Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Pemetaan (Plotting) Sertipikat Tanah BMN Secara Digital Memberikan Kepastian Hukum Tanah BMN
Muhammad Faniawan Asriansyah
Rabu, 30 November 2022   |   51286 kali

Asas domain sebagai dasar hukum memungkinkan Negara selaku pemilik tanah memberikan hak atas tanah kepada pihak lain dalam kedudukan sebagai badan hukum perdata. Jadi, bukan berkedudukan sebagai badan penguasa. Hak negara tersebut semata-mata hak perdata, sama dengan hak milik yang dipunyai perorangan. Sebelum lahirnya hukum agraria kolonial, di Indonesia berlaku hukum tanah adat dan hukum tanah swapraja. Hukum tanah adat merupakan hukum asli, mempunyai sifat yang khas, di mana hak-hak perorangan atas tanah merupakan hak pribadi akan tetapi di dalamnya mengandung unsur kebersamaan, yang dalam istilah modern disebut fungsi sosial. Kebutuhan suatu hukum agraria yang menjamin kepastian dan perlindungan hukum hak-hak masyarakat dirasakan sangat mendesak dan sejak tanggal

24 September 1960 ditetapkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas kepemilikan tanah, maka masyarakat perlu mendaftarkan tanah guna memperoleh sertifikat hak atas tanah yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat atas kepemilikan hak atas tanah.

Hingga tahun 2021 jumlah bidang tanah yang telah bersertifikat yaitu kurang lebih sebanyak 79,4 juta juta dari 126 juta bidang tanah (Kementerian ATR/BPN, 2021). Pemerintah Indonesia, khususnya Badan Pertanahan Nasional  (BPN)  memiliki  tanggung  jawab  untuk segera melakukan proses sertifikasi tanah pada bidang tanah yang belum bersertifikat melalui kegiatan pendaftaran tanah. Target dari program pemerintah pusat sebagaimana yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN), pemerintah menargetkan pada tahun 2024 telah dapat terlaksana secara menyeluruh, karena progress yang cukup lambat, maka untuk dapat memenuhi target, salah satu cara percepatan Kebijakan Satu Peta khususnya di bidang Pertanahan adalah kebijakan perubahan pelayanan pendaftaran Hak atas tanah di seluruh Kantor Pertanahan  Indonesia  yang  berlaku  sejak September tahun 2016, berdasarkan Surat Edaran Nomor 13/SE/XII/2017 tentang Pemanfaatan Aplikasi Layanan Pertanahan “Sentuh Tanahku”. Kebijakan tersebut mewajibkan setiap sertipikat yang akan di proses di Kantor Pertanahan harus di Plotting terlebih dahulu tanpa kecuali. Plotting itu sendiri adalah proses verifikasi  keaslian  sertifikat  tanah  dengan teknologi GPS, yang dimaksudkan untuk mengetahui posisi asli lahan di dalam database peta pendaftaran BPN. Plotting bidang tanah merupakan hasil penggambaran ulang secara digital (digitalisasi) Surat Ukur (SU) yang dipetakan ke dalam peta pendaftaran tanah. Selama proses plotting terjadi penyesuaian bentuk, ukuran, atau posisi bidang tanah untuk mencocokkan kondisi bidang tanah pada peta pendaftaran, agar peta pendaftaran memiliki kelengkapan spasial dan tidak terdapat overlapping atau bidang tanah yang kosong.


Pemetaan (Plotting) Tanah Barang Milik Negara (BMN)

  

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang “Perbendaharaan Negara” Pasal 49 ayat (1) yang berbunyi “Seluruh Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan”. Sejak pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2004 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan banyak tanah pemerintah yang tidak bersertifikat, sehingga atas temuan BPK dimaksud perlu ditindaklanjuti dengan dilakukannya sertipikasi atas BMN berupa tanah. Guna mempercepat BMN berupa tanah pada K/L bersertifikat, maka dibentuklah program percepatan sertipikasi yang melibatkan berbagai pihak yakni pengelola barang (Kementerian Keuangan), pengguna barang dan BPN RI yang dimulai sejak Tahun 2013 dan diharapkan penyelesaian pensertipikatan Tanah BMN dapat diselesaikan sampai Tahun 2022. Pelaksanaan program sertipikasi yang telah dilaksanakan sejak Tahun 2013 sampai dengan akhir Oktober 2022 yang pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Keyaaan Negara telah mensertipikatkan sebanyak 90.335 bidang tanah BMN.


Target persertipikatan bidang tanah dilakukan ditujukan untuk bidang tanah yang belum bersertipikat serta tanah yang sudah bersertipikat namun belum sesuai dengan ketentuan (clean and clear). BMN berupa tanah dapat disertifikatkan apabila BMN berupa tanah dimaksud free and clear namun apabila BMN berupa tanah tidak free and clear, maka BMN berupa tanah dimaksud tidak dapat disertifikatkan, hal ini dapat terjadi antara lain :


·        Dokumen sumber kepemilikan tanah tidak lengkap;

·        BMN berupa tanah masuk dalam kawasan hutan;

·        Sengketa;

·        Tumpang tindih dengan pihak ketiga.

Terhadap tanah yang belum dapat diterbitkan sertipikatnya perlu juga dilakukan pengamanannya yaitu dengan melakukan penandaan peta bidang tanah di Kantor Pertanahan seperti dalam bentuk Peta Bidang Tanah (PBT) maupun Nomor Induk Sementara (NIS). Penandaan bidang tanah ini sangat penting untuk mencegah adanya permasalahan- permasalahan pertanahan seperti tumpang tindih dan sengketa pertanahan.

Untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak atas kepemilikan tanah, maka masyarakat tak terkecuali Pengguna tanah Barang Milik Negara (BMN) perlu mendaftarkan tanah guna memperoleh sertifikat hak atas tanah yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat atas kepemilikan hak atas tanah.  Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 33 Tahun 2016 tentang Surveyor Kadaster Berlisensi yang salah satu kebijakannya mengatur tentang pemetaan sertifikat (plotting). Peraturan Menteri ini disusun berdasarkan asas kepastian hukum, perlindungan hukum, profesionalisme, transparansi, keadilan, serta etika dan pertanggungjawaban. Hasil survei dan pemetaan bidang tanah harus memenuhi persyaratan: 1) Dapat dipetakan dalam Peta Dasar Pendaftaran; 2) Bentuk dan ukuran sesuai dengan bentuk dan ukuran obyek sesungguhnya di lapangan; 3) Dapat direkonstruksi batas-batasnya di lapangan; 4) Tidak tumpang tindih sebagian maupun seluruhnya dengan hasil survei dan pemetaan sebelumnya.

Selanjutnya di dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah di dalam pasal 43 dinyatakan sebagai berikut :

(1) Bidang tanah yang telah terdaftar namun belum terpetakan wajib dipetakan (plotting) pada peta pendaftaran tanah.

(2) Dalam hal terdapat bidang tanah terdaftar yang belum tepat terpetakan posisi bidang tanahnya pada peta pendaftaran tanah, wajib dipetakan kembali (replotting).

(3) Pemetaan (plotting) maupun pemetaan kembali (replotting) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui kegiatan: a. perbaikan/peningkatan kualitas data pertanahan; b. permohonan dari pihak yang bersangkutan; atau c. kegiatan lainnya dalam rangka pelaksanaan pelayanan elektronik

 

Merujuk pada uraian dan ketentuan-ketentuan diatas diatas maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemetaan (plotting) wajib dilakukan terhadap seluruh tanah BMN yang sudah terdaftar/bersertipikat yang belum terpetakan untuk memberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah Barang Milik Negara (BMN).

 

  

Penulis : Tulus GP Siahaan (Kepala Seksi PKN 1 Kanwil DJKN Sumut)



Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini