Pendahuluan
Dalam
melaksanakan kegiatan penilaian properti berupa tanah yang menggunakan
pendekatan data pasar (market data approach), penentuan opini nilai
didasarkan pada perbandingan atas analisis transaksi, penawaran dan permintaan
properti sejenis, yang berada di sekitar lokasi dengan memperhatikan
faktor-faktor perbandingan antara lain lokasi, jenis dokumen kepemilikan,
kondisi pembiayaan, kondisi transaksi, karakteristik fisik properti,
karakteristik ekonomi dan penggunaan. Sehingga lebih lanjut, penilai harus
mampu menyusun analisis dan mengidentifikasi penggunaan tertinggi dan terbaik
atas tanah dalam keadaan kosong sehingga didapat nilai tanah untuk penggunaan
yang spesifik.
Pada
tahun 2020, KPKNL Bima menerima permohonan penilaian Barang Milik Daerah (BMD)
berupa tanah dari Pemerintah Daerah Kota Bima dalam rangka pemindahtanganan
melalui tukar-menukar dengan tanah masyarakat. Tanah Pemerintah Daerah Kota
Bima yang menjadi objek penilaian merupakan tanah pertanian yang berlokasi di
pinggiran kota Bima serta memiliki luasan antara 1.000 s.d. 7.000 m² dengan
dokumen legalitas berupa Berita Acara Serah Terima (BAST). Disamping itu, tanah
masyarakat yang menjadi objek tukar menukar juga merupakan tanah pertanian di
lokasi yang berdekatan dengan luasan antara 400 s.d. 1.200 m² dengan dokumen
legalitas berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB serta Surat
Keterangan Lurah. Gambaran di atas menunjukkan bahwa fenomena kepemilikan tanah
pertanian dibawah 10 ha dengan dokumen legalitas berupa SPPT PBB serta Surat
Keterangan Lurah ternyata masih menjadi hal umum di wilayah kota Bima. Berdasarkan
wawancara pendahuluan dengan petugas Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Bima
diperoleh informasi bahwa walaupun pengurusan kepemilikan tanah di wilayah kota
Bima meningkat dari tahun ke tahun namun belum seluruh bidang tanah di wilayah
kota Bima bersertipikat. Khusus untuk tanah pertanian, kesadaran masyarakat
untuk mengurus sertipikat hak milik atas tanah tersebut masih lebih rendah
dibandingkan mengurus legalitas kepemilikan untuk tanah perumahan.
Dalam kaitannya dengan proses penilaian, penilaian tanah pertanian dengan luasan dibawah 10 ha yang belum bersertipikat dengan dokumen legalitas berupa SPPT PBB dan/atau Surat Keterangan Lurah merupakan hal yang menarik untuk diteliti khususnya bila dikaitkan dengan objek pembanding yang serupa namun memiliki dokumen legalitas kepemilikan tertinggi (SHM) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang Agraria. Penentuan besaran penyesuaian (adjustment) objek pembanding berupa tanah pertanian dengan dokumen legalitas SHM perlu dilakukan dengan mengukur seluruh biaya pengurusan dan penerbitan Sertipikat Hak Milik tersebut sehingga diperoleh besaran penyesuaian yang dapat dipertanggungjawabkan dan akuntabel. Oleh karena itu tulisan ini bermaksud untuk mengkaji dan mengetahui berapa besaran penyesuaian (adjustment) dokumen kepemilikan terhadap tanah pertanian dengan luas sampai dengan 10 ha yang berlokasi di pinggiran kota Bima dengan bukti kepemilikan berupa SHM bila dibandingkan dengan tanah pertanian dengan kriteria yang sama namun bukti kepemilikannya berupa SPPT PBB dan/atau Surat Keterangan Lurah pada tahun 2020.
Pembahasan
Menurut Parker (2016: 92) penilaian
adalah : “A time specific outcome or process with value being a judgement of
either the most probable price in exchange or the economic benefits of ownership,
each of which is specifically defined and for which valuers should exercise
caution in application”. Wyatt (2007: 6) berpendapat bahwa penilaian adalah
“The
process of formalising this principle as a means of estimating the equilibrium
price at which supply and demand takes place under ‘normal’ market conditions”.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian adalah
suatu proses pemberian opini terhadap objek penilaian dengan nilai yang paling
mungkin untuk ditransaksikan atau keuntungan ekonomis atas kepemilikan pada
saat atau waktu tertentu.
Wolcott (dalam Sutawijaya, 2004)
mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi nilai harga tanah dan bangunan
antara lain:
1. Faktor ekonomi, ditunjukkan dengan
hubungan permintaan dan penawaran dengan kemampuan ekonomi suatu masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Variabel permintaan meliputi jumlah
tenaga kerja, tingkat upah, tingkat pendapatan dan daya beli, tingkat suku
bunga dan biaya transaksi. Variabel penawaran meliputi jumlah tanah yang
tersedia, biaya perijinan, pajak dan biaya overhead lainnya.
2.
Faktor sosial, ditunjukkan dengan
karakteristik penduduk yang meliputi jumlah penduduk, jumlah keluarga, tingkat
pendidikan, tingkat kejahatan dan lain-lain. Faktor ini membentuk pola
penggunaan tanah pada suatu wilayah.
3.
Faktor pemerintah, seperti halnya
berkaitan dengan ketentuan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah di
bidang pengembangan dan penggunaan tanah (zoning), termasuk di dalamnya
ketentuan kepemilikan atas tanah, penyediaan fasilitas dan pelayanan oleh
Pemerintah mempengaruhi pola penggunaan tanah, misalnya fasilitas keamanan,
kesehatan, pendidikan, jaringan transportasi, peraturan perpajakan dan
lain-lain.
4.
Faktor fisik, antara lain kondisi
lingkungan, tata letak atau lokasi.
Dari pendapat tersebut diketahui bahwa legalitas hukum atas
kepemilikan tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai harga
tanah disamping banyak faktor lainnya
Tanah
yang memiliki legalitas SPPT PBB dan/atau Surat Keterangan Lurah, sebelum
ditingkatkan hak kepemilikannya menjadi SHM harus terlebih dahulu dilakukan
survei pengukuran, pemetaan, pemeriksaan dan pendaftaran tanah oleh Kantor
Badan Pertanahan Nasional setempat. Pelaksanaan kegiatan tersebut dan biaya
pelaksanaannya diatur di dalam PP nomor 128 tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Untuk tanah pertanian dengan luasan
dibawah 10 ha maka membutuhkan biaya sebagai berikut:
1.
Biaya
pelayanan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah
2. Biaya pelayanan pemeriksaan tanah oleh panitia A
3.
Biaya pelayanan pendaftaran penegasan konversi atau
pengakuan hak/pendaftaran Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah sebesar Rp50.000 per
bidang.
Dalam kajian ini, penelitian dilakukan dengan metode studi kasus dan penentuan sample dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu penentuan sample dengan tujuan tertentu dengan kriteria sampling adalah tanah pertanian di pinggiran kota Bima yang dijual atau ditawarkan pada tahun 2020 dengan luasan dibawah 10 ha dengan bukti kepemilikan tanah berupa SHM, SPPT dan/atau Surat Keterangan Lurah. Pengambilan sample dilakukan pada bulan Juni s.d. September 2020 dan ditemukan 8 (delapan) buah sample dengan hasil sebagai berikut:
Seluruh sampel di atas pada
dasarnya merupakan keseluruhan hasil survei dari transaksi jual beli dan
penawaran jual tanah pertanian di pinggiran kota Bima dengan luasan sampai
dengan 10 ha yang diperoleh dari kurun waktu bulan Juni s.d. September tahun
2020. Terbatasnya data transaksi tersebut disebabkan tanah pertanian di kota
Bima merupakan aset produktif yang menopang perekonomian masyarakat sehingga
sangat jarang dilakukan pemindahtanganan kecuali dalam keadaan tertentu seperti
terkait kebutuhan keuangan yang mendesak.
Berdasarkan
data hasil survei tanah yang telah diolah, maka dilakukan perhitungan berapa
biaya penerbitan SHM untuk tanah S-1 s.d. S-4 dengan menggunakan rumus
perhitungan dari BPN dengan hasil sebagaimana tabel 1 sebagai berikut:
Selanjutnya,
jika faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai tanah dianggap tetap (ceteris
paribus), maka tanah dengan dokumen legalitas berupa SHM (tanah S-5 s.d.
S-8) dilakukan perhitungan mundur untuk mengurangkan tingkat legalitas hak
tanah tersebut dari sebelumnya bersertipikat hak milik menjadi tidak
bersertipikat dengan tujuan untuk mengetahui berapa asumsi biaya penerbitan SHM
dan berapa asumsi harga tanah sebelum bersertipikat SHM. Hasil perhitungan tersebut
adalah sebagaimana tabel 2 sebagai berikut:
Berdasarkan tabel 1 dan tabel 2 di atas,
maka dilakukan pengukuran rasio besaran biaya penerbitan SHM terhadap harga
transaksi tanah dengan tujuan untuk mengetahui berapa besar pengaruh biaya penerbitan
SHM terhadap harga transaksi tanah. Perhitungan rasio tersebut dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Berdasarkan
perhitungan rasio tersebut maka untuk tanah yang legalitasnya berupa SPPT PBB
dan/atau surat keterangan lurah, rasio besaran biaya penerbitan SHM dengan
harga transaksi tanah adalah sebagaimana tabel 3 sebagai berikut:
Selanjutnya untuk perhitungan rasio asumsi biaya penerbitan
SHM dengan asumsi harga transaksi tanah sebelum bersertipikat hak milik pada
tanah yang dokumen legalitasnya berupa SHM dapat disajikan pada tabel 4 sebagai
berikut:
Berdasarkan tabel 3 dan tabel
4 di atas, diketahui bahwa rata-rata rasio biaya pengurusan dan penerbitan SHM dengan harga transaksi tanah dengan
legalitas SPPT dan/atau Surat Keterangan Lurah adalah sebesar 0,46% dan untuk rata-rata
rasio asumsi biaya pengurusan hak atas tanah menjadi SHM dengan asumsi harga tanah SHM sebelum
bersertipikat hak milik adalah sebesar 0,42%. Rata-rata rasio perbandingan
tersebut memiliki selisih sebesar 0,04% dan berada pada range delta (∆ ) 0,4%
sampai dengan 0,5%. Dari rata-rata rasio ini diketahui bahwa biaya pengurusan
dan penerbitan dokumen kepemilikan berupa SHM untuk tanah pertanian di kota
Bima dengan luasan sampai dengan 10 ha yang dokumen legalitasnya berupa SPPT
PBB dan/atau Surat Keterangan Lurah pada tahun 2020 berada pada angka 0,4% s.d.
