Balikpapan- 29 Juni ditetapkan menjadi Hari Keluarga
Nasional (Harganas) sejak tahun 1993 dan hari Selasa lalu tepat dirayakan
sebagai Harganas yang ke-28. Harganas merupakan perwujudan pentingnya arti
keluarga terhadap upaya memperkuat ketahanan nasional. Sebagai institusi
terkecil dalam masyarakat, keluarga menjadi pondasi penting awal pembangunan
karakter bangsa.
Namun
apakah kita sudah bertanya, mengapa 29 Juni?
Mari
bergerak mundur ke tahun 1993, saat Prof. Haryono Suyono menjadi Ketua Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Kepada Presiden Soeharto, ia
mengajukan tiga pokok pikiran mengenai pentingnya keluarga. Pertama, mewarisi
semangat kepahlawanan dan perjuangan bangsa. Kedua, tetap menghargai dan
perlunya keluarga bagi kesejahteraan bangsa. Ketiga, membangun keluarga menjadi
keluarga yang bekerja keras dan mampu berbenah diri menjadi menuju keluarga
sejahtera. Di tanggal 29 Juni tahun 1993, Presiden Soeharto akhirnya
mencanangkan Harganas untuk pertama kalinya di Provinsi Lampung.
Tanggal 29 Juni digagas menjadi tanggal peringatan
Harganas karena dua alasan historis. Yang pertama memaksa kita mundur ke masa
awal kemerdekaan Indonesia. Dimana situasi nasional belum stabil sejenak
setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Banyak anggota keluarga yang
terpisah karena dihadapkan dengan pilihan kembali ke medan perang atau mengungsi.
Para pejuang baru kembali dari medan perang saat Belanda menyerahkan kedaulatan
bangsa Indonesia pada 22 Juni 1949. Seminggu setelahnya, tercatat Tentara
Republik Indonesia (TRI) yang bergerilya masuk ke Yogyakarta dan kembali pada
keluarga masing-masing.
Momen
kembalinya pejuang ke keluarga memang sesuatu yang ditunggu-tunggu, namun
terdapat lonjakan angka perkawinan dini dan angka kelahiran anak setelahnya.
Pengetahuan mengenai batas bawah pernikahan yang rendah dan adanya keinginan
untuk “mengganti” anggota keluarga yang gugur dalam peperangan disinyalir
menjadi alasan atas fenomena tersebut.
Pada 29
Juni 1970 akhirnya dimulai gerakan Keluarga Berencana (KB) Nasional yang
dikenal dengan Hari Kebangkitan Keluarga Indonesia. Penguatan program KB ini
didasari oleh fakta bahwa angka infeksi dan gizi buruk pada anak yang meningkat
akibat perkawinan usia dini dan angka kelahiran yang tinggi.
Walaupun
sudah dicanangkan tahun 1993, Harganas baru mendapatkan legalitas setelah
ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 39 tahun 2014. tanggal 29 Juni ditetapkan
sebagai Hari Keluarga Nasional namun bukan hari libur. Tak mengherankan memang
jika Harganas belum dikenal luas, bahkan oleh aparat pemerintah sekalipun.
Jika
menengok ke beberapa negara, selain Indonesia pun telah banyak yang
memperingati Hari keluarga. Mengutip BKKBN, Amerika Serikat mengenal istilah Family
Day sejak tahun 1978, Afrika Selatan sejak tahun 1995 dan Australia sejak
tahun 2007. Secara umum, Hari Keluarga digambarkan dengan berkumpulnya seluruh
anggota keluarga.
Bagaimana
jika tidak bisa berkumpul dengan keluarga? Sedangkan di Indonesia sendiri,
keluarga ideal seringkali dipandang dengan komplitnya Ayah, Ibu dan anak dalam
satu atap. Seringkali cita-cita ideal tersebut sulit dicapai karena urusan
pekerjaan dan lain-lain. Begitupun yang mungkin dirasakan sebagian ASN yang
berpisah dengan keluarga karena tugas.
Jangan
berkecil hati.
Merujuk
pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 dan PP Nomor 21 Tahun 1994, terdapat ada
delapan fungsi yang dijalankan oleh suatu keluarga yakni fungsi agama, sosial
budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, pendidikan, ekonomi dan fungsi
pembinaan lingkungan.
Jika
delapan fungsi tersebut tetap dijalankan, bisa jadi kita masih dalam koridor
ideal.
Tetap
semangat dan Selamat Hari Keluarga Nasional!
Daftar Pustaka:
https://keluargaindonesia.id/kabar/sejarah-dan-peringatan-harganas-setiap-tahunnya
https://tirto.id/hari-keluarga-nasional-29-juni-sejarah-tema-harganas-2021-ghdF