Dalam lingkup Kementerian Keuangan penilai publik telah
diatur oleh 3 (tiga) peraturan yang masih berlaku sampai saat ini, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.01/2014 tentang
Penilai Publik, PMK Nomor 56/PMK.01/2017 tentang Perubahan atas PMK Nomor
101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik, dan PMK Nomor 228/PMK.01/2019 tentang Perubahan
Kedua atas PMK Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik. Sampai
saat ini, sebagian besar masyarakat belum banyak mengetahui tentang keberadaan
penilai publik juga perbedaan serta persamaan dengan penilai pemerintah.
Perbedaan dan persamaan tersebut dapat dilihat dari penjabaran yang telah
dicantumkan dalam peraturan yang berlaku.
Menurut PMK Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai
Publik, definisi penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan opini
tertulis atas nilai ekonomi suatu objek penilaian sesuai dengan SPI (Standar
Penilaian Indonesia). Sedangkan, menururt PMK Nomor 173/PMK.06/2020 tentang
Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara, penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai
atas suatu objek penilaian pada saat tertentu. Selain itu, menurut PMK Nomor
101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik, definisi penilai adalah seseorang yang
memiliki kompetensi dalam melakukan kegiatan Penilaian, yang sekurang-kurangnya
telah lulus pendidikan awal Penilaian. Sedangkan, menurut PMK Nomor
173/PMK.06/2020 tentang Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, penilai adalah pihak yang melakukan penilaian
secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. Kesimpulan definisi penilaian
dan penilai dari masing-masing peraturan telah memperlihatakan perbedaan dan
persamaan antara penilai publik dan penilai pemerintah. Perbedaan tersebut
dapat dilihat dari pedoman yang digunakannya, yaitu penilai publik menggunakan
SPI atau biasanya disebut SPI KEPI. Sedangkan, penilai pemerintah berpedoman
dengan Peraturan Menteri Keuangan atau Keputusan Direktorat Jenderal yang
berlaku. Persamaan dari keduanya adalah memberikan opini nilai dan dilakukan
oleh seseorang atau pihak yang berkompentensi dibidangnya.
Telah
dijelaskan pada PMK Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik, bahwa penilai
publik adalah penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan
jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. Dari definisi penilaian dapat
diketahui bahwa dalam proses penilaian, penilai publik berpedoman dengan KEPI
(Kode Etik Penilai Indonesia) dan SPI (Standar Penilaian Indonesia). Kode Etik
Penilai Indonesia yang selanjutnya disebut KEPI adalah pedoman etik yang wajib
dipatuhi oleh Penilai dan Standar Penilaian Indonesia yang selanjutnya
disingkat SPI adalah pedoman dasar yang wajib dipatuhi oleh Penilai dalam
melakukan Penilaian.
Dalam proses penilaian penilai publik mempunyai
beberapa tujuan melakukan penilaian antara lain: transaksi, pelaporan keuangan
sektor privat dan sektor publik, penjaminan utang, penerimaan negara, dan
tujuan penilaian lainnya sesuai SPI. Penilai publik juga mewajibkan pegawai
yang melakukan penilaian harus berkompeten dibidangnya. Adapun persyaratan
untuk menjadi penilai publik yang berkompeten antara lain: sekurang-kurangnya
telah lulus pendidikan awal penilaian yang telah diakui atau disetarakan oleh asosiasi
profesi penilai, ujian sertifikasi penilai yang hanya dapat diikuti oleh
peserta ujian yang telah menyelesaikan pendidikan awal penilaian, Penilaian
Properti Lanjutan (PPL) yang harus diikuti oleh penilai untuk mempertahankan
dan meningkatkan kompetensi, penilai publik juga wajib mengikuti pelatihan etik
sesuai dengan KEPI, dan harus memiliki perilaku profesional dengan cara
memahami dan menerapkan SPI dalam melaksanakan Penilaian. Selain itu, sesuai
dengan pedoman SPI KEPI, seorang penilai harus mempunyai sifat jujur, objektif
dan kompeten secara professional, bebas dari kecurigaan adanya kepentingan
pribadi untuk menghasilkan laporan yang jelas, dan mengungkapkan semua hal yang
penting untuk pemahaman penugasan secara tepat.
Proses penilaian pada SPI KEPI dibagi menjadi 2 (dua)
jenis yaitu proses penilaian properti dan proses penilaian bisnis. Proses penilaian
properti terdiri dari 7 (tujuh) tahap yaitu: lingkup penugasan, implementasi,
analisis data, opini nilai tanah, pendekatan penilaian, rekonsisliasi indikasi
nilai dan opini akhir, dan yang terakhir adalah pelaporan penilaian. Sedangkan
proses penilaian bisnis terdiri dari 6 (enam) tahap yaitu: lingkup penugasan,
implementasi, analisis data, pendekatan penilaian, rekonsiliasi indikasi nilai
dan opini nilai akhir, dan yang terakhir adalah pelaporan penilaian. Bidang
jasa penilaian pada penilai publik pun bermacam-macam, antara lain: penilaian
properti sederhana, penilaian properti, penilaian bisnis, penilaian personal
properti, dan jasa lainnya yang berkaitan dengan kegiatan Penilaian.
Klasifikasi permohonan penilaian masing-masing bidang tersebut telah dijelaskan
pada Pasal 5 pada Peraturan PMK Nomor 228/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua
atas PMK Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik.
Bagi pegawai Dijektorat Jenderal Kekayaan Negara, Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) pasti terdengar tidak asing. Namun banyak yang belum mengetahui bahwa KJPP adalah Penilai Publik yang dimaksud pada peraturan yang berlaku. Menurut PMK Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik, Kantor Jasa Penilai Publik yang selanjutnya disingkat KJPP adalah badan usaha yang telah mendapat izin usaha dari Menteri sebagai wadah bagi penilai publik dalam memberikan jasanya. Laporan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Sektretariat Jenderal Kementerian Keuangan telah memberitahukan jumlah KJPP per 1 Maret 2021 yang terdaftar sebanyak 131 (seratus tiga puluh satu) kantor. Selain itu juga di sampaikan bahwa per 31 Desember 2020 perkembangan jumlah KJPP dalam 3 (tiga) tahun terakhir meningkat sekitar 3 persen. Berbeda dengan cabang KJPP yang mengalami peningkatan cukup signifikan, dalam kurun waktu 2009-2019 jumlah cabang KJPP mengalami peningkatan sampai 18 kali lipat dengan rata-rata pertumbuhan 14 persen dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Penambahan tersebut dikarenakan pada tahun 2014 dibuka klasifikasi izin Penilai Publik yang baru, yaitu Properti Sederhana. Kenaikan jumlah KJPP dari tahun ke tahun tidak luput dari adanya potensi lapangan kerja yang tinggi dengan pedoman kerja yang yang jelas dan diakui oleh kementerian keuangan.
Nama sebuah KJPP terbentuk
dari nama pendiri atau gabungan dari nama-nama pendirinya. Telah dijelakan pada
PMK nomor 101/PMK.01/2014
tentang Penilai Publik, KJPP yang berbentuk perseorangan menggunakan nama penilai
publik, contoh KJPP Effendri Rais. Sedangkan, KJPP yang berbentuk persekutuan
perdata atau firma menggunakan nama salah seorang atau lebih rekan yang
merupakan penilai publik. Nama KJPP dilarang menggunakan singkatan nama. Dalam
hal ini nama penilai publik lebih dari 1 (satu) kata, nama KJPP harus
menggunakan paling sedikit 1 (satu) kata yang merupakan bagian dari nama
lengkap penilai publik yang dimaksud. Dalam hal ini jumlah rekan dalam KJPP
lebih banyak dari jumlah rekan yang namanya tercantum dalam nama KJPP, di
belakang nama KJPP ditambahkan frasa “dan Rekan”, contoh KJPP MBPRU dan Rekan.
KJPP MBPRU dan Rekan merupakan nama dari rekan pendiri KJPP yaitu Musttaqin,
Bambang, Purwanto, Rozak, Uswatun, dan Rekan.
Menururt PMK nomor
228/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK nomor 101/PMK.01/2014 tentang
Penilai Publik, KJPP dapat berbentuk badan usaha berupa perseorangan dan
persekutuan perdata atau firma. KJPP berbentuk perseorangan didirikan oleh
seorang Penilai Publik yang sekaligus bertindak sebagai Pemimpin, contoh KJPP Effendri Rais. KJPP Effendi Rais merupakan
salah satu KJPP dengan bentuk badan usaha perseorangan dan bidang jasa penilaian properti. Sedangkan,
KJPP berbentuk persekutuan perdata atau firma harus didirikan oleh paling
sedikit 2 (dua) orang Penilai Publik, yang masing-masing sekutu merupakan Rekan
dan salah seorang sekutu bertindak sebagai Pemimpin Rekan. KJPP berbentuk persekutuan
perdata atau firma harus dipimpin oleh Penilai Publik yang memiliki klasifikasi
bidang jasa Penilaian Properti dan/atau Penilaian Bisnis; atau Penilaian
Properti Sederhana jika seluruh Rekan yang Penilai Publik mempunyai klasifikasi
bidang jasa Penilaian Properti Sederhana, contoh KJPP Antonius, Herutono,
Djasmanuddin, Robby, dan Rekan (AHDR dan Rekan). KJPP AHDR dan Rekan merupakan salah
satu KJPP dengan bentuk badan usaha persekutuan perdata dan bidang jasa
penilaian properti dan bisnis karena dipimpin oleh penilai publik yang telah
berkompetensi penilai bisnis dan penilai properti dengan rekan yang
berkompetensi penilai properti.
Dalam penulisan ini penulis berpedoman dengan Peraturan
Menteri Keuangan yang berlaku, SPI KEPI 2018, website KJPP, dan sebatas
pengetahuan penulis. Tujuan penulisan ini diharapkan dapat menambah pemahaman
penulis dan pembaca terkait penilai publik. (Eni Latifah – KPKNL Bontang)
·
Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik
·
Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia nomor 56/PMK.01/2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik
·
Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia nomor 228/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Keuangan nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik
·
PMK nomor 173/PMK.06/2020
tentang Penilaian Oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara
·
SPI KEPI 2018
·
https://pppk.kemenkeu.go.id/media/document/7296/kjpp.pdf
tanggal 20 Desember 2021 pukul 08.00 WITA
·
https://pppk.kemenkeu.go.id/media/document/7257/direktori-kjpp-tahun-2020-per-31-des-2020.pdf
tanggal 20 Desember 2021 pukul 08.30 WITA
·
http://jasapenilaipublikeffendrirais.blogspot.com/
tanggal 20 Desember 2021 pukul 10.02 WITA
·
https://www.kjpp-mbpru.com/home
tanggal 20 Desember 2021 pukul 11.00 WITA
·
https://ahdrkjpp.wordpress.com/
tanggal 20 Desember 2021 pukul 11.10 WITA