0,5% dari harga transaksi tanah, atau dapat disimpulkan bahwa dokumen
kepemilikan mempengaruhi harga transaksi tanah sebesar 0,4% s.d. 0,5%.
Penutup
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Besaran penyesuaian dokumen kepemilikan
terhadap tanah pertanian dengan dokumen legalitas berupa SHM di pinggiran kota
Bima dengan luas tanah sampai dengan 10 ha bila dibandingkan dengan tanah pertanian
dengan bukti legalitas berupa SPPT dan/atau Surat Keterangan Lurah dengan luas
tanah sampai dengan 10 ha pada tahun 2020 berada pada range delta (∆ ) 0,4%
sampai dengan 0,5%. Selanjutnya mengingat SHM merupakan dokumen legalitas
tertinggi, maka penyesuaiannya menuju tanah yang memiliki legalitas berupa SPPT
dan/atau Surat Keterangan Lurah harus dilakukan dengan menggunakan penyesuaian
negatif.
2. Besaran penyesuaian dokumen kepemilikan tanah
pertanian dengan dokumen legalitas berupa SHM di pinggiran kota Bima dengan
luas tanah sampai dengan 10 ha bila dibandingkan dengan tanah pertanian dengan
bukti legalitas berupa SPPT dan/atau Surat Keterangan Lurah dengan luas tanah
sampai dengan 10 ha pada tahun 2020 dapat dihitung dengan rumus:
Beberapa rekomendasi berkenaan hasil
pembahasan di atas dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Dalam
menentukan nilai wajar suatu properti dengan menggunakan pendekatan data pasar
(market data approach), sangat diperlukan dasar penyusunan asumsi
perbandingan secara kuantitatif untuk faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
sehingga kewajaran nilai atas properti dapat dipertanggungjawabkan.
2. Hasil
kajian diharapkan dapat memberikan keseragaman penilai dalam menyusun analisis
penilaian untuk menentukan besaran penyesuaian dokumen kepemilikan terhadap
tanah pertanian dengan dokumen legalitas berupa SPPT PBB dan/atau Surat
Keterangan Lurah di pinggiran kota Bima pada tahun 2020 dengan objek pembanding
berupa tanah pertanian dengan dokumen kepemilikan SHM.
3.
Mengingat
biaya terkait dengan kepemilikan tanah tidak hanya berupa biaya pengurusan dan
penerbitan dokumen kepemilikan di Kantor Badan Pertanahan Nasional tetapi
terdapat juga biaya peralihan hak, pembuatan akta jual beli dan biaya-biaya
lainnya yang harus dibayarkan kepada Pemerintah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah,
maka kajian ini diharapkan dapat dikembangkan dalam penelitian lanjutan terkait
objek penilaian sejenis di kota Bima dalam kurun waktu yang berbeda untuk
memberikan gambaran penyesuaian yang lebih riil terkait dengan peralihan hak dan
kepemilikan atas tanah.
Ditulis oleh : Dendy Yuhartono, Samba Habib Hauri dan Fahdrian Kemala (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Bima)
Daftar
Pustaka
Damayanti, Astrid dan
Syah, Alfian. 2009. Penilaian Tanah Dengan Pendekatan Keruangan, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Hariyono,
Arik, dkk. 2007. Standardisasi Metodologi Penilaian Properti. Jakarta:
DJKN.
Lorenz, D.
P. 2006. The Aplication of Sustainable Development Priciples to the Theory
and Practice of Property Valuation. Karlsruhe: Universitatsverlag
Karlsruhe.
Mukhlisian,
Asep A. 2013. Analisis Kesalahan Terjemahan Basaha Jepang yang Terdapat Dalam
Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa S2
Universitas Pendidikan Indonesia. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia.
Parker, D.
2016. International Valuation Standard : A Guide to the Valuation of Real
Property Assets. West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd.
Sugiyono.
2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sutawijaya,
A. 2004. "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tanah Sebagai
Dasar Penilaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB di Kota Semarang". Jurnal
Ekonomi Pembangunan, 65-78.
Wyatt, P.
2007. Property Valuation : in an Economic Context. Garsington Road,
Oxford OX4 2DQ, UK: Blackwell Publishing.
Peraturan
Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional.
Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 111 Tahun 2017 tentang Penilaian Barang Milik Negara.