Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Yuk, Pahami Gratifikasi dan Penyuapan
Yenni Ratna Pratiwi
Senin, 21 Desember 2020   |   23514 kali

Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) wajib hukumnya memiliki kompetensi Integritas. Integritas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu  mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan, kejujuran, wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara. Untuk itu integritas para ASN perlu dijaga. Salah satu upaya untuk menjaga integritas ASN adalah dengan meminimalisir adanya upaya ketidakjujuran seperti gratifikasi dan penyuapan. Kedua kata ini sangat akrab sampai banyak dari kita menyangka bahwa keduanya sama. Mari kita simak definisi dari gratifikasi dan penyuapan.

Penyuapan menurut Pasal 3 UU 3/1980 yaitu barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp15.000.000.- (lima belas juta rupiah)

Gratifikasi menurut Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor yaitu Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik

Bisa dilihat dari definisi di atas perbedaan keduanya ialah dari tujuan, waktu dan intensinya. Penyuapan memiliki unsur janji atau bertujuan menginginkan sesuatu dari pemberian tersebut sedangkan gratifikasi ialah pemberian dalam arti luas tidak ada unsur janji tetapi gratifikasi juga dapat disebut suap jika pihak yang bersangkutan memiliki hubungan dengan jabatan yang berlawanan dengan kewajiban dan hak yang bersangkutan. Masing-masing juga memiliki sanksi yang berbeda. Mari kita simak sanksi dari suap: 

1. Pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980) 

2. Pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah (pasal 149 KUHP) 

3. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor).

Sedangkan sanksi dari gratifikasi yaitu:

Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Pasal 12B ayat [2] UU Pemberantasan Tipikor)

Menurut Tren Korupsi pada Semester I tahun 2016, Indoesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan penyimpangan seperti korupsi banyak terjadi di sektor PBJ dengan rincian kerugian keuangan negara sebanyak 185 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp883,8 Miliar, Suap Menyuap dengan jumlah 14 kasus dan nilai suap Rp 28,6 Miliar, Penggelapan dalam jabatan sebanyak 9 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp6,5 Miliar, dan Pemerasan dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 0,07 Miliar.

Pada perspektif pelaku dalam melakukan hal ini biasanya yaitu monopoli layanan penyedia barang dan jasa, mendapatkan keuntungan yang tidak wajar, mendapatkan rente dari belanja sektor publik, mencegah pemain baru masuk dalam lingkaran atau jaringan koruptif yang telah terbangun. Sedangkan pada perspektif korban terutama di sisi masyarkat diantaranya tidak mendapatkan kualitas layanan yang maksimal, orientasi program/proyek pemerintah bukan pada kebutuhan real masyarakat, kerugian yang secara tidak langsung dapat dihitung dan dampak langsung yang dirasakan. 

Dapat disimpulkan bahwa gratifikasi atau suap nantinya akan membawa dampak buruk pada masyarakat baik langsung atau tidak langsung, sedangkan pada bisnis dapat menghambat kompetisi yang sehat dan melahirkan monopoli.

 Penulis : Eka Sari Ismirani _Pelaksana Seksi KI

 Sumber :

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl3369/perbedaan-antara-suap-dengan-gratifikasi/

https://acch.kpk.go.id/images/ragam/makalah/pdf/iibic/puri-agung-terrace/2.-Adnan-Topan-ICW_Gratifikasi-Uang-Pelicin-dan-Suap.pdf

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini