Sekilas tentang Kota Bontang
Kota Bontang merupakan salah satu kota penghasil gas alam terbesar di
Indonesia. Terletak di Provinsi Kalimantan Timur, Kota Bontang berjarak sekitar
100 km dari Kota Samarinda. Dengan luas wilayah sebesar 158,2276 km2,
wilayah administrasi Kota Bontang dibagi menjadi tiga kecamatan yaitu Bontang
Utara, Bontang Selatan, dan Bontang Barat.
Kota Bontang dikenal sebagai kota industri. Terdapat beberapa
perusahaan tambang yang berada di kota ini. Badak NGL, Pupuk Kaltim,
dan Indominco Mandiri merupakan beberapa perusahaan besar yang beroperasi di
Kota Bontang. Sebagai tambahan, penegasan Kota Bontang sebagai kota industri
juga tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Bontang Tahun 2012 - 2032, di mana tujuan penataan
ruang Kota Bontang adalah untuk mewujudkan Kota Bontang
sebagai kota maritim berkebudayaan industri yang berwawasan lingkungan dan
mensejahterakan masyarakat melalui keterpaduan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang antar wilayah nasional,
provinsi maupun kota dan antar kawasan peruntukan lindung maupun peruntukan budi
daya sebagai bagian dari pusat kegiatan nasional kawasan perkotaan Samarinda,
Balikpapan, dan Bontang.
Sekilas tentang Infrastruktur
Infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas fisik yang
dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan
air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi untuk memfasilitasi
tujuan-tujuan ekonomi dan sosial (Stone dalam Prasetyo, 2009:225).
Dengan skema apapun, sudah menjadi fungsi pemerintah untuk menyediakan infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur banyak dilakukan dalam kurun waktu beberapa tahun
terakhir. Pemerintah Indonesia menempatkan pembangunan infrastruktur fisik
sebagai salah satu prioritas untuk mencapai pemerataan dan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Pada RKP Tahun 2020, untuk
mencapai sasaran pembangunan yang berfokus pada upaya pembangunan sumber daya
manusia dan pemerataan wilayah, strategi pelaksanaan pembangunan dituangkan ke
dalam lima Prioritas Nasional, salah satunya adalah infrastruktur dan
pemerataan wilayah.
Peningkatan pembangunan infrastruktur di Indonesia juga tercermin dalam
postur APBN 2020. APBN 2020 mengalokasikan anggaran untuk pembangunan
infrastruktur sebesar 423,3 T. Tren anggaran infrastruktur ini meningkat apabila
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Tahun |
Besaran (dalam T) |
Peningkatan |
2015 |
256,1 |
|
2016 |
269,1 |
5,10% |
2017 |
379,7 |
41,1% |
2018 |
394,0 |
3,80% |
2019 |
399,7 |
1,40% |
2020 |
423,3 |
5,90% |
Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan pembangunan
infrastruktur dengan tujuan untuk mencapai pemerataan ekonomi, dengan melakukan
pembangunan dan rehabilitasi jalan dan jembatan sebagai koneksi antar wilayah,
bandara baru, bendungan, jaringan irigasi, perumahan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah, rumah khusus, sarana dan prasarana kesehatan, hingga
pembangunan/penyelesaian rel kereta api.
Infrastruktur berupa Jaringan Gas
di Kota Bontang
Kota Bontang merupakan salah satu kota penghasil gas bumi terbesar di
Indonesia. Gas bumi adalah bahan bakar fosil yang berbentuk gas. Gas bumi
sering ditemui di ladang minyak dan juga tambang batubara. Gas bumi dapat
berbentuk LPG (Liquified Petroleum Gas)
atau gas alam cair (Liquified Natural Gas).
