Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Piutang Daerah Tak Tertagih, Bagaimana Cara Menghapuskannya?
Fia Malika Sabrina
Selasa, 05 Oktober 2021   |   2870 kali

Nomenklatur Piutang Daerah termaktub dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pada pasal 1 angka 7 Undang-undang tersebut menyebutkan definisi Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

Piutang Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang (UU) Perbendaharaan Negara tersebut sesungguhnya sejak tahun 1960 telah dinyatakan sebagai bagian dari Piutang Negara dalam Undang-undang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-undang tersebut dinyatakan sebagai berikut:

“Dengan piutang negara dimaksudkan hutang yang:

a.     langsung terhutang kepada negara dan oleh karena itu harus dibayar kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

b.     terhutang kapada bahan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik negara, misalnya Bank-Bank Negara, PT. PT. Negara, Perusahaan-Perusahaan negara, Yayasan Perbekalan dan Persediaan, Yayasan Urusan Bahan Makanan dan sebagainya. Hutang pajak tetap merupakan piutang negara, akan tetapi diselesaikan tersendiri dengan Undang-Undang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa.”

 

Berdasarkan uraian penjelasan Pasal 8 tersebut maka dapat disimpulkan bahwa piutang pemerintah pusat dan piutang pemerintah daerah adalah Piutang negara sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 49 Prp. Tahun 1960. Piutang pemerintah pusat berasal dari Kementerian/Lembaga sedangkan piutang pemerintah daerah berasal dari Gubernur, Bupati, atau Wali Kota, dan perangkat daerah yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Dengan ditetapkannya UU Perbendaharaan Negara piutang pemerintah daerah selanjutnya disebut dengan nomenklatur Piutang Daerah.

Nilai outstanding Piutang Daerah yang telah diserahkan pengurusannya kepada PUPN di seluruh Indonesia per 21 Mei 2021 berdasarkan data Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain (PNKNL) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) adalah lebih dari 101 milyar rupiah dengan lebih dari seratus ribu kasus piutang negara. Potensi tingkat ketertagihan kasus-kasus Piutang Daerah tersebut umumnya sangat rendah. PNKNL mencatat ada 5 (lima) kendala dan permasalahan yang menyebabkan tingkat ketertagihan Piutang Daerah tersebut umumnya sangat rendah, yaitu:

a.      Tingkat kepatuhan Debitor rendah, alamat tidak jelas;

b.      Kualitas piutang kurang baik: tidak didukung jaminan dan dokumen sumber yang memadai;

c.      Penyerahan ke PUPN hanya untuk saluran penghapusan Piutang Daerah;

d.      Kurangnya sumber daya manusia di pemerintah daerah maupun PUPN untuk menyelesaikan Piutang Daerah;

e.      Penyerahan ke PUPN lebih karena ada rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

 

Sehubungan dengan hal itu DJKN c.q. PNKNL memandang perlu dilakukan pengaturan terhadap kebijakan penyelesaian Piutang Daerah. Pengaturan tersebut ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan  dengan maksud dan tujuan untuk:

a.      Secara bertahap memperbaiki kualitas piutang daerah pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD);

b.      Mendorong pemerintah daerah untuk lebih bertanggungjawab menyelesaikan piutang daerahnya:

c.      Memperkuat dan memperkaya upaya optimalisasi penyelesaian piutang macet yang tidak bisa diserahkan ke PUPN:

d.      Memberi kepastian hukum bagi penyelesaian piutang di luar jalur PUPN:

e.      Mengatur kembali level of playing field antara PUPN dan pemerintah daerah dalam menyelesaikan piutangnya dimana piutang daerah sampai dengan 8 juta rupiah akan diselesaikan sendiri oleh pemerintah daerah;

f.       Melaksanakan amanat pasal 3A Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah.

 

Maksud dan tujuan pengaturan kebijakan penyelesaian Piutang Daerah sebagaimana disebut di atas perlu didukung dengan kewenangan tertentu agar efektif mengingat adanya batasan piutang yang akan diselesaikan sendiri dan tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN. Tentu saja kewenangan tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan diatasnya yaitu UU PUPN dan UU Perbendaharaan Negara. Penyelesaian Piutang Daerah yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan:

a.      pelunasan, termasuk pelunasan dengan keringanan; atau

b.      penghapusan;

c.      pembatalan pengakuan piutang melalui koreksi pencatatan apabila terdapat kesalahan 3 (tiga) pengakuan dengan disertai bukti yang cukup.

 

Pemerintah daerah melaksanakan mekanisme penghapusan melalui 2 (dua) tahap, yaitu: Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara. Kedua tahapan ini baru dapat dilakukan setelah diterbitkan Pernyataan Piutang Daerah Telah Optimal (PPDTO) oleh Instansi Pengelola Piutang Daerah. Perlu diingat Piutang Daerah dapat diselesaikan melalui jalur PPDTO apabila memenuhi ketentuan:

a.      Piutang Daerah dengan jumlah sisa kewajiban paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) atau setara per Penanggung Utang dan tidak ada barang jaminan yang diserahkan; atau

b.      Piutang Daerah dengan jumlah sisa kewajibannya tidak dibatasi namun tidak memenuhi syarat untuk diserahkan pengurusannya kepada PUPN yaitu Piutang Daerah yang adanya dan besarnya tidak dapat dipastikan secara hukum.

 

Menutup tulisan ini berikut disampaikan uraian singkat proses pengurusan Piutang Daerah yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN sebagai berikut:

1.        Penagihan

Ada 2 (dua) jenis kegiatan penagihan yang dapat dilakukan, yaitu:

a)    Penagihan tertulis wajib dengan surat tagihan; dan

b)    Penagihan dengan kegiatan optimalisasi, berupa:

1)    Restrukturisasi/penyehatan;

2)    Kerjasama penagihan dengan pihak ketiga;

3)    Pelaksanaan parate eksekusi jaminan kebendaan;

4)    Crash Program penyelesaian piutang daerah;

5)    Gugatan melalui lembaga peradilan;

6)    Penghentian layanan kepada Penanggung Utang;

7)    Upaya Optimalisasi Lainnya.

2.      PPDTO

PPDTO diterbitkan dalam hal masih terdapat sisa utang namun:

a)      Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan atau tidak diketahui tempat tinggalnya; dan

b)      tidak didukung barang jaminan, telah terjual, ditebus atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomis.

PPDTO dapat diterbitkan bila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a)      telah disampaikan surat penagihan sesuai ketentuan;

b)      kualitas piutang telah macet;

c)      tidak terdapat angsuran atau terdapat angsuran kurang dari 10 persen dan usia pencatatan piutang sebagai berikut:

1)    lebih dari 5 (lima) tahun dalam hal sisa Piutang Daerah paling banyak sebesar Rp8.000.000 (delapan juta rupiah); atau

2)    lebih dari 7 (tujuh) tahun dalam hal sisa Piutang Daerah sebesar Rp8.000.000 (delapan juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); atau

3)    lebih dari 10 (sepuluh) tahun dalam hal sisa Piutang Daerah sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); atau

4)   lebih dari 10 (sepuluh) tahun dalam hal sisa Piutang Daerah sebesar lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

d)      dokumen pendukung bahwa Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang.

e)      telah dilakukan Kerjasama penagihan dengan DJKN atau Jaksa untuk usia pencatatan utang lebih dari 10 (sepuluh) tahun dalam hal sisa Piutang Daerah sebesar lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Dokumen Pendukung Penerbitan PPDTO oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah:  

a)      kartu keluarga miskin;

b)      putusan pailit;

c)      surat keterangan dari Kelurahan/Kantor Kepala Desa/Kepala Lingkungan/Kantor Instansi yang berwenang/Pengelola Piutang Daerah yang menyatakan Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan Utang atau tidak diketahui tempat tinggalnya;

d)      bukti penerimaan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin; dan/atau

e)      bukti kunjungan penagihan oleh petugas di lingkungan Pengelola Piutang Daerah dalam bentuk surat kunjungan atau berita acara atau bukti lain yang menyimpulkan bahwa Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan Utang atau sudah tidak diketemukan.

3.      Pertimbangan Penghapusan dari DJKN

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mengajukan permintaaan Pertimbangan Penghapusan Bersyarat atau Penghapusan Mutlak dari Kepala Kantor Wilayah DJKN, dengan ketentuan:

a)      apabila permintaan yang diajukan tersebut memenuhi syarat maka paling lama 14 (empat belas) hari Kepala Kantor Wilayah DJKN menyampaikan pertimbangan Penghapusan Secara Bersyarat atau Mutlak atas Piutang Daerah kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang mengajukan permintaan pertimbangan; atau

b)      apabila permintaan yang diajukan tersebut tidak memenuhi syarat maka paling lama 14 (empat belas) hari Kepala Kantor Wilayah DJKN menyampaikan penolakan pemberian pertimbangan Penghapusan Secara Bersyarat atau Mutlak atas Piutang Daerah kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang mengajukan permintaan pertimbangan.  

4.      Pengajuan Penghapusan Piutang Daerah

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dapat mengajukan usul Penghapusan Secara Bersyarat atau Secara Mutlak atas Piutang Daerah dengan memperoleh pertimbangan dari Kepala Kantor Wilayah DJKN untuk jumlah:

a)      sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) kepada Gubernur/Bupati/Walikota; dan

b)      lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) kepada Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah masing-masing.

Usulan Penghapusan Secara Bersyarat atas Piutang Daerah disampaikan secara tertulis dengan dilampiri dokumen paling sedikit:

a)      daftar nominatif Penanggung Utang;

b)      surat pertimbangan Penghapusan Secara Bersyarat atas Piutang Daerah dari Kepala Kantor Wilayah DJKN;

c)      surat PPDTO dari Instansi Pengelola Piutang Daerah; dan/atau

d)      dalam hal Piutang Daerah berupa Tuntutan Ganti Rugi (TGR) ditambah surat rekomendasi Penghapusan Secara Bersyarat dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Usulan Penghapusan Secara Mutlak atas Piutang Daerah diajukan setelah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan Penghapusan Secara Bersyarat, disampaikan secara tertulis, dan tembusan ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah DJKN dengan dilampiri dokumen paling sedikit:

a)      daftar nominatif Penanggung Utang;

b)      surat penetapan Penghapusan Secara Bersyarat atas piutang yang diusulkan untuk dihapuskan secara mutlak; dan

c)      surat pertimbangan Penghapusan Secara Mutlak atas Piutang Daerah dari Kepala Kantor Wilayah DJKN.

 

Referensi:

-      Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara;

-      Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

-      Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah;

-      Lukman Effendi, Direktur PNKNL, Arah Kebijakan Pengelolaan Piutang Daerah Yang Tidak Dapat Diserahkan Pengurusannya Kepada PUPN. 


Penulis : Yockie Veronico Amantha Sinaga 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini