Berdasarkan Pasal 24 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45), lembaga
peradilan di Indonesia terdiri dari Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI)
yang terdiri dari badan peradilan di bawahnya yakni peradilan umum, peradilan
militer, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara. Selain itu, terdapat
pula Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI). Sehingga dari dasar hukum
tersebut, MA RI dan MK RI merupakan kekuasaan kehakiman tertinggi di Republik
Indonesia. Menurut Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, SH., MK RI berfungsi sebagai pengawal Undang-Undang Dasar (the guardian of the constitution),
sedangkan MA RI merupakan pengawal Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Keempat jenis badan peradilan yang berada di bawah lingkungan MA RI
tersebut di atas memiliki dasar hukum masing-masing, terdiri dari:
a. Peradilan Umum adalah salah satu
pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Dasar
hukumnya ialah Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
b. Peradilan Agama adalah peradilan
bagi orang-orang yang beragama islam, berdasarkan Undang-Undang Nomor 50 Tahun
2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama.
c. Peradilan Militer adalah badan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi
Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Utama.
Dasar hukumnya ialah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan
Militer.
d. Peradilan Tata Usaha Negara adalah
salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap
sengketa Tata Usaha Negara. Dasar hukumnya ialah Undang-Undang Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara.
Dari keempat lingkungan badan
peradilan itu dapat dibentuk pengadilan khusus sebagaimana yang ditentukan
dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Setelah mengetahui dasar hukum terkait eksinstensi empat lingkungan badan
peradilan yang berada di bawah MA RI, selanjutnya ulasan masuk kepada jenis-jenis
perkara dalam lingkup penanganan perkara pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL). Perkara-perkara yang dimaksud ialah yang lazim ditangani
oleh KPKNL.
Terdapat tujuh jenis perkara yang lazim ditangani oleh KPKNL, di antaranya ialah perkara terkait perdata, tata usaha negara, komisi informasi, pengadilan agama, badan arbitrase nasional Indonesia, perselisihan hubungan industrial, dan niaga. Ketujuh lingkup perkara itu penanganannya tercatat pula dalam suatu sistem basis data yaitu Sibankum (sistem informasi bantuan hukum). Sibankum merupakan portal yang dibuat khusus untuk mencatat data dan historikal perkara yang masuk serta ditangani oleh KPKNL yang merupakan unit vertikal/operasional dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, serta sebagai alat pemantauan terhadap perkembangan penanganan suatu perkara. Sibankum juga dapat diakses oleh pegawai DJKN aktif.
Dari ketujuh lingkup perkara tersebut di atas,
perkara keperdataan menjadi mayoritas perkara yang ditangani oleh KPKNL.
Penangan perkara pada Seksi Hukum dan Informasi akan menjadi PIC/UIC (person in charge/unit in charge) dalam penanganan perkara. Berawal
adanya suatu gugatan yang telah didaftarkan pada suatu kepaniteraan pengadilan,
kemudian diterima dengan patut oleh KPKNL, penangan perkara mengawali proses
penanganan dengan menganalisa dan mengidentifikasi perkara itu yang meliputi jenis
peradilan, lokasi pengadilan, bidang tugas yang terkait perkara, pokok perkara,
status lelang, kreditur/pemohon lelang, posita
(hal dalil-dalil gugatan), petitum (rincian
apa yang dikehendaki Penggugat), serta kandungan Tuntutan, Ganti Rugi atau
tidak. Setelah itu, penangan perkara dapat membuat resume perkara, menginput
data pada Sibankum, kemudian membuat Nota Dinas Permohonan Surat Kuasa Khusus.
Selanjutnya, penangan perkara akan menghadiri sidang secara langsung yang telah
dijadwalkan oleh suatu kepaniteraan pengadilan melalui Relaas Panggilan sidang yang dikirim dari kepaniteraan pengadilan dan/atau
portal SIPP (sistem informasi penelusuran perkara) pada suatu Pengadilan.
