Bagi seorang ASN di DJKN, merantau adalah sebuah kata yang sering kita dengar dan tak asing di telinga kita. Apalagi jika disandingkan
dengan kata mutasi, bercampur aduk perasaan kita saat pengumuman itu tiba.
Istilah merantau sendiri berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu "rantau". Kata
rantau pada awalnya bermakna:
wilayah-wilayah yang berada di luar wilayah inti Minangkabau (tempat awal mula
peradaban Minangkabau). Merantau adalah perginya atau perpindahan seseorang untuk meninggalkan
tempat dimana ia berasal atau dilahirkan dan ia tumbuh besar menuju suatu
wilayah lain, guna menjalani kehidupan baru maupun untuk sekedar mencari pengalaman hidup atau pekerjaan. Proses
pentasbihkan seseorang sebagai manusia dewasa kadang dikaitkan dengan keberaniannya merantau
jauh dari kampung halaman. Banyak faktor penyebab seseorang untuk memutuskan merantau, seperti tuntutan hidup untuk mencari nafkah, mencari
ilmu, atau rasa
penasaran pada suatu tempat atau keadaan.
Saat surat tugas sudah diturunkan, mental dan fisik sudah harus siap sedia
walaupun merantau
bukanlah perkara mudah. Banyak hal
yang harus dipersiapkan juga diikhlaskan. Saat seorang perantau berada dalam diam dan kesepian, ada sebuah mimpi dan harapan untuk pulang dan mengembangkan tanah kelahiran sendiri. Tetapi
benar juga kata orang jika nusantara ini luas dan penuh kejutan,
mari kita jalani, amati, serta
renungkan agar kita bisa mengambil pelajaran dari semuanya.
Sebagai sebuah perjalanan karir juga karya kehidupan, maka tugas yang sudah diamanahkan harus kita lalui untuk memunculkan harapan. Percayalah bahwa akan ada berkah dari sebuah perjalanan panjang
di tempat kita mengabdi dan berkarya. Setiap perjumpaan dengan orang baru, ada pengalaman hidup yang dipetik, ada nilai lebih
yang dapat dibawa pulang, ada kisah-kisah indah untuk disimpan ke dalam memori.
Keberhasilan dan kegagalan merupakan pengalaman penting untuk kita maknai hikmahnya. Pengalaman itulah yang akan kita jadikan sebagai guru terbesar kehidupan.
Salah satu tantangan seorang perantau adalah untuk menahan rindu akan kampung halaman. Selama perjalanan panjang di tanah rantau, ingatan akan rumah dan kampung halaman akan terus membuncah dalam pikiran, ingatan datang saat senja menyapa, menemani kita saat perjalanan pulang ke rumah singgah sementara. Tentu, kesempatan untuk pulang selalu terbuka untuk dieksekusi. Berkaca di saat sekarang (masa pandemi), saat dimana kita pernah dilarang pulang walau dengan alasan apapun, ketika mendapat kesempatan untuk pulang walau hanya sebentar, kesempatan ini jelas tidak boleh disia – siakan.
Belum lama memang saya pergi meninggalkan rumah, tetapi saya termasuk yang selalu berpikir untuk pulang. Yang pasti ini bukan
perkara kerasan atau tidak, tetapi saya rasa tidak ada tempat senyaman rumah sendiri. Saya percaya, rumah selalu memiliki roh untuk memanggil penghuninya
kembali merayakan cinta dan cerita di bawah atapnya. Suasana rumah seperti itulah yang membuat rindu saat harus pergi mencari nafkah ke kampung orang.
Selalu banyak alasan untuk pulang. Mungkin karena ada orang tua yang
tetap ingin melihat anaknya secara langsung, bukan hanya suara ataupun gambar di
layar handphone. Mungkin karena ada pasangan yang butuh teman berbincang,
kontak mata dan ekspresi tubuh secara langsung yang tidak akan tergantikan
dengan gadget manapun. Mungkin juga karena ada anak yang ingin bermain dan
tertawa bersama, merasa terlindungi dari dunia yang terasa asing untuknya.
Sejatinya, pulang adalah
tugas yang harus dituntaskan oleh setiap orang, yang memberikan arti sebenarnya dari sebuah perjalanan, yang
mengakhiri suatu perjalanan.
Kita merantau di sini bukan tanpa sebab, kita punya tanggung jawab yang
besar sebagai abdi negara. Kita diamanahkan untuk ikut serta membangun
Indonesia di berbagai pelosok nusantara. Saya yakin, kita pasti dapat
melakukannya dengan baik. Kita sudah dilatih untuk itu. Pertanyaannya,
bagaimana dengan tanggung jawab kita dengan yang kita tinggalkan? Yang kita
ikhlaskan? Apakah kita sudah bisa memberikan kompensasi yang baik untuk itu?
Apakah kita masih tetap berbakti untuk orang tua kita seperti sebelumnya? Apakah
kita masih tetap romantis untuk pasangan kita seperti sebelumnya? Apakah kita
masih tetap menjadi pengayom untuk anak kita seperti sebelumnya? Dengan pulang,
mungkin itu bisa menjadi sebuah obat, mungkin hanya sebagai penawar sementara,
untuk rindu yang seharusnya dibayar tuntas.
Saya pikir, kita merantau juga karena ada yang sedang kita perjuangkan. Apapun
itu, semoga di tanah rantau inilah perjuangan itu dapat kita lakukan dengan
sehebat – hebatnya, sehormat – hormatnya. Hingga tiba saatnya kita kembali dengan baik-baik saja ke rumah, sebuah harapan bagi semua orang yang telah
meninggalkan rumah. Mengisi waktu sebelum pulang ke rumah dengan
memberi manfaat kepada sebanyak – banyaknya orang adalah sebaik – baiknya hal yang
dapat kita lakukan.
Waktu terus berjalan dan hidup di tanah rantau tak akan berhenti hingga surat keputusan baru hadir
untuk menjawab apakah sudah waktunya untuk pulang, tetap menetap, atau
berpetualang ke tempat baru yang menunggu untuk kita jelajahi nuansanya.
Kita merantau sebagai kewajiban untuk negara, dan kita pulang sebagai
kewajiban untuk orang tersayang. Saya percaya, jika anda tetap membaca tulisan ini hingga
selesai, sepertinya anda sedang ingin pulang.