c3523a/#!), ‘Teman Ingkar Janji, Apa Yang Bisa Kita Lakukan?’ (http://misaelandpartners.com/teman-ingkar-janji-apa-yang-bisa-kita-lakukan/), dan ‘Teman Tak Mau Bayar Utang, Bisa Dituntut Pidana?’ (https://uai.ac.id/teman-tak-mau-bayar-utang-bisa-dituntut-pidana/).

[4] Ethan J. Leib,”Friendship & The Law”, 54 UCLA Law Review 631 (2007)

[5] Ethan J. Leib,”Friends as Fiduciaries”, 86 Washington University Law Review 665 (2009)

[6] Ethan J. Leib,”Contracts and Friendship”, 59 Emory Law Journal 649 (2010)

[7] Ethan J. Leib, Friend v. Friend: The Transformation of Friendship—and What the Law Has to Do with It, (New York: Oxford Universty Press, 2011)

[8] Leib, “Friendship & The Law”, hlm. 632-633

[9] Ibid, hlm. 639-647.

[10] Chatamarrasjid Ais, “Fiduciary Duty sebagai Standar para Direksi dalam Melaksanakan Tugasnya”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Nomor 1 Tahun XXXI, 63.

[11] Leib, “Friends as Fiduciaries”, hlm. 686-700.

[12] Leib, “Contracts and Friendships”, hlm. 690-702. Meskipun penting, namun pembahasan terkait artikel ini menurut Penulis tidak terlalu relevan dengan maksud Tulisan ini, sehingga tidak akan dijabarkan sebagaimana kedua artikel sebelumnya. Selanjutnya, guna memahami argument Leib dalam artikel ini kiranya perlu juga dipahami bahwa konsep relational contract theory adalah suatu konsep yang memiliki karakteristik tersendiri dalam hukum kontrak yang berbeda dengan pemahaman terhadap kontrak yang berlaku.

[13] Dalam pengantar bukunya, Leib juga menuliskan respon yang disampaikan orang ketika dirinya menyatakan keinginannya untuk merumuskan konsep pertemanan dalam hukum. Leib menulis,”Sometimes when I tell people that I’m working on friendship and the law, they quickly tell me that they really don’t want to be my friend if it is going to involve any legal obligation!”. Lihat Leib, Friend v. Friend, hlm. 2.

[14] Ibid, hlm. 84-96.

[15] Ibid, hlm. 96-107.

[16] Ais, “Fiduciary Duty”, hlm. 63.

[17] Laura A. Rosenbury, “Working Relationships”, 35 Washington University Jurnal of Law & Policy 117 (2011)

[18] Ibid, hlm. 129-134.

[19] King dalam Anna Oakes, Here's what the research says about workplace friendships, diakses dari https://www.weforum.org/agenda/2023/03/heres-what-the-research-says-about-workplace-friendships/

[20] Richo A. Wibowo, et.al.,”Wacana Pemerintah untuk Mereposisi Kelembagaan Inspektorat: Tindak Lanjut, Tanggapann, Serta Inisiasi Ke Depan”, 48 Jurnal Hukum & Pembangunan 716 (2018), hlm. 725-729.

[21] Thomas Schillemans, “Accountability in the Shadow of Hierarchy: The Horizontal Accountability of Agencies”, 8 Public Organization Review 175 (2008)

[22] Ibid, hlm. 190.

[23] Anya Bernstein dan Christina Rodriguez,”The Accountable Bureaucrat”, 132 Yale Law Journal 1600 (2023)

[24] Faktanya, dikenal sebuah kontrak yang disebut dengan friendship contract atau vriendschapscontract di Belanda. Kontrak ini disusun oleh dua orang teman bernama Joost Janmaat dan Christiaan Fruneaux pada tahun 2015. Lihat https://en.wikipedia.org/wiki/Friendship_contract#Public_reactions dan Elizabeth Oldfield, The Friendship Contract, diakses dari https://comment.org/the-friendship-contract/

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini