Ketika
mendengar nama Aceh atau yang dijuluki Bumi Serambi Mekkah, yang terlintas di
benak pikiran adalah tsunami Aceh 2004 yang maha dahsyat dan Masjid Raya
Baiturahman yang menjadi saksi bisu bencana alam yang menggetarkan dunia
tersebut. Terlepas dari semua itu, Masjid Raya Baiturrahman merupakan simbol
agama, budaya, dan perjuangan rakyat Aceh.
Masjid
Raya Baiturrahman dibangun pada 1022H/1612M di bawah kepemimpinan Sultan
Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh Darussalam. Sejak awal, Masjid Raya
Baiturrahman tidak hanya diperuntukkan untuk kegiatan ibadah saja. Mengutip
dari tirto.id, masjid ini menjadi pusat pendidikan ilmu agama Islam pada masa
Kesultanan Aceh. Menurut Hasymy (dalam Abubakar 2020: 3), perguruan tinggi
Masjid Raya Baiturrahman atau juga yang dikenal dengan nama Al-Jamiah
Baitturahman memiliki 15 Fakultas. Para pengajarnya tidak hanya berasal dari
kalangan ulama/sarjana dari Aceh saja, tetapi didatangkan juga dari Turki,
Arab, Persia, India, dan beberapa negara lain.
Saat
masa perang Aceh melawan Belanda, Masjid Raya Baiturrahman ini menjadi benteng
pertahanan rakyat Aceh. Dalam agresi Belanda pertama, Aceh meraih kemenangan
melawan Belanda. Bahkan dalam penyerangan tersebut, panglima perang Belanda,
Mayor Jenderal H. R. Kohler tewas tertembak di halaman Masjid Raya Baiturrahman
(Abubakar, 2020). Agresi pertama Belanda yang gagal tersebut berdampak kepada
dilancarkannya agresi kedua yang dipimpin oleh Jenderal J. van Swiesten. Dalam
penyerangan tersebut, Belanda membakar habis Masjid Raya Baiturrahman. Aksi
tersebut membuat amarah rakyat Aceh kian besar dan semakin sengit melawan
Belanda.
Untuk
menarik kembali simpati rakyat Aceh, Belanda membangun kembali Masjid Raya
Baiturrahman dengan satu kubah. Resmi dari Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, pada Kamis 13 Syawal 1296 H/09 Oktober 1879 M, batu pertama diletakkan
oleh Tengku Qadhi Malikul Adil. Proses pembangunan masjid ini selesai pada
tahun 1299 H/1881 M dengan satu kubah yang mengadopsi gaya Moghul
(India) dengan arsitek asal Belanda, Gerrit Bruins, dibantu seorang Letnan
Tiongkok, Lie A Sie, sebagai kontraktor. Pada tahun 1935, Masjid Raya
Baiturrahman kembali diperluas oleh Belanda dengan menambah dua kubah pada sisi
kanan dan kiri. Hal ini dilakukan untuk kembali menarik simpati rakyat Aceh
karena saat itu masih berlangsung perang antara Aceh dan Belanda.
Gambar
1.1 Masjid Raya Baiturrahman tempo dulu
Sumber:
goodnewsfromindonesia.id
Masjid
Raya Baiturrahman kian diperluas dari tahun ke tahun. Di bawah pemerintahan
Gubernur Ali Hasjmy (1957-1964), bangunan kembali diperluas menjadi lima kubah ditambah
satu Menara di halaman depan. Pada masa pemerintahan Prof. Dr. Ibrahim Hasan
(1986-1993), dalam rentang tahun (1991-1993), Masjid Raya Baiturrahman kembali
diperluas yaitu bagian dalam masjid meliputi bagian lantai tempat salat, perpustakaan, ruang tamu, ruang
perkantoran, aula, dan tempat wudhu. Untuk bagian luar masjid juga diperluas
yaitu taman dan 4 menara serta 1 menara utama dan 2 minaret. Dengan perluasan
tersebut, Masjid Raya Baiturrahman memiliki 7 Kubah, 4 menara, dan satu menara induk dengan luas ruangan dalam masjid
seluas 4.760 meter persegi dengan lantai dari marmer.
Di tengah dahsyatnya ombak tsunami Aceh
2004, Masjid Raya Baiturrahman tetap berdiri kokoh di saat bangunan di
sekitarnya hancur luluh lantak disapu ombak tsunami. Masjid ini juga menjadi
tempat berlindung warga Aceh saat menyelamatkan diri dari gulungan ombak
tsunami. Kini, Masjid Raya Baiturrahman dapat menampung hingga 24.000 jamaah. Perkarangan
masjid yang dulunya dipenuhi rerumputan hijau diubah menjadi lantai marmer dan
dilengkapi dengan 12 payung elektrik untuk melindungi jamaah dari panas sinar
matahari. Perluasan ini selesai pada bulan Mei 2017 pada masa pemerintahan
Zaini Abdullah (2012-2017).
Gambar 1.2. Masjid Raya Baiturrahman saat Tsunami Aceh 2004
Sumber: Eva M/VOA
Hingga kini, Masjid Raya Baiturrahman
menjadi sentral kegiatan umat islam di Aceh. Tak hanya berfungsi sebagai tempat
salat, masjid ini memiliki berbagai fungsi lain yakni sebagai tempat pengajian,
perhelatan acara besar keagamaan seperti maulid Nabi Muhammad SAW, peringatan 1
Muharram, dan menjadi salah satu destinasi wisata religi dan budaya di Aceh
yang sering dikunjungi oleh pelancong.
Referensi:
Bustami Abubakar,
2026117202 (2020) Masjid Raya Baiturrahman:Situs Sejarah dan
Budaya di Kota Banda Aceh. In: Training for Trainer Forum Silaturrahmi
Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) Indonesia Wilayah 1 & 2 (Sumatera), 25
Oktober 2020, Online.
Cakra Dunia. 19 Mei 2020.
Cheng Jadi Mualaf setelah Menyaksikan Keajaiban Saat Tsunami. Diakses pada 11
November 2022, dari https://cakradunia.co/news/cheng-jadi-mualaf-setelah-menyaksikan-keajaiban-saat-tsunami/index.html
Get Lost. 21 Januari
2022. Uniknya Arsitektur Masjid Raya Baiturrahman , Landmark Kebanggaan Banda
Aceh. Diakses pada 11 November 2022, dari https://getlost.id/2022/01/21/uniknya-arsitektur-masjid-raya-baiturrahman-landmark-kebanggaan-banda-aceh/
Good News From Indoensia.
09 Oktober 2020. Sejarah Hari Ini (9 Oktober 1879) - Belanda bangun kembali
Masjid Raya Baiturrahman Aceh. Diakses pada 11 November 2022, dari https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/10/09/sejarah-hari-ini-9-oktober-1879-belanda-bangun-kembali-masjid-raya-baiturrahman-aceh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
16 Januari 2014. Masjid Raya Baiturrahman, Kebanggan Aceh yang Melintas Sejarah.
Diakses
pada 07 November 2022, dari https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/295/
Tirto.id. 13 April 2021. Sejarah Masjid Raya
Baiturrahman Aceh, pendiri, & Ciri Arsitektur. Diakses pada 04 November
2022, dari https://tirto.id/sejarah-masjid-raya-baiturrahman-aceh-pendiri-ciri-arsitektur-gcd2