Nomenklatur
Piutang Daerah termaktub dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara. Pada pasal 1 angka 7 Undang-undang tersebut menyebutkan definisi
Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah
dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat
perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
atau akibat lainnya yang sah.
Piutang
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang (UU) Perbendaharaan Negara
tersebut sesungguhnya sejak tahun 1960 telah dinyatakan sebagai bagian dari
Piutang Negara dalam Undang-undang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Dalam
penjelasan Pasal 8 Undang-undang tersebut dinyatakan sebagai berikut:
“Dengan
piutang negara dimaksudkan hutang yang:
a.
langsung terhutang kepada negara dan
oleh karena itu harus dibayar kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
b.
terhutang kapada bahan-badan yang
umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik negara, misalnya
Bank-Bank Negara, PT. PT. Negara, Perusahaan-Perusahaan negara, Yayasan
Perbekalan dan Persediaan, Yayasan Urusan Bahan Makanan dan sebagainya. Hutang
pajak tetap merupakan piutang negara, akan tetapi diselesaikan tersendiri
dengan Undang-Undang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa.”
Berdasarkan
uraian penjelasan Pasal 8 tersebut maka dapat disimpulkan bahwa piutang
pemerintah pusat dan piutang pemerintah daerah adalah Piutang negara sebagaimana
dimaksud dalam UU Nomor 49 Prp. Tahun 1960. Piutang pemerintah pusat berasal
dari Kementerian/Lembaga sedangkan piutang pemerintah daerah berasal dari Gubernur,
Bupati, atau Wali Kota, dan perangkat daerah yang meliputi Sekretariat Daerah,
Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Dengan
ditetapkannya UU Perbendaharaan Negara piutang pemerintah daerah selanjutnya disebut
dengan nomenklatur Piutang Daerah.
Nilai
outstanding Piutang Daerah yang telah diserahkan pengurusannya kepada PUPN di
seluruh Indonesia per 21 Mei 2021 berdasarkan data Direktorat Piutang Negara
dan Kekayaan Negara Lain-lain (PNKNL) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
adalah lebih dari 101 milyar rupiah dengan lebih dari seratus ribu kasus piutang
negara. Potensi tingkat ketertagihan kasus-kasus Piutang Daerah tersebut umumnya
sangat rendah. PNKNL mencatat ada 5 (lima) kendala dan permasalahan yang
menyebabkan tingkat ketertagihan Piutang Daerah tersebut umumnya sangat rendah,
yaitu:
a.
Tingkat kepatuhan Debitor rendah,
alamat tidak jelas;
b.
Kualitas piutang kurang baik: tidak didukung
jaminan dan dokumen sumber yang memadai;
c. Penyerahan ke PUPN hanya untuk saluran
penghapusan Piutang Daerah;
d.
Kurangnya sumber daya manusia di pemerintah
daerah maupun PUPN untuk menyelesaikan Piutang Daerah;
e. Penyerahan ke PUPN lebih karena ada rekomendasi
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sehubungan
dengan hal itu DJKN c.q. PNKNL memandang perlu dilakukan pengaturan terhadap
kebijakan penyelesaian Piutang Daerah. Pengaturan tersebut ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan maksud dan tujuan untuk:
a.
Secara bertahap memperbaiki kualitas piutang
daerah pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD);
b. Mendorong pemerintah daerah untuk lebih
bertanggungjawab menyelesaikan piutang daerahnya:
c. Memperkuat dan memperkaya upaya optimalisasi
penyelesaian piutang macet yang tidak bisa diserahkan ke PUPN:
d. Memberi kepastian hukum bagi penyelesaian piutang
di luar jalur PUPN:
e. Mengatur kembali level of playing field
antara PUPN dan pemerintah daerah dalam menyelesaikan piutangnya dimana piutang
daerah sampai dengan 8 juta rupiah akan diselesaikan sendiri oleh pemerintah daerah;
f. Melaksanakan amanat pasal 3A Peraturan Pemerintah
Nomor 35 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah.
Maksud
dan tujuan pengaturan kebijakan penyelesaian Piutang Daerah sebagaimana disebut
di atas perlu didukung dengan kewenangan tertentu agar efektif mengingat adanya batasan
piutang yang akan diselesaikan sendiri dan tidak dapat diserahkan pengurusannya
kepada PUPN. Tentu saja kewenangan tersebut tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan perundang-undangan diatasnya yaitu UU PUPN dan UU Perbendaharaan Negara.
Penyelesaian Piutang Daerah yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada
PUPN dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan:
a. pelunasan, termasuk pelunasan dengan keringanan;
atau
b. penghapusan;
c. pembatalan pengakuan piutang melalui
koreksi pencatatan apabila terdapat kesalahan 3 (tiga) pengakuan dengan
disertai bukti yang cukup.
Pemerintah
daerah melaksanakan mekanisme penghapusan melalui 2 (dua) tahap, yaitu: Penghapusan
Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara. Kedua tahapan ini baru dapat dilakukan
setelah diterbitkan Pernyataan Piutang Daerah Telah Optimal (PPDTO) oleh Instansi
Pengelola Piutang Daerah. Perlu diingat Piutang Daerah dapat diselesaikan
melalui jalur PPDTO apabila memenuhi ketentuan:
a.
Piutang Daerah dengan jumlah sisa
kewajiban paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) atau setara per
Penanggung Utang dan tidak ada barang jaminan yang diserahkan; atau
b. Piutang Daerah dengan jumlah sisa
kewajibannya tidak dibatasi namun tidak memenuhi syarat untuk diserahkan
pengurusannya kepada PUPN yaitu Piutang Daerah yang adanya dan besarnya tidak
dapat dipastikan secara hukum.
Menutup
tulisan ini berikut disampaikan uraian singkat proses pengurusan Piutang Daerah
yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN sebagai berikut:
1.
Penagihan
Ada 2 (dua) jenis
kegiatan penagihan yang dapat dilakukan, yaitu:
a)
Penagihan tertulis wajib dengan surat tagihan;
dan
b)
Penagihan dengan kegiatan optimalisasi,
berupa:
1)
Restrukturisasi/penyehatan;
2) Kerjasama penagihan dengan pihak ketiga;
3)
Pelaksanaan parate eksekusi jaminan
kebendaan;
4) Crash Program penyelesaian piutang daerah;
5) Gugatan melalui lembaga peradilan;
6) Penghentian layanan kepada Penanggung Utang;
7) Upaya Optimalisasi Lainnya.
2.
PPDTO
PPDTO
diterbitkan dalam hal masih terdapat sisa utang namun:
a)
Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan atau tidak diketahui tempat tinggalnya; dan
b) tidak didukung barang jaminan, telah
terjual, ditebus atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomis.
PPDTO dapat diterbitkan bila memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a)
telah disampaikan surat penagihan
sesuai ketentuan;
b)
kualitas piutang telah macet;
c)
tidak terdapat angsuran atau terdapat
angsuran kurang dari 10 persen dan usia pencatatan piutang sebagai
berikut:
1)
lebih dari 5 (lima) tahun dalam hal sisa
Piutang Daerah paling banyak sebesar Rp8.000.000 (delapan juta rupiah); atau
2)
lebih dari 7 (tujuh) tahun dalam hal sisa
Piutang Daerah sebesar Rp8.000.000 (delapan juta rupiah) sampai dengan
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); atau
3)
lebih
dari 10 (sepuluh) tahun dalam hal sisa Piutang Daerah sebesar Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
atau
4)
lebih
dari 10 (sepuluh) tahun dalam hal sisa Piutang Daerah sebesar lebih dari Rp1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).
d)
dokumen pendukung bahwa Penanggung
Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang.
e)
telah dilakukan Kerjasama penagihan
dengan DJKN atau Jaksa untuk usia pencatatan utang lebih dari 10 (sepuluh)
tahun dalam hal sisa Piutang Daerah sebesar lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
Dokumen Pendukung
Penerbitan PPDTO oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah:
a)
kartu keluarga miskin;
b) putusan pailit;
c)
surat keterangan dari
Kelurahan/Kantor Kepala Desa/Kepala Lingkungan/Kantor Instansi yang
berwenang/Pengelola Piutang Daerah yang menyatakan Penanggung Utang tidak
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan Utang atau tidak diketahui tempat
tinggalnya;
d)
bukti penerimaan asuransi kesehatan
bagi masyarakat miskin; dan/atau
e)
bukti kunjungan penagihan oleh
petugas di lingkungan Pengelola Piutang Daerah dalam bentuk surat kunjungan
atau berita acara atau bukti lain yang menyimpulkan bahwa Penanggung Utang
tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan Utang atau sudah tidak diketemukan.
3. Pertimbangan Penghapusan dari DJKN
Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah mengajukan permintaaan Pertimbangan Penghapusan Bersyarat atau
Penghapusan Mutlak dari Kepala Kantor Wilayah DJKN, dengan ketentuan:
a) apabila permintaan yang diajukan tersebut
memenuhi syarat maka paling lama 14 (empat belas) hari Kepala Kantor Wilayah DJKN
menyampaikan pertimbangan Penghapusan Secara Bersyarat atau Mutlak atas Piutang
Daerah kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang mengajukan permintaan pertimbangan;
atau
b)
apabila permintaan yang diajukan
tersebut tidak memenuhi syarat maka paling lama 14 (empat belas) hari Kepala
Kantor Wilayah DJKN menyampaikan penolakan pemberian pertimbangan Penghapusan
Secara Bersyarat atau Mutlak atas Piutang Daerah kepada Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah yang mengajukan permintaan pertimbangan.
4. Pengajuan Penghapusan Piutang Daerah
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dapat
mengajukan usul Penghapusan Secara Bersyarat atau Secara Mutlak atas Piutang
Daerah dengan memperoleh pertimbangan dari Kepala Kantor Wilayah DJKN untuk
jumlah:
a) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah) kepada Gubernur/Bupati/Walikota; dan
b)
lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima
milyar rupiah) kepada Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah masing-masing.
Usulan Penghapusan Secara