Mulai tanggal 19 Agustus 2019, berlaku Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik (PERMA No. 1 Tahun 2019), menandai tonggak awal terobosan terhadap pelaksanaan sistem informasi pengadilan. Terobosan itu diprakarsai oleh MA RI, yang mengubah citra wajah pelayanan pengadilan dari konvensional/fisik tatap muka menjadi secara elektronik (online/daring: dalam jaringan). Jika dahulu para pencari keadilan mengajukan pendaftaran gugatan kepada kepaniteraan suatu pengadilan melalui PTSP (pusat pelayanan terpadu satu pintu), penggugat membayar panjar perkara secara konvensional, para pihak yang berperkara/bersengketa masih bertemu tatap muka di ruang sidang pengadilan, hingga pengambilan naskah putusan masih secara langsung pada PTSP pengadilan, kini sudah dapat dilakukan secara elektronik. Para pengguna layanan/para pihak yang berperkara pada suatu pengadilan semakin dimudahkan oleh produk inovasi itu dari MA RI, yang disebut “e-Court”.
E-Court
(electronic-Court/pengadilan elektronik) ialah layanan bagi Pengguna Terdaftar untuk Pendaftaran Perkara
Secara Online, mendapatkan taksiran panjar
biaya perkara secara online, pembayaran
secara online, pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik, dan persidangan
yang dilakukan secara elektronik. E-court
tak ubahnya juga merupakan
implementasi dari Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Hakim Agung,
Syamsul Ma’arif dalam artikel yang berjudul “Siap-siap, Litigasi Lewat E-Court Dimulai Tahun Ini”, mengatakan
bahwa e-Court yang efektif bisa menghemat
waktu, biaya, dan tenaga para pihak dan advokat yang kerap antri cukup lama
saat harus bersidang ke pengadilan. Semangat pencetusan e-Court itu salah satunya berangkat dari Pasal 2 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, ditentukan
bahwa:
“peradilan dilakukan dengan
sederhana, cepat dan biaya ringan, maka perlu dilakukan pembaruan administrasi
dan persidangan guna mengatasi kendala dan hambatan dalam proses penyelenggaraan
pengadilan.”
Kemudian lembaga peradilan
tertinggi di Republik Indonesia, MA RI, berupaya menjawab perkembangan era
globalisasi yang menuntut adanya suatu pelayanan administrasi perkara dan
persidangan yang lebih efisien dan efektif. PERMA No. 1 Tahun 2019 mengedepankan
istilah administrasi perkara secara elektronik dan persidangan secara
elektronik. Menurut Pasal 1 angka 6 dan 7 PERMA No. 1 Tahun 2019:
“6. administrasi perkara
secara elektronik adalah serangkaian proses penerimaan gugatan/permohonan/keberatan/bantahan/perlawanan/intervensi,
penerimaan pembayaran, penyampaian panggilan/pemberitahuan, jawaban, replik,
duplik, kesimpulan, penerimaan upaya hukum, serta pengelolaan, penyampaian, dan
penyimpanan dokumen perkara perdata/perdata agama/tata usaha militer/tata usaha
negara dengan menggunakan sistem elektronik yang berlaku di masing-masing
lingkungan peradilan.
7. Persidangan secara
elektronik adalah serangkaian proses memeriksa dan mengadili perkara oleh
pengadilan yang dilaksanakan dengan dukungan teknologi informasi dan
komunikasi. Persidangan ini berlaku untuk proses persidangan dengan acara
penyampaian gugatan/permohonan/keberatan/ bantahan/perlawanan/intervensi
beserta perubahannya, jawaban, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan, dan
pengucapan putusan/penetapan.”
E-Court berisikan beberapa layanan, di antaranya ialah:
a. E-Filling (Pendaftaran Perkara online di Pengadilan)
Pendaftaran perkara online dilakukan setelah terdaftar
sebagai pengguna terdaftar dengan memilih Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama,
atau Pengadilan TUN yang sudah aktif melakukan pelayanan e-Court. Semua berkas pendaftaran dikirim secara elektronik melalui
aplikasi e-Court MA RI.
b. E-Payment (Pembayaran Panjar Biaya Perkara online)
Pembayaran panjar biaya
perkara melalui virtual account nomor
pembayaran sebagai bentuk kerja sama MA RI dengan Bank Pemerintah.
c. E-Summons (Pemanggilan
Pihak secara online)
Panggilan sidang dan
Pemberitahuan Putusan disampaikan kepada para pihak melalui saluran elektronik
ke alamat e-mail para pihak serta
informasi panggilan tersebut bisa dilihat pada aplikasi e-Court.
d. E-Litigation (Persidangan
secara online)
Aplikasi yang mendukung
dalam hal persidangan secara elektronik (online)
sehingga dapat dilakukan pengiriman dokumen persidangan seperti Replik, Duplik,
Jawaban dan Kesimpulan secara elektronik.
e. E-Skum (Taksiran Panjar
Biaya)
Dengan melakukan pendaftaran
perkara online melalui e-Court, Pendaftar akan secara otomatis
mendapatkan Taksiran Panjar Biaya (e-SKUM)
dan Nomor Pembayaran (Virtual Account)
yang dapat dibayarkan melalui saluran elektronik (Multi Channel) yang tersedia
g. E-Salinan (Salinan
putusan secara elektronik)
Aplikasi memuat informasi
putusan yaitu tanggal putusan, amar putusan, tanggal minutasi dan salinan
putusan elektronik dapat diunduh melalui aplikasi ini.
h. E-Sign (Tanda Tangan
Elektronik)
Aplikasi yang mendukung penandatanganan berkas salinan putusan secara elektronik.
Dari kumpulan layanan yang
disediakan MA RI dalam e-court tersebut,
KPKNL yang merupakan instansi pemerintah penyelenggara pelayanan di bidang
pengelolaan kekayaan negara, pelayanan lelang, pelayanan penilaian, dan piutang
negara, mayoritas perkara yang ditangani ialah yang menjadi subjek hukum
sebagai Tergugat/Terlawan sehingga paling sering menggunakan fitur layanan e-Summons dan e-Litigation atau bahkan beberapa kali juga menggunakan fitur e-Salinan.
Kesan pertama jika melihat,
menggunakan, dan merasakan layanan e-court,
pengguna layanan akan disuguhkan informasi-informasi singkat mengenai layanan
dan fitur pada tampilan antar muka halaman utama (interface) sebelum log in
atau mendaftarkan suatu akun pengguna. Pengembang (web developer) atau MA RI secara tersurat berupaya mengenalkan
fitur atau layanan yang disediakan e-court kepada pengguna layanan. Hal itu menjadi
penting mengingat e-court masih
tergolong baru apa lagi bagi pengguna layanan pengadilan yang sebelumnya
terbiasa dengan sistem konvensional tatap muka. Untuk memasuki akun yang telah terdaftar pun cukup mudah, dengan
menginput e-mail dan password. Pengguna Terdaftar akan disajikan
tampilan antar muka halaman Pengguna Terdaftar setelah log in (dashboard). Pada dashboard itu, terdapat menu:
a. pendaftaran
perkara: berisi submenu Pendaftaran Perkara (e-filling), Pembayaran (e-payment),
Persetujuan, Panggilan (e-summons),
dan Biaya Perkara.
b. pendaftaran
upaya hukum: berisi pendaftaran banding secara online.
c. permohonan
aktivasi: berisi permohonan aktivasi.
d. F.A.Q (frequently asked question/pertanyaan yang sering diutarakan): berisi daftar pertanyaan yang dianggap paling sering diutarakan para pengguna
layanan,yang bertujuan sebagai referensi panduan
tentang penggunaan e-court.
Pada menu pendaftaran
perkara, kemudian dalam submenu e-filling,
pengguna layanan dapat mengetahui dan memantau daftar perkara (berisi tautan
nomor perkara) yang aktif dan sedang ditangani oleh pengguna layanan itu.
Masyarakat juga perlu
mengetahui siapa saja yang dapat mengakses atau menggunakan layanan e-court. Menurut Pasal 1 angka 4 dan 5
PERMA No. 1 Tahun 2019:
“4. Pengguna
Terdaftar adalah advokat yang memenuhi syarat sebagai pengguna sistem informasi pengadilan dengan hak dan kewajiban
yang diatur oleh Mahkamah Agung.
5. Pengguna Lain adalah subjek
hukum selain advokat yang memenuhi syarat untuk menggunakan sistem informasi
pengadilan dengan hak dan kewajiban yang diatur oleh Mahkamah Agung meliputi
antara lain Jaksa Pengacara Negara, Biro Hukum Pemerintah/TNI/POLRI, Kejaksaan
RI, Direksi/Pengurus atau karyawan yang ditunjuk badan hukum (in-house lawyer),
kuasa insidentil yang ditentukan undang-undang.”
Bagi pengguna layanan
persidangan melalui e-court khususnya
perkara perdata, ada beberapa tips (dari sisi Tergugat/Terlawan) yang bertujuan
agar lebih memudahkan pengguna dalam menggunakan portal e-court, di antaranya:
a. Jika
pengguna layanan merupakan instansi pemerintah/badan hukum, sebaiknya saat
pendaftaran akun, hindari menggunakan e-mail
pribadi melainkan gunakan e-mail milik
instansi pemerintah/badan hukum pengguna itu.
b. Ikuti
jadwal waktu sidang yang telah ditentukan dan tercantum dalam menu pendaftaran
perkara, submenu gugatan online,
kolom persidangan dalam detil kolom persidangan (hari, tanggal, dan jam),
hindari melebihi waktu yang telah ditentukan itu, karena jika mengikuti
sidang/mengunggah dokumen naskah hukum beracara melebihi ketentuan waktu,
sistem akan membaca bahwa pengguna layanan tidak menggunakan haknya sehingga
pengguna tidak dapat mengikuti agenda sidang dimaksud/tidak dapat menggunggah
dokumen naskah hukum.
c. Ketika
memasuki agenda persidangan yang perlu mengunggah dokumen naskah hukum beracara
(Jawaban, Duplik, Bukti Surat, Kesimpulan), siapkan softcopy/file dokumen naskah hukum dalam bentuk .pdf dan .docx karena keduanya perlu diunggah masing-masing pada fitur unggah
dokumen. Kemudian pada nakah Bukti Surat, Pengantar Daftar Bukti Surat dan dokumen-dokumen
pembuktiannya digabung menjadi satu file.
d. Selalu
pantau keberlangsungan persidangan dalam e-summons
yang terdapat dalam submenu pendaftaran perkara, karena pengadilan akan
menyampaikan panggilan sidang melalui
layanan itu.
e. Hingga
artikel ini dibuat/tanggal 22 April 2021, berdasarkan pantauan kami e-court belum dapat memproses upaya hukum kasasi dan/atau
peninjauan kembali, sehingga bagi pengguna layanan yang akan mengajukan upaya
hukum kasasi dan/atau peninjauan kembali, kami sarankan dapat langsung mengajukan kepada PTSP
(pelayanan terpadu satu pintu) pengadilan di mana perkara didaftarkan.
KPKNL yang merupakan
perpanjangan pemerintah pusat memiliki tugas dan fungsi yang salah satunya
ialah melakukan penanganan perkara melalui Seksi Hukum dan Informasi, sangat
terbantukan, oleh layanan e-court
yang diimplementasikan oleh MA RI dan seluruh Pengadilan, karena selain dapat
menghemat keuangan negara dari sisi perjalanan dinas, secara penanganan perkaranya
pun dapat lebih efisien dan efektif, serta menguatkan prinsip paperless.
Oleh: Agung Prasetya (KPKNL
Banda Aceh)
Disclaimer: Tulisan ini
adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana
penulis bekerja.
Referensi:
Undang-Undang Dasar Negara
RI Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997
Tentang Peradilan Militer.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama.
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Tata Usaha Negara.
Peraturan Mahkamah Agung RI
No. 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi
Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik (PERMA No. 1 Tahun 2019.
ecourt.mahkamahagung.go.id
diakses pada 16 April 2021
www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d37e2cfe7617/mewujudkan-e-court-oleh--hani-adhani?page=2
diakses pada 16 April 2021.
www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d08d96f10a83/siap-siap--litigasi-lewat-e-court-dimulai-tahun-ini/
diakses pada 16 April 2021.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5e2577a68ea0d/pelaksanaan-i-e-court-i-dan-manfaatnya/#:~:text=E-court merupakan salah satu,Perpres 95/2018”)
diakses pada 16 April 2021.