Dimulai beberapa hari sebelum hingga
Tulisan ini disusun, ketika Penulis masuk pada akun aplikasi office
automation pegawai[1], terdapat sebuah
pemberitahuan terkait publikasi video singkat[2] yang telah diproduksi oleh
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Dalam notifikasi tersebut,
disematkan sebuah tema “Peduli Sekitarmu "Saling Jaga, Saling Peduli"
dan disertakan penjelasan yang selengkapnya berbunyi,”Kantor menjadi tempat
kita menghabiskan sebagian besar waktu dalam sehari. Karena itu, kita harus
dapat menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan saling mendukung untuk
kebaikan bersama. Jika rekan kerja sedang mengalami kesulitan, yuk bantu
meringankannya dengan kebaikan kecil yang dapat kita lakukan.” Selanjutnya,
pada pemberitahuan tersebut disematkan juga dua hashtag, yaitu #KarenaKitaPeduli
dan #KolaborasiTigaLini.
Membaca informasi dalam pemberitahuan
yang dijabarkan sebelumnya, Penulis menangkap pesan terkait arti penting teman
atau rekan kerja dalam pelaksanaan tugas keseharian pegawai Kementerian
Keuangan. Didasari pada pesan yang Penulis pahami tersebut, Penulis mencoba
untuk mendalami konsep pertemanan dalam perspektif legal. Sayangnya, ketika
Penulis mencari berbagai sumber terkait pertemanan dan hukum, Penulis menemukan
hasil yang sangat bertolak belakang dengan semangat yang hendak disampaikan
video singkat di atas. Penulis banyak menemukan pembahasan terkait hubungan
pertemanan dalam ranah hukum dalam konteks konflik.[3]
Berdasarkan hasil yang kurang memuaskan
keingintahuan Penulis tersebut, Penulis memperluas pencarian informasi dengan
menyertakan referensi dari yurisdiksi di luar Indonesia. Mendasarkan pada hasil
penelusuran tersebut, Tulisan ini hendak menjelaskan konsep pertemanan dalam
perspektif hukum serta menerjemahkannya pada konteks hubungan pertemanan di
antara pegawai Kementerian Keuangan.
Pertemanan dalam Perspektif Legal dan
Pelajarannya
Penulis menemukan seorang ahli hukum
yang secara ekstensif membahas konsep pertemanan dalam perspektif hukum. Ethan
J. Leib menulis 3 (tiga) artikel dan 1 (satu) buku dengan bahasan pokoknya
adalah terkait pertemanan. Artikel-artikel Leib berjudul “Friendship & The
Law”[4] (2007), “Friends as Fiduciaries”[5] (2009), dan “Contracts and
Friendship”[6]
(2010). Sedangkan buku yang telah ditulisnya berjudul “Friend v. Friend: The
Transformation of Friendship-And What the Law Has to Do with It”[7] (2011).
Dalam artikel pertama, Leib menjelaskan
bahwa ‘pertemanan’ sebagai institusi sosial, dalam ranah hukum tidak dibahas
secara memadai dibandingkan dengan institusi sosial lainnya, sebagai misal
yaitu ‘perkawinan’. Leib menulis,”Yet, the status of the friend-the true
friend that is not merely a friend by analogy-seems nearly absent from the law.
We build within our legal system all sorts of preferences for family
members-for example, the recognition of marriage in our tax law, spousal testimonial
privileges and immunities, and whole areas of criminal law that privilege
family members -but we appear not to furnish the status of friend with any
clear legal recognition of consequence.'[8] Leib melanjutkan bahwa, terkait
upaya membahas ‘pertemanan’ dalam perspektif hukum maka terlebih dahulu harus
didefinisikan siapa yang dimaksud dengan ’teman’. Leib berpendapat bahwa ‘teman’
harus dilepaskan dari semua pihak yang memiliki kekerabatan (kinship),
selanjutnya dirinya menjelaskan 10 karakteristik yang terdapat dalam konsep
legal ‘pertemanan’ (friendship), yaitu (i) voluntariness, (ii) intimacy,
(iii) trust, (iv) solidarity and exclusivity, (v) reciprocity,
(vi) warmth, (vii) mutual assistance, (viii) equality, (ix)
duration over time, dan (x) conflict and modalities of conflict
resolution.[9]
Pada artikel kedua, Leib berargumen
bahwa ‘teman’ memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan ‘fiduciary’
sehingga menurutnya menganggap teman sebagai fiduciary adalah suatu
konsep yang memungkinkan dalam hukum. Konsep fiduciary banyak dikenal
dalam lapangan hukum perusahaan untuk menggambarkan hubungan yang terjadi antara
direksi dengan perseroan. Mengutip definisi Black’s Law Dictionary, Ais
menulis definisi Fiduciary duty sebagai berikut,”A duty to act for
someone else's benefit, while subordinating one's personal interests to that of
the other person.”[10] Leib menjelaskan bahwa
kesamaan antara konsep ‘friendship’ dan ‘fiduciary’ setidaknya
teridentifikasi dari 3 (tiga) aspek, yaitu adanya trust, adanya
kesukaran dalam melakukan monitoring baik terhadap teman maupun fiduciary,
serta adanya potensi atau kemungkinan opportunism dalam pertemanan dan fiduciary.[11]
Artikel ketiga Leib menjelaskan bahwa
anggapan yang selama ini berkembang, yaitu bahwa analogi atau perwujudan dari relational
contract theory lebih tepat diubah dengan konsep ‘pertemanan’ atau friendship.
Leib berpendapat bahwa konsep ‘pertemanan’ lebih cocok digunakan sebagai konsep
yang menjelaskan relational contract dibanding ‘perkawinan’ karena
konsep ‘pertemanan’ memiliki kesamaan dalam beberapa karakteristik.[12]
Berdasarkan pemahaman Penulis terhadap
berbagai pendapat Leib tersebut, Penulis menilai bahwa argumen Leib terkait friend
as fiduciary adalah pendapat yang dapat memberikan inspirasi terhadap Tulisan
ini. Meskipun Penulis berpendapat bahwa menuangkan semua aspek ‘pertemanan’ ke
dalam konteks hukum terlihat sangat sulit dilakukan dengan sempurna[13] dan Penulis beranggapan
bahwa menuangkan konsep ‘pertemanan’ ke dalam konteks hukum seyogyanya dalam
bentuk lex imperfecta, namun argumen Leib tersebut tetap mengandung
pelajaran yang kiranya dapat dipahami bersama. Dalam memahami konsep teman
sebagai fiduciary, Leib menjelaskan bahwa fiduciary memberi
konsekuensi timbulnya berbagai duties, diantaranya yaitu duty to
rescue, duty to disclose and deal fairly, dan duty of confidentiality[14],
sedangkan dalam waktu yang sama antara teman juga akan menikmati privilege
of informality, privilege of caregiving, privilege of privacy, privilege of
vindicating rights[15]
atau yang menurut Ais secara sederhana fiduciary duty harus dilakukan
dengan iktikad baik atau bona fide.[16]
Dengan demikian, Penulis berpendapat
bahwa satu pelajaran penting yang dapat disarikan dari penajabaran konsep
pertemanan dari perspektif legal, utamanya pendapat Leib terkait friend as
fiduciary, adalah bahwa hubungan pertemanan membawa tanggung jawab moril
bagi para pihak yang terlibat di dalamnya untuk melakukannya dengan itikad
baik. Berdasarkan hal ini, pada bagian selanjutnya akan Penulis akan
menjabarkan pemahaman ini dalam konteks hubungan pertemanan pegawai di
lingkungan Kementerian Keuangan.
Pertemanan di Lingkungan Kerja Kemenkeu:
Sinergi hingga Akuntabilitas
Sebelum menerjemahkan pelajaran dari
konsep fiduciary ke dalam konteks hubungan rekan kerja di lingkungan
Kementerian Keuangan, sebagaimana menjadi fokus Tulisan ini, kiranya perlu
dikutip terlebih dahulu berbagai temuan yang menunjukkan arti penting rekan
kerja. Pertama, seorang ahli hukum lainnya, selain Leib, mengakui arti penting
rekan kerja. Rosenbury menulis bahwa,”Work has long been a site of
friendship..”[17], namun demikian,
sebagaimana Leib, dirinya juga berpendapat bahwa pembahasan terkait pertemanan
ini masih jarang dilakukan dibanding dengan disiplin ilmu sosial lainnya.[18] Kedua, klaim Rosenbury
tersebut kiranya tidak berlebihan karena penelitian lain menunjukkan bahwa
rekan kerja memberi dampak positif. King berpendapat,”Having social support
from coworkers reduces stress, helps reduce burnout, improves efficiency and
productivity, and increases employee engagement.”[19]
Lantas bagaimana menerjemahkan konsep ‘friendship’
dalam konteks hubungan rekan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan? Menjawab
pertanyaan ini, Penulis mengetengahkan 3 (tiga) poin yang akan dijabarkan
sebagai berikut. Perlu dipahami bahwa ketiga poin tersebut berupa 2 (dua) poin
bersifat deskriptif, dalam artian mengkonstantir praktik yang telah ada di
lingkungan Kementerian Keuangan sebagai wujud penterjemahan konsep teman
sebagai fiduciary dan 1 (satu) poin bersifat normatif, yaitu memberikan
saran seyogyanya konsep teman sebagai fiduciary diterjemahkan.
Satu, Kementerian Keuangan sejatinya
telah meletakkan satu nilai penting yang menurut Penulis menjadi prasyarat
untuk menumbuhkan model friend as fiduciary. Nilai dimaksud adalah nilai
Sinergi, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 312/KMK.01/2011
tentang Nilai-Nilai Kementerian Keuangan. Menurut Keputusan tersebut, penjelasan
nilai Sinergi adalah,”Dalam Sinergi terkandung makna bahwa Pimpinan dan seluruh
Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan memiliki komitmen untuk
membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta
kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan
karya yang bermanfaat dan berkuaIitas.” Selanjutnya, nilai Sinergi mengandung 2
(dua) perilaku utama yaitu (a) memiIiki sangka baik, saling percaya, dan
menghormati dan (b) menemukan dan melaksanakan solusi terbaik. Adanya kewajiban
bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan untuk melaksanakan
tugas dan fungsinya dengan mendasarkan pada Nilai-Nilai dan kaidah-kaidah
perilaku utama tersebut menjadikan nilai Sinergi sebagai landasan dalam
memahami kewajiban fiduciary dalam hubungan pertemanan antar pegawai.
Kedua, melalui Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 322/KMK.09/2021 tentang Kerangka Kerja Penerapan Sistem
Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan
menetapkan pendekatan Model Tiga Lini (three line of defense). Lini
pertama adalah Manajemen Operasional, Lini kedua yaitu Unit Kepatuhan Internal,
dan Lini ketiga adalah Inspektorat Jenderal. Hal ini dapat diterjemahkan
sebagai bentuk duty of care atau bahkan duty of rescue yang
terdapat dalam konsep fiduciary. Adanya keterlibatan Manajemen
Operasional maupun UKI dalam melakukan pengawasan merupakan bentuk pelaksanaan fiduciary
rekan kerja. Bahkan, Inspektorat Jenderal selaku Lini ketiga melaksanakan
pengawasan juga didasari dengan prinsip-prinsip yang sangat terkait erat dengan
konsep pertemanan (friendship) yaitu trust dan egalitarian.[20]
Ketiga, Penulis berpendapat bahwa
terdapat satu potensi yang dimiliki rekan kerja dalam kaitan penerjemahan
konsep friend as fiduciary di ingkungan Kementerian Keuangan, yaitu
bahwa rekan kerja dapat menjadi pihak yang membuat rekan kerja lainnya memiliki
akuntabilitas dalam bekerja. Schillemans menjelaskan bahwa di samping pemahaman
terhadap akuntabilitas yang telah masyhur dipahami yaitu bersifat vertikal,
dirinya juga menjelaskan adanya konsep akuntabilitas yang bersifat horizontal.[21] Menurutnya skema
akuntabilitas horizontal terjadi antara pegawai dengan pihak lain yang tidak
memiliki hubungan atasan-bawahan, termasuk kepada rekan kerjanya (peers).
Schillemans menulis,”What horizontal accountability adds, however, is that
it stimulates the learning capacity of agencies. The impact on learning starts
in the information phase, where the additional mechanisms create richness of
information and new insights for the people concerned…. The added value of
these mechanisms is that they engage the insights and knowledge of experienced
peers or representatives of stakeholders. It is a form of 360°-accountability…”.[22]
Pendapat ini serupa dengan yang dinyatakan oleh Bernstein dan Rodriguez, mereka menemukan bahwa skema akuntabilitas tidak hanya antara bawahan kepada atasan selayaknya dipahami dalam principal-agent. Namun, dewasa ini akuntabilitas tergambarkan selayaknya jejaring atau web, yaitu melibatkan lebih banyak pihak, tidak hanya atasan dengan bawahan, dan di dalamnya termasuk kepada sesama rekan kerja.[23] Merujuk pada pendapat ini, Penulis beranggapan bahwa dalam menerjemahkan friend as fiduciary, sesama rekan kerja dapat menjadi pihak yang menguatkan akuntabilitas rekan kerjanya. Setidaknya dalam diri setiap individu secara internal perlu ditumbuhkan pemahaman bahwa pekerjaan yang dia lakukan menuntut adanya akuntabilitas baik secara vertikal maupun horizontal.
Penutup
Sebagaimana Penulis ungkapkan sebelumnya, penyeledikan terhadap konsep friendship dalam ranah legal memberi satu pelajaran penting, yaitu dua orang yang berteman dapat menjadi fiduciary terhadap satu sama lain. Meskipun Penulis tidak sepenuhnya setuju terhadap upaya memformalkan institusi sosial pertemanan ke dalam norma-norma hukum[24] yang rigid, namun pelajaran berupa friend as fiduciary kiranya menjadi poin penting untuk dapat dikontekstualisasikan dalam lingkungan pegawai Kementerian Keuangan. Setidaknya apabila kita memahami bahwa kita layaknya fiduciary bagi teman kita, maka kita akan berteman dengan iktikad baik. Kembali kepada ide awal dari Tulisan ini, pandangan legal terhadap konsep friendship, termasuk friend as fiduciary, dan menerjemahkannya ke dalam konteks pegawai Kementerian Keuangan memiliki satu titik temu dari semangat dan pesan video singkat yang Penulis jelaskan pada bagian awal tulisan ini. Lebih spesisifk lagi, ide friend as fiduciary yang diterjemahkan ke dalam 3 (tiga) poin dalam tulisan ini memiliki semangat yang sama dengan #KarenaKitaPeduli dan #KolaborasiTigaLini yang diusung dalam video tersebut.
Hadyan Iman Prasetya (KPKNL Bontang)
[1] Aplikasi
dimaksud diakses pada laman https://satu.kemenkeu.go.id/
[3]
Penulis mencari informasi melalui internet dengan memasukkan kata kunci
pencarian ‘pertemanan dalam hukum perdata’. Hasil pencarian pada halaman
pertama menunjukkan beberapa artikel yang membahas pertemanan dalam perspektif
konflik, seperti ‘Macam-Macam ‘Ujian’ dalam Pertemanan, Pengalaman Kamu yang
Mana?’ (https://www.hukumonline.com/berita/a/macam-macam-ujian-dalam-pertemanan--pengalaman-kamu-yang-mana-lt5f487e5c3523a/#!),
‘Teman Ingkar Janji, Apa Yang Bisa Kita Lakukan?’ (http://misaelandpartners.com/teman-ingkar-janji-apa-yang-bisa-kita-lakukan/),
dan ‘Teman Tak Mau Bayar Utang, Bisa Dituntut Pidana?’ (https://uai.ac.id/teman-tak-mau-bayar-utang-bisa-dituntut-pidana/).
[7]
Ethan J. Leib, Friend v. Friend: The Transformation of Friendship—and What
the Law Has to Do with It, (New York: Oxford Universty Press, 2011)
[10]
Chatamarrasjid Ais, “Fiduciary Duty sebagai Standar para Direksi dalam
Melaksanakan Tugasnya”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Nomor 1 Tahun XXXI,
63.
[12]
Leib, “Contracts and Friendships”, hlm. 690-702. Meskipun penting, namun
pembahasan terkait artikel ini menurut Penulis tidak terlalu relevan dengan
maksud Tulisan ini, sehingga tidak akan dijabarkan sebagaimana kedua artikel
sebelumnya. Selanjutnya, guna memahami argument Leib dalam artikel ini kiranya
perlu juga dipahami bahwa konsep relational contract theory adalah suatu
konsep yang memiliki karakteristik tersendiri dalam hukum kontrak yang berbeda
dengan pemahaman terhadap kontrak yang berlaku.
[13]
Dalam pengantar bukunya, Leib juga menuliskan respon yang disampaikan orang ketika
dirinya menyatakan keinginannya untuk merumuskan konsep pertemanan dalam hukum.
Leib menulis,”Sometimes when I tell people that I’m working on friendship
and the law, they quickly tell me that they really don’t want to be my friend
if it is going to involve any legal obligation!”. Lihat Leib, Friend v.
Friend, hlm. 2.
[17]
Laura A. Rosenbury, “Working Relationships”, 35 Washington University Jurnal
of Law & Policy 117 (2011)
[19]
King dalam Anna Oakes, Here's what the research says about workplace
friendships, diakses dari https://www.weforum.org/agenda/2023/03/heres-what-the-research-says-about-workplace-friendships/
[20] Richo A. Wibowo, et.al.,”Wacana Pemerintah untuk Mereposisi Kelembagaan Inspektorat: Tindak Lanjut, Tanggapann, Serta Inisiasi Ke Depan”, 48 Jurnal Hukum & Pembangunan 716 (2018), hlm. 725-729.
[21]
Thomas Schillemans, “Accountability in the Shadow of Hierarchy: The Horizontal
Accountability of Agencies”, 8 Public Organization Review 175 (2008)
[23]
Anya Bernstein dan Christina Rodriguez,”The Accountable Bureaucrat”, 132 Yale
Law Journal 1600 (2023)
[24]
Faktanya, dikenal sebuah kontrak yang disebut dengan friendship contract atau
vriendschapscontract di Belanda. Kontrak ini disusun oleh dua orang
teman bernama Joost Janmaat dan Christiaan Fruneaux pada tahun 2015. Lihat https://en.wikipedia.org/wiki/Friendship_contract#Public_reactions
dan Elizabeth Oldfield, The Friendship Contract, diakses dari https://comment.org/the-friendship-contract/