Dalam Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa keuangan Negara
adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dalam
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dinyatakan bahwa
Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban APBN dan perolehan lainnya yang sah. BMN dari perolehan yang sah
yaitu diperoleh dari hibah atau sumbangan yang sejenis, diperoleh dari
pelaksanaan perjanjian/kontrak, diperoleh berdasarkan kepentingan
Undang-Undang, diperoleh berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap (inkracht)
Secara
makna, optimalisasi berarti tertinggi, paling baik, sempurna, terbaik, paling
menguntungkan, sedangkan mengoptimalkan berarti menjadikan sempurna, menjadikan
paling tinggi, menjadikan maksimal, sehingga optimalisasi bisa diartikan
sebagai pengoptimalan. Optimalisasi adalah proses pencarian solusi yang
terbaik, tidak selalu keuntungan yang paling tinggi yang bisa dicapai jika
tujuan pengoptimalan adalah memaksimalkan keuntungan, atau tidak selalu biaya
yang paling kecil yang bisa ditekan jika tujuan pengoptimalan adalah meminimalkan
biaya. Dalam proses optimalisasi ada 3
(tiga) elemen permasalahan yang harus diidentifikasi yaitu
pertama, tujuan bisa berbentuk maksimalisasi atau minimalisasi; kedua, alternatif keputusan
pengambilan keputusan dihadapkan pada beberapa pilihan untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan; ketiga, sumberdaya yang terbatas sehingga dibutuhkan proses
optimalisasi. Dapat disimpulkan bahwa optimalisasi adalah suatu upaya, proses,
cara, dan perbuatan untuk menggunakan sumber-sumber yang dimiliki dalam rangka
mencapai kondisi yang terbaik, paling menguntungkan dan paling diinginkan dalam
batas-batas tertentu dan kriteria tertentu.
Optimalisasi
BMN akan menjadikan BMN dalam penggunaan terbaik (best use), dalam
bentuk maksimalisasi atau minimalisasi. Penentuan tujuan harus memperhatikan
apa yang dimaksimalkan dan apa yang diminimalkan. Maksimalisasi digunakan jika
tujuan pengoptimalan BMN untuk menghasilkan keuntungan, memperoleh pendapatan
Negara dan sejenisnya. Optimalisasi BMN dengan tujuan melakukan maksimalisasi
adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan pemerintah dan meningkatkan
pendapatan negara. Minimalisasi digunakan jika tujuan pengoptimalan BMN berhubungan
dengan biaya, waktu, jarak, dan sejenisnya. Optimalisasi BMN dengan tujuan
melakukan minimalisasi adalah menekan biaya operasional penyelenggaraan
pemerintahan, menekan biaya pemeliharaan BMN, dan memperpendek waktu layanan
agar jumlah layanan yang diberikan semakin banyak. Dampak optimalisasi BMN
antara lain meningkatkan pelayanan pemerintahan (kualitas dan kuantitas) dengan
dukungan pendayagunaan BMN yang maksimal, meningkatkan pendapatan Negara, baik
secara langsung dari pendayagunaan BMN maupun secara tidak langsung yang berupa
penurunan biaya pemeliharaan (maintenance cost) BMN, dan menghemat waktu
layanan, sehingga jumlah layanan yang diberikan akan semakin meningkat.
Langkah-langkah
yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan optimalisasi BMN pada Pengelola Barang
yaitu simplikasi proses bisnis dalam pengelolaan BMN dimana perlu dilakukan
penyederhanaan aturan-aturan dalam pengelolaan BMN, revaluasi BMN sekaligus
memetakan BMN idle. Melalui hal-hal tersebut, peningkatan validitas atau akurasi nilai BMN yang disajikan di
Laporan Keuangan akan meningkatkan leverage BMN
sebagai underlying asset serta membangun database BMN yang
lebih baik. Langkah selanjutnya yaitu peningkatan kualitas pengawasan dan
pengendalian BMN dengan mendorong peningkatan kepatuhan dalam pengelolaan BMN
dan mencegah terjadinya penyimpangan pengelolaan BMN yang dapat menimbulkan
potensi kerugian Negara.
Langkah-langkah
optimalisasi BMN dari sisi Pengguna Barang atau Kuasa Pengguna Barang dimulai
dari pengusulan kebutuhan BMN sesuai
dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi serta menyusun rencana kebutuhan
pengadaan BMN sesuai Standar Barang dan Standar Kebutuhan (SBSK). Pada saat penggunaan BMN, Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang perlu
memaksimalkannya untuk penyelenggaraan
tugas dan fungsi, melakukan pemeliharaan BMN secara memadai dengan
mengutamakan prosedur pemeliharaan yang efektif dan efisien, serta melakukan
pemanfaatan terhadap BMN yang idle (masih terdapat
kapasitas idle). Apabila
suatu BMN tidak lagi diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara,
maka Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dapat menindaklanjuti dengan
pemindahtanganan.
Strategi
dalam optimalisasi BMN yaitu Cost Benefit Analysis yang
merupakan suatu teknik atau metode memilih opsi berdasarkan perbandingan jumlah
biaya yang akan dikeluarkan dengan perkiraan manfaat yang akan diterima atas setiap
opsi. Setiap keputusan yang dipilih harus dianalisis secara mendalam untuk
meminimalkan risiko dan memaksimalkan perolehan manfaat. Manfaat dari Cost
vs Benefit Analysis adalah efisiensi penggunaan sumber daya,
meminimalkan risiko berupa kerugian dan/atau biaya yang ditanggung,
memaksimalkan keuntungan dan/atau manfaat yang diperoleh, dan memberikan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Keputusan dari hasil Cost vs
Benefit Analysis ini ditentukan apabila biaya lebih besar
daripada manfaat maka tidak dipilih dalam pengambilan keputusan, sebaliknya
jika biaya lebih kecil daripada manfaat maka dapat dipilih dalam pengambilan
keputusan.
Tahapan
pertama dari Cost vs Benefit Analysis yaitu memilih opsi
bentuk pemanfaatan BMN, apakah pemanfaatan BMN tidak mengganggu pelaksanaan
tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara. Tahapan kedua yaitu
melakukan identifikasi manfaat dan biaya yang timbul dari setiap opsi
pemanfaatan BMN yang selanjutnya dilakukan pengukuran dalam angka rupiah.
Misalkan satuan kerja A memiliki bangunan idle sebagian berupa
dua ruangan masing-masing berukuran 5m x 10m. Atas kondisi ini, terdapat 2 opsi
rencana pemanfaatan dalam bentuk sewa yaitu disewakan sebagai kantor atau
disewakan sebagai kafe dan/atau kantin. Selanjutnya perlu menetapkan opsi
pemanfaatan BMN yang dapat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, dengan
melakukan analisis biaya dan manfaat terhadap opsi apakah BMN disewakan sebagai
kantor atau disewakan sebagai kafe/kantin. Kuasa Pengguna Barang lebih memiliki
dasar pertimbangan yang baik dalam pengambilan keputusan. Keputusan tidak
semata-mata didasarkan pada manfaat yang dapat diukur dengan uang namun juga
didasarkan pada manfaat lain yang tidak dapat diukur dengan uang.
Optimalisasi BMN dalam penggunaan untuk
mewujudkan efektivitas, yaitu digunakan dalam
penyelenggaraan tugas dan fungsi berupa penggunaan tertinggi dan terbaik. Sedangkan bentuk perwujudan efisiensi yaitu pemeliharaan selama penggunaan
dilakukan secara memadai, tidak boros dan tidak membebani keuangan Negara.
Dalam pemanfaatan BMN jika masih terdapat kapasitas berlebih atau menganggur,
agar diupayakan untuk dapat menghasilkan pendapatan negara. Untuk itu
diperlukan analisis yang memadai dalam rangka pemanfaatan BMN agar pemanfaatan
BMN memberikan manfaat kepada negara dan tidak sebaliknya malah merugikan
negara. Analisis biaya dan manfaat digunakan untuk mengukur manfaat yang akan
diperoleh dan biaya yang ditimbulkan dari kegiatan pemanfaatan BMN. Dengan
adanya analisis biaya dan manfaat ini diharapkan Kuasa Pengguna Barang dapat
menetapkan keputusan terbaik, khususnya untuk BMN berupa tanah dan/atau
bangunan gedung perkantoran yang SBSK-nya belum sesuai.
Pemanfaatan
BMN oleh pihak ketiga selain Kementerian/Lembaga (K/L) diharapkan dapat
menambah penerimaan negara. Pengelolaan BMN yang baik menjadi salah satu
langkah yang dapat dilakukan Pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan
negara. Jika melihat dari pemanfaatan yang ada sekarang memang proporsi
kontribusi BMN terhadap penerimaan negara masih relatif kecil. Namun demikian,
dengan relatif kecilnya angka ini, maka masih terbuka peluang untuk
memanfaatkan BMN tergantung bagaimana pemerintah dalam mengoptimalkan BMN.
Disisi lain Pemerintah perlu untuk memperkokoh legalitas BMN yang dimiliki,
jangan sampai aset dan potensi penerimaan negara hilang karena lemahnya aspek
legalitas kepemilikan BMN. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan
keterlibatannya dalam pasar properti sebagai bentuk upaya pemanfaatan BMN,
jangan sampai mendistorsi pasar dalam unit bisnis yang sama, artinya jangan sampai
dengan pemanfaatan BMN ini pemerintah malah meredupkan usaha swasta yang selama
ini sudah berkecimpung dalam bisnis yang serupa. Prinsip pemanfaatan BMN ini
tidak akan mengubah status kepemilikan, tidak juga mengganggu tugas dan fungsi
maka untuk optimalnya dibutuhkan pihak ketiga untuk pemanfaatan dengan hasil
PNBP yang semuanya disetor ke Kas Negara.
Daftar Pustaka