Gas bumi berupa LPG sering dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan industri. Gas yang berada di dalam tabung LPG
berbentuk zat cair. Namun pada suhu dan tekanan normal, LPG yang keluar dari
tabung akan langsung berubah menjadi gas. Sifat dari gas ini adalah mudah
disimpan dan bisa langsung digunakan tanpa memerlukan infrastruktur khusus.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, LPG memiliki “barang substitusi”
atau alternatif lain, yaitu LNG. LNG (Liquified
Natural Gas) merupakan salah satu bentuk olahan gas alam/gas bumi yang
memiliki kandungan berbeda dengan LPG. Namun penggunaan LNG membutuhkan
infrastruktur yang lebih kompleks dibandingkan dengan LPG. Tidak seperti LPG,
LNG tidak dapat disimpan di dalam tabung karena spesifikasinya.
LNG membutuhkan infrastruktur khusus supaya dapat dimanfaatkan oleh
konsumen, yaitu jaringan pipa gas. Tidak hanya itu, di sisi hulu, fasilitas
produksi berupa kilang yang mampu mencairkan gas tersebut juga sangat
dibutuhkan. Sehingga pengembangan dan pemanfaatan LNG membutuhkan biaya
investasi yang sangat besar.
Sadar akan potensi besar gas alam, pada tahun 1974 dibentuk perusahaan
PT Badak NGL untuk mengolah gas alam yang ditemukan di sekitar Muara Badak,
Kota Bontang. Untuk mengolah gas alam tersebut, PT Badak NGL memiliki salah
satu kilang LNG terbesar di dunia. PT Badak NGL pernah memproduksi LNG hingga
20,25 juta ton dan LPG sebesar 1,16 juta ton pada tahun 2001.
Keberadaan gas alam yang melimpah ini setidaknya juga dapat dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat yang tinggal di Kota Bontang.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
menginisiasi program pembangunan infrastruktur jaringan gas kota atau jaringan
gas rumah tangga. Program ini tertuang dalam Perpres Nomor 29 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011 dan Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2010.
Berdasarkan Perpres Nomor 29 Tahun 2010 tentang
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011,
bauran energi nasional masih didominasi oleh BBM (Bahan Bakar Minyak) sebesar
48%. Gas bumi hanya menyumbang 19% dari total bauran energi nasional. Salah
satu kendala dalam pemanfaatan gas bumi masih terbatasnya sarana dan prasarana
untuk mendistribusikan gas alam yang telah diolah tersebut hingga dapat
dimanfaatkan pada level rumah tangga.
Sehingga melalui Perpres tersebut, pemerintah mencanangkan program
pembangunan jaringan gas kota untuk 16.000 sambungan rumah yang tersebar di
beberapa kota. Pembangunan infrastuktur jaringan gas ini dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan domestik dan mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi.
Dari 16.000 sambungan jaringan gas tersebut, sebanyak 3.960 sambungan
dibangun di Kelurahan Gunung Elai dan Kelurahan Api-Api Kecamatan Bontang Utara.
Sehingga masyarakat yang tinggal di dua kelurahan tersebut dapat merasakan
manfaat gas alam LNG terlebih dahulu.
Proyek pembangunan jaringan gas ini dilanjutkan oleh Pemerintah Kota
Bontang menggunakan APBD-nya pada tahun 2013 sebanyak 1.200 SR di Kelurahan
Telihan. Pada tahun 2017, melalui Perpres Nomor 45 Tahun 2016 tentang Rencana
Kerja Pemerintah Tahun 2017, target pembangunan jaringan gas di berbagai kota
di Indonesia sebanyak 110.000 SR. 8.000 SR di antaranya dibangun di Kota
Bontang. Selanjutnya pada tahun 2018
melalui Perpres Nomor 79 Tahun 2017 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2018, pembangunan jaringan gas kota ditargetkan sebanyak 306.000 SR di berbagai
kota di Indonesia. Realisasi pembangunan jaringan gas di Bontang pada tahun
2018 adalah sebanyak 5.005 SR yang tersebar di beberapa kelurahan. Sehingga
saat ini jumlah jaringan gas mencapai 18.000 SR yang tersebar di hampir seluruh
kelurahan di Kota Bontang. Dari jumlah SR tersebut, hanya satu kelurahan yang
belum terdapat instalasi jaringan gas, yaitu Kelurahan Bontang Lestari. Setidaknya,
rencana pembangunan jaringan pipa gas untuk melayani kebutuhan masyarakat yang
tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bontang 2019 s.d 2039 sudah
hampir terlaksana. Pada Pasal 25 Perda RTRW Kota Bontang 2019 s.d. 2039
dijelaskan bahwa pembangunan jaringan pipa gas untuk melayani kebutuhan
masyarakat terdapat di seluruh kelurahan di Kota Bontang.
Program pembangunan infrastruktur jaringan gas ini memberikan dampak
positif bagi negara maupun masyarakat. Seperti yang disebutkan dalam RKP 2011,
pemerintah berusaha mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi. Pemerintah
berusaha menyediakan barang substitusi berupa gas bumi.
Dari sisi masyarakat, mereka akan mendapatkan suplai gas alam dengan
karakteristik energi yang lebih murah, bersih, dan aman. Harga jual gas bumi
yang dijual oleh BUMD pengelola jaringan gas di Kota Bontang sebesar Rp6.000,00
per m3. Satuan tersebut sama dengan 1 kg gas dalam tabung LPG.
Sedangkan harga isi ulang tabung LPG 12 kg di Kota Bontang berada di rentang
Rp100.000,00 ke atas. Apabila dibandingkan dengan gas bumi, maka penggunaan gas
bumi lebih hemat karena konsumen hanya mengeluarkan Rp72.000,00 untuk 12 m3.
Selisih harga minimal Rp30.000,00 tentunya sangat terasa bagi konsumen di skala
rumah tangga.
Selain murah, konsumen gas bumi juga sangat dimudahkan dengan adanya
pipa gas bumi. Dengan tidak menggunakan media tabung gas, mereka tidak perlu
repot-repot ke toko kelontong untuk menukar tabung gas kosong dengan tabung gas
yang sudah terisi. Konsumen cukup melakukan pembayaran biaya langganan perbulan ke
kantor pos terdekat. Bahkan saat ini, konsumen semakin diberikan kemudahan
pembayaran. Mereka dapat berlangganan gas dengan sistem prabayar, yaitu
dengan membeli token khusus di beberapa konter pulsa yang menyediakan token
tersebut.
Keuntungan lain penggunaan gas alam ini yaitu tingkat keamanan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan LPG. Spesifikasi pipa untuk distribusi gas
bumi telah ditentukan sedemikian rupa oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas
Bumi Kementerian ESDM, yang pastinya untuk menjaga pasokan gas tetap berada
dalam kondisi aman dan meminimalisasi kemungkinan terjadinya kebocoran.
Selain murah dan aman, penggunaan gas bumi untuk keperluan sehari-hari
juga lebih ramah lingkungan. Penggunaan gas bumi dapat mengurangi emisi karbon
dioksida hasil pembakaran. Selain itu gas bumi juga tidak mengeluarkan banyak
asap dan tidak meninggalkan jelaga.
Pemanfaatan sumber daya alam yang terkandung pada daerah tentunya sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk memaksimalkan SDA yang ada. Meskipun biaya untuk kegiatan pengembangan dan pemanfaatan gas bumi cukup mahal, Pemerintah tetap berkomitmen untuk menyediakan infrastruktur pipa jaringan gas. Hal ini tak lain supaya ketersediaan sumber daya alam berupa gas bumi yang cukup berlimpah di Kota Bontang dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat, sehingga dapat mewujudkan Kota Bontang sebagai City Gas di waktu yang akan datang.
Penulis: Wahyu Suryo Majid, Pelaksana KPKNL Bontang
Sumber:
APBN Indonesia Tahun 2015 s.d. 2020.
Annual Report PT Badak NGL Tahun 2018
Lestari, Mega, Suhadak. 2019. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur
terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Ekonomi Indonesia (Studi pada Badan
Pusat Statistik Tahun 2003-2017). Jurnal Administrasi Bisnis FIA UB. Vol. 17
2019.
Pembangunan Jaringan Gas Bumi untuk Rumah Tangga, Ditjen Migas
Kementerian ESDM.
Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 13 Tahun 2019 tentang RTRW Kota
Bontang Tahun 2019 - 2039.
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) Tahun 2011.
Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) Tahun 2017.
Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017 tentang Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) Tahun 2018.