Menurut A.C. Pigou dalam bukunya, The Veil of Money (1949), uang adalah segala sesuatu yang umum dipergunakan sebagai alat tukar. Ada yang bilang kalau “Uang bukanlah segalanya” akan tetapi segalanya tentulah membutuhkan uang. Oleh karena itu, setiap orang berusaha bekerja keras untuk menghasilkan uang. Namun manakah yang lebih penting, menghasilkan uang atau memanajemen keuangan? Sebagai contoh, terdapat seorang karyawan di kota yang memiliki penghasilan 7 juta setiap bulannya. Karyawan tersebut sudah bekerja selama lima tahun namun hanya memiliki aset berupa tabungan sebanyak 30 juta. Lalu di sebuah desa terdapat seorang petani yang setiap bulannya memiliki penghasilan paling banyak 5 juta setiap bulannya. Namun selama lima tahun bekerja, petani tersebut sudah memiliki aset berupa rumah senilai 60 juta di desa. Mari kita bandingkan aset yang dimiliki oleh karyawan dan petani tersebut? Mengapa seorang karyawan yang memiliki penghasilan lebih besar tidak memiliki aset yang lebih banyak pula?
Berbicara tentang manajemen keuangan, khususnya keuangan pribadi tentunya tidak terlepas dari manajemen gaya hidup. Seperti contoh karyawan dan petani sebelumnya, gaya hidup karyawan di perkotaan tentunya berbeda dengan gaya hidup seorang petani di pedesaan. Selain karena biaya hidup di perkotaan yang cenderung lebih mahal, kebutuhan seorang karyawan dan petani pun tidak dapat disamakan. Seorang petani tentunya tidak perlu membeli pakaian formal untuk bekerja, tidak pula membutuhkan gadget yang komplit seperti laptop, smartphone dan lainnya. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah semata-mata penyebab aset karyawan yang jauh lebih sedikit daripada petani. Dengan penghasilan yang lebih besar, seharusnya karyawan dapat lebih mengoptimalkan pemasukannya. Untuk inilah pentingnya bagi setiap individu memahami cara memanajemen keuangan. Tidak sedikit pula kasus seorang yang memiliki penghasilan lebih banyak namun memiliki utang konsumtif yang lebih banyak pula.
Dalam buku All Your Worth: The Ultimate Lifetime Money Plan, Senator Elizabeth Warren dan putrinya, Amelia Warren Tyagi mempopulerkan sebuah prinsip 50/30/20 untuk mengatur keuangan. Prinsip ini pun sangat diminati oleh kaum milenial yang sudah mulai bekerja dan ingin belajar mengatur keuangan. Prinsip ini memiliki aturan dasar mengatur keuangan dengan membagi pendapatan setelah pajak dan mengalokasikannya untuk dibelanjakan 50% untuk kebutuhan, 30% untuk keinginan, dan menyisihkan 20% untuk tabungan.
Apabila kita simulasikan
dengan karyawan yang memiliki pengasilan bersih sebesar 7 juta per bulan, maka
setiap bulannya karyawan memiliki tabungan sebesar 1,4 juta. Bila dikumpulkan
selama lima tahun bekerja, karyawan seharusnya dapat memiliki tabungan lebih
dari 30 juta. Tentunya hal ini harus
dilaksanakan secara konsisten dan penuh komitmen.
Dalam metode budgeting tersebut, Jim Rohn mengalokasikan sebagian dari penghasilannya untuk investasi dan dana pensiun. Apabila dibandingkan dengan prinsip Warren, dari 20 persen tabungan, Jim Rohn hanya menyisihkan 10 persen untuk ditabung dan 10 persen lagi diinvestasikan dengan harapan akan menghasilkan pendapatan lagi di masa depan. Dalam memutuskan berinvestasi pun harus memiliki pengetahuan yang lebih lanjut, jangan sampai dana yang kita investasikan malah tidak memberikan keuntungan atau bahkan merugi.
Selain itu, ada pula
sebuah metode pengaturan keuangan yang cukup terkenal dan banyak dilakukan para
ibu rumah tangga di Jepang bernama kakeibo ,yang artinya buku besar atau catatan keuangan rumah tangga. Metode ini
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1904 oleh seorang jurnalis bernama Makoto
Hani. Di tahun 2017, metode ini kembali dipopulerkan melalui sebuah
buku yang ditulis oleh Fumiko Chiba berjudul Kakeibo: The Japanese Art
of Saving Money. Dalam buku ini, ada empat pertanyaan penting yang harus
dijawab apabila ingin memiliki kondisi keuangan yang lebih baik:
Fumiko percaya bahwa metode kakeibo dapat mengubah
pandangan kita terhadap uang dan membuat kita jadi lebih wawas dalam mengelola
keuangan.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam
menerapkan metode kakeibo adalah:
Walaupun begitu, kamu bisa menyesuaikan sendiri
pos-pos pengeluaran di atas sesuai kebutuhan, misalnya dengan membuat pembagian
yang lebih spesifik lagi.
Jika seiring berjalannya waktu kamu berhasil menekan pengeluaran dan
menghemat lebih banyak uang, berarti kamu berhasil mengimplementasikan kakeibo.
Dewasa ini, banyak sudah cara-cara mengatur keuangan yang dapat kita pedomani dari tokoh-tokoh sukses. Mungkin dahulu kita hanya berfokus pada bekerja dan menghasilkan banyak uang, namun belum memahami bagaimana cara mengatur uang yang kita dapatkan. Sering kali kita mendapati diri kita sudah kehabisan uang di akhir bulan tanpa sadar kemana saja pengeluaran tersebut kita gunakan. Untuk itulah pentingnya memanajemen keuangan, tentunya dimulai dari memanajemen gaya hidup kita. Keputusan untuk mengatur keuangan pun membutuhkan komitmen dan konsistensi pada diri sendiri. Apapun metodenya, tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan prioritas.
Sumber Referensi :
Pigou, Arthur
Cecil. The Veil of Money. London: London Macmilla & Co1960,1949.
E. Warren and A. W. Tyagi, All Your Worth : The Ultimate Lifetime Money Plan. New York: A Division Of Simon & Schuster, Inc., 2005.
Chiba, Fumiko. Kakeibo – The Japanese Art of Saving Money. New York: Tarcherperigee. 2017
Penulis : Sarah Sabrina Lubis ( Pelaksana Bagian Umum Kanwil DJKN Sumatera Utara)