Gugatan
adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh penggugat kepada tergugat melalui
pengadilan. Gugatan dapat diajukan jika seseorang merasa telah dicederai haknya
oleh seseorang lainnya. Dalam mengajukan surat gugatan haruslah memenuhi beberapa
syarat agar gugatan tersebut dapat diterima dan diadili dengan baik. Formulasi
surat gugatan adalah perumusan (formulation) surat gugatan yang dianggap
memenuhi syarat formil menurut ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagai berikut:
1.
Ditujukan (dialamatkan) kepada Pengadilan Negeri (PN) sesuai
dengan Kompetensi Relatif
Berdasarkan
Pasal 118 (1) HIR menyatakan “Pengadilan Negeri berwenang memeriksan gugatan
yang daerah hukumnya, meliputi: Dimana tergugat bertempat tinggal. Dimana
tergugat sebenarnya berdiam (dalam hal tergugat tidak diketahui tempat
tinggalnya).” Sehingga gugatan harus secara tegas dan jelas tertulis Pengadilan
Negeri yang dituju dan sesuai dengan patokan kompeten relatif yang telah diatur
oleh Pasal 118 HIR. Apabila surat gugatan salah alamat atau tidak sesuai dengan
kompetensi relatif akan mengakibatkan:
a. Gugatan
mengandung cacat formil karena gugatan disampaikan dan dialamatkan kepada PN
yang berada di luar wilayah hukum yang berwenang untuk memeriksa dan
mengadilinya.
b. Gugatan
dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard) dengan
alasan hakim tidak berwenang mengadili.
2.
Ditandatangani Penggugat atau Kuasa
Pada
penjelasan pasal 118 HIR bahwa gugatan dibuat dalam bentuk surat permohonan
(surat permintaan) yang ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya (kuasanya).
3.
Identitas Para Pihak
Surat
gugatan yang tidak mencantumkan identitas para pihak terlebih tidak menyebut
identitas tergugat dapat menyebabkan gugatan tidak sah dan dianggap tidak ada.
Berbeda dengan surat dakwaan pidana, identitas dalam gugatan sangat sederhana,
meliputi:
a. Nama
Lengkap
· Nama terang dan lengkap termasuk gelar atau alias
(jika ada). Dengan mencantumkan gelar atau alias dapat membedakan orang tersebut
dengan orang lain yang kebetulan Namanya sama pada lingkungan tempat tinggal.
· Kekeliruan penulisan atau penyebutan nama Tergugat
yang sangat menyimpang dari yang semestinya sehingga mmengubah identitas dapat
melanggar syarat formil yang mengakibatkan gugatan cacat formil dan gugatan
dapat dinyatakan error in persona atau obscuur libel dalam arti
orang yang digugat kabur atau tidak jelas sehingga mengakibatkan gugatan tidak
dapat diterima.
· Sama halnya dengan penulisan nama orang, penulisan
koporasi atau badan hukum harus lengkap dan jelas sesuai dengan anggaran dasar
atau yang tercantum pada papan nama maupun yang tertulis pada surat-surat resmi
perusahaan.
b. Alamat
atau Tempat Tinggal
Identitas lain yang mutlak dicantumkan adalah mengenai
alamat atau tempat tinggal tergugat atau para pihak.
· Menurut hukum sesuai dengan tata tertib beracara
alamat meliputi kediaman pokok, dapat berupa alamat kediaman tambahan, atau
tempat tinggal riil.
· Sumber keabsahan alamat bagi perorangan dapat diambil
dari KTP, NPWP, dan Kartu Keluarga sedangkan bagi perseroan dapat diambil dari
NPWP, Anggaran Dasar, Izin Usaha, atau dari Papan Nama.
· Apabila alamat tergugat tidak diketahui, hukum dan
undang-undang tidak boleh mematikan hak perdata seseorang untuk menggugat orang
lain, hanya atas alasan tidak diketahui tempat tinggal tergugat. Sehubungan
dengan itu, dapat ditempuh cara perumusan identitas alamat dengan mencantumkan
alamat atau tempat tinggal terakhit atau dengan tegas menyebutkan tidak
diketahui alamat atau tempat tinggalbta dengan didukung oleh surat keterangan
kepala desa di tempat tergugat terakhir bertempat tinggal.
4.
Dasar Gugatan atau Fundamentum Petendi
Fundamentum
Petendi berarti dasar gugatan atau dasar tuntutan (grondslag van de lis).
Dalam praktik peradilan disebut dengan istilah positum atau bentuk jamak disebut
posita gugatan dan dalam Bahasa Indonesia disebut dalil gugatan.
a. Unsur
Fundamentum Petendi
Posita yang dianggap lengkap memenuhi syarat, memuat
dua unsur:
· Dasar Hukum (Rechtelije Grond)
Membuat penegasan atau penjelasan mengenai hubungan
hukum antara penggugat dengan materi dan atau objek yang disengketakan dan
antara penggugat dengan Tergugat berkaitan dengan materi atau objek perkara
maupun dengan pihak tergugat
· Dasar Fakta (Feitelijke Grond)
Menguraikan fakta atau peristiwa yang berkaitan
langsung dengan atau di sekitar hubungan hukum yang terjadi antar penggugat
dengan materi atau objek perkara maupun
dengan pihak tergugat atau penjelasan fakta-fakta yang langsung berkaitan
dengan dasar hukum atau hubungan hukum yang didalilkan penggugat.
Dengan kata lain, posita yang dianggap terhindar dari cacat formil adalah surat gugatan yang jelas sekaligus memuat
penjelasan dan penegasan dasar hukum yang menjadi dasar hubungan hukum serta
dasar fakta atau peristiwa yang terjadi di sekitar hubungan hukum dimaksud.
5.
Tuntutan Gugatan atau Petitum Gugatan
Petitum
berisi apa yang diminta atau tuntutan supaya diputuskan oleh pengadilan.
Petitum akan dijawab dalam dictum atau amar putusan. Dalam praktiknya,
selain mengajukan tuntutan pokok atau tuntutan primer, juga disertai dengan
tuntutan alternatif yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Bentuk
Tunggal
Petitum disebut berbentuk tunggal apabila deskripsi
yang menyebut satu per satu pokok tuntutan, tidak diikuti dengan susunan
deskripsi petitum lain yang bersifat alternatif atau subsidair. Tuntutan ini
adalah tuntutan utama yang diminta oleh penggugat untuk diputuskan oleh
pengadilan yang berkaitan langsung dengan pokok perkara atau posita.
Contoh: apabila tergugat punya utang kepada penggugat
maka tuntutan utama penggugat adalah melunasi utang yang belum dibayar
tergugat.
b. Bentuk
Alternatif dapat diklasifikasikan menjadi
1) Petitum
primer dan subsidair sama-sama dirinci
Baik petitum primer dan subsidair sama-sama dirinci
satu per satu
Contoh: penggugat meminta dinyatakan orang yang berhak
atau pemilik barang dan meminta agar tergugat dihukum untuk membayar harga
barang.
Pada contoh tersebut jelas dapat dilihat perbedaan pokok tuntutan pada primer yaitu menghukum tergugat menyerahkan barang sedangkan subsidair meminta menghukum tergugat membayar harga barang.
Tuntutan subsidair tersebut adalah tuntutan yang
sifatnya melengkapi atau sebagai tambahan dari tuntutan pokok. Tuntutan
tambahan ini tergantung pada tuntutan pokoknya. Jika tuntutan pokok tidak ada
maka tuntutan tambahan juga tidak ada.
Terdapat lima contoh tuntutan
tambahan yaitu:
· Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya
perkara;
· Tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu
meskipun ada perlawanan, banding, dan kasasi (uitvoerbaar bij voorraad);
· Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir)
apabila tuntutan yang dimintakan oleh penggugat berupa sejumlah uang tertentu;
· Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar uang
paksa (dwangsom/astreinte), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran
sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan;
· Tuntutan atas nafkah bagi istri atau pembagian harta
bersama dalam gugatan perceraian.
2) Petitum
primer dirinci diikuti dengan petitum subsidair berbentuk compusitur
atau ex aequo et bono
Tuntutan pengganti (subsidair) adalah tuntutan
yang berfungsi untuk menggantikan tuntutan pokok apabila tuntutan pokok ditolak
pengadilan. Tuntutan ini digunakan sebagai tuntutan alternatif agar kemungkinan
dikabulkan oleh hakim lebih besar. Biasanya tuntutan ini berupa permohonan
kepada hakim agar dijatuhkan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya (ex
aequo et bono).
Dalam hal ini, sifat alternatifnya tidak mutlak, hakim
bebas untuk mengambil seluruh dan sebagian petitum primer dan mengesampingkan petitum
ex aequo et bono. Bahkan hakim bebas dan berwenang menetapkan lain
berdasarkan petitum ex aequo et bono dengan syarat harus bedasarkan
kelayakan atau kepatutan dan kelayakan atau kepatutan yang ditetapkan atau
dikabulkan itu, masih berada dalam kerangka jiwa petitum primer dan dalil
gugatan.
Seluruh
syarat tersebut perlu diperhatikan agar gugatan dapat diterima dengan baik dan menghindari
gugatan cacat formil yang dapat membuat putusan dinyatakan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) oleh
majelis hakim.
Referensi:
1.
Herziene Inlandsch Reglement (HIR)
2.
Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg)
3.
Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Acara Perdata
Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.
4.
M. Yahya Harahap, 2012, Hukum Acara Perdata,
Jakarta: Sinar Grafika.
5.
Cara Membuat Surat Gugatan Perdata, Hukum Online,
tertanggal 25 Agustus 2022.