Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Formulasi Surat Gugatan Perdata
Ajeng Hanifa Zahra Caesar Aprilia
Kamis, 01 Desember 2022   |   57147 kali

    Gugatan adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh penggugat kepada tergugat melalui pengadilan. Gugatan dapat diajukan jika seseorang merasa telah dicederai haknya oleh seseorang lainnya. Dalam mengajukan surat gugatan haruslah memenuhi beberapa syarat agar gugatan tersebut dapat diterima dan diadili dengan baik. Formulasi surat gugatan adalah perumusan (formulation) surat gugatan yang dianggap memenuhi syarat formil menurut ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai berikut:

1.    Ditujukan (dialamatkan) kepada Pengadilan Negeri (PN) sesuai dengan Kompetensi Relatif

Berdasarkan Pasal 118 (1) HIR menyatakan “Pengadilan Negeri berwenang memeriksan gugatan yang daerah hukumnya, meliputi: Dimana tergugat bertempat tinggal. Dimana tergugat sebenarnya berdiam (dalam hal tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya).” Sehingga gugatan harus secara tegas dan jelas tertulis Pengadilan Negeri yang dituju dan sesuai dengan patokan kompeten relatif yang telah diatur oleh Pasal 118 HIR. Apabila surat gugatan salah alamat atau tidak sesuai dengan kompetensi relatif akan mengakibatkan:

a.  Gugatan mengandung cacat formil karena gugatan disampaikan dan dialamatkan kepada PN yang berada di luar wilayah hukum yang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya.

b.   Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard) dengan alasan hakim tidak berwenang mengadili.

2.    Ditandatangani Penggugat atau Kuasa

Pada penjelasan pasal 118 HIR bahwa gugatan dibuat dalam bentuk surat permohonan (surat permintaan) yang ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya (kuasanya).

3.    Identitas Para Pihak

Surat gugatan yang tidak mencantumkan identitas para pihak terlebih tidak menyebut identitas tergugat dapat menyebabkan gugatan tidak sah dan dianggap tidak ada. Berbeda dengan surat dakwaan pidana, identitas dalam gugatan sangat sederhana, meliputi:

a.    Nama Lengkap

·   Nama terang dan lengkap termasuk gelar atau alias (jika ada). Dengan mencantumkan gelar atau alias dapat membedakan orang tersebut dengan orang lain yang kebetulan Namanya sama pada lingkungan tempat tinggal.

·   Kekeliruan penulisan atau penyebutan nama Tergugat yang sangat menyimpang dari yang semestinya sehingga mmengubah identitas dapat melanggar syarat formil yang mengakibatkan gugatan cacat formil dan gugatan dapat dinyatakan error in persona atau obscuur libel dalam arti orang yang digugat kabur atau tidak jelas sehingga mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima.

·   Sama halnya dengan penulisan nama orang, penulisan koporasi atau badan hukum harus lengkap dan jelas sesuai dengan anggaran dasar atau yang tercantum pada papan nama maupun yang tertulis pada surat-surat resmi perusahaan.

b.    Alamat atau Tempat Tinggal

Identitas lain yang mutlak dicantumkan adalah mengenai alamat atau tempat tinggal tergugat atau para pihak.

·   Menurut hukum sesuai dengan tata tertib beracara alamat meliputi kediaman pokok, dapat berupa alamat kediaman tambahan, atau tempat tinggal riil.

·   Sumber keabsahan alamat bagi perorangan dapat diambil dari KTP, NPWP, dan Kartu Keluarga sedangkan bagi perseroan dapat diambil dari NPWP, Anggaran Dasar, Izin Usaha, atau dari Papan Nama.

·   Apabila alamat tergugat tidak diketahui, hukum dan undang-undang tidak boleh mematikan hak perdata seseorang untuk menggugat orang lain, hanya atas alasan tidak diketahui tempat tinggal tergugat. Sehubungan dengan itu, dapat ditempuh cara perumusan identitas alamat dengan mencantumkan alamat atau tempat tinggal terakhit atau dengan tegas menyebutkan tidak diketahui alamat atau tempat tinggalbta dengan didukung oleh surat keterangan kepala desa di tempat tergugat terakhir bertempat tinggal.

4.    Dasar Gugatan atau Fundamentum Petendi

Fundamentum Petendi berarti dasar gugatan atau dasar tuntutan (grondslag van de lis). Dalam praktik peradilan disebut dengan istilah positum atau bentuk jamak disebut posita gugatan dan dalam Bahasa Indonesia disebut dalil gugatan.

a.    Unsur Fundamentum Petendi

Posita yang dianggap lengkap memenuhi syarat, memuat dua unsur:

·     Dasar Hukum (Rechtelije Grond)

Membuat penegasan atau penjelasan mengenai hubungan hukum antara penggugat dengan materi dan atau objek yang disengketakan dan antara penggugat dengan Tergugat berkaitan dengan materi atau objek perkara maupun dengan pihak tergugat

·     Dasar Fakta (Feitelijke Grond)

Menguraikan fakta atau peristiwa yang berkaitan langsung dengan atau di sekitar hubungan hukum yang terjadi antar penggugat dengan materi atau  objek perkara maupun dengan pihak tergugat atau penjelasan fakta-fakta yang langsung berkaitan dengan dasar hukum atau hubungan hukum yang didalilkan penggugat.

Dengan kata lain, posita yang dianggap terhindar dari cacat formil adalah surat gugatan yang jelas sekaligus memuat penjelasan dan penegasan dasar hukum yang menjadi dasar hubungan hukum serta dasar fakta atau peristiwa yang terjadi di sekitar hubungan hukum dimaksud.

5.    Tuntutan Gugatan atau Petitum Gugatan

Petitum berisi apa yang diminta atau tuntutan supaya diputuskan oleh pengadilan. Petitum akan dijawab dalam dictum atau amar putusan. Dalam praktiknya, selain mengajukan tuntutan pokok atau tuntutan primer, juga disertai dengan tuntutan alternatif yang dijelaskan sebagai berikut:

a.    Bentuk Tunggal

Petitum disebut berbentuk tunggal apabila deskripsi yang menyebut satu per satu pokok tuntutan, tidak diikuti dengan susunan deskripsi petitum lain yang bersifat alternatif atau subsidair. Tuntutan ini adalah tuntutan utama yang diminta oleh penggugat untuk diputuskan oleh pengadilan yang berkaitan langsung dengan pokok perkara atau posita.

Contoh: apabila tergugat punya utang kepada penggugat maka tuntutan utama penggugat adalah melunasi utang yang belum dibayar tergugat.

 

b.    Bentuk Alternatif dapat diklasifikasikan menjadi

1)    Petitum primer dan subsidair sama-sama dirinci

Baik petitum primer dan subsidair sama-sama dirinci satu per satu

Contoh: penggugat meminta dinyatakan orang yang berhak atau pemilik barang dan meminta agar tergugat dihukum untuk membayar harga barang.

Pada contoh tersebut jelas dapat dilihat perbedaan pokok tuntutan pada primer yaitu menghukum tergugat menyerahkan barang sedangkan subsidair meminta menghukum tergugat membayar harga barang.

Tuntutan subsidair tersebut adalah tuntutan yang sifatnya melengkapi atau sebagai tambahan dari tuntutan pokok. Tuntutan tambahan ini tergantung pada tuntutan pokoknya. Jika tuntutan pokok tidak ada maka tuntutan tambahan juga tidak ada.

Terdapat lima contoh tuntutan tambahan yaitu:

·     Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara;

·     Tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding, dan kasasi (uitvoerbaar bij voorraad);

·    Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir) apabila tuntutan yang dimintakan oleh penggugat berupa sejumlah uang tertentu;

·   Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom/astreinte), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan;

·     Tuntutan atas nafkah bagi istri atau pembagian harta bersama dalam gugatan perceraian.

 

2)    Petitum primer dirinci diikuti dengan petitum subsidair berbentuk compusitur atau ex aequo et bono

Tuntutan pengganti (subsidair) adalah tuntutan yang berfungsi untuk menggantikan tuntutan pokok apabila tuntutan pokok ditolak pengadilan. Tuntutan ini digunakan sebagai tuntutan alternatif agar kemungkinan dikabulkan oleh hakim lebih besar. Biasanya tuntutan ini berupa permohonan kepada hakim agar dijatuhkan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Dalam hal ini, sifat alternatifnya tidak mutlak, hakim bebas untuk mengambil seluruh dan sebagian petitum primer dan mengesampingkan petitum ex aequo et bono. Bahkan hakim bebas dan berwenang menetapkan lain berdasarkan petitum ex aequo et bono dengan syarat harus bedasarkan kelayakan atau kepatutan dan kelayakan atau kepatutan yang ditetapkan atau dikabulkan itu, masih berada dalam kerangka jiwa petitum primer dan dalil gugatan.

Seluruh syarat tersebut perlu diperhatikan agar gugatan dapat diterima dengan baik dan menghindari gugatan cacat formil yang dapat membuat putusan dinyatakan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) oleh majelis hakim.

 

Referensi:

1.    Herziene Inlandsch Reglement (HIR)

2.    Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg)

3.    Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

4.    M. Yahya Harahap, 2012, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika.

5.    Cara Membuat Surat Gugatan Perdata, Hukum Online, tertanggal 25 Agustus 2022.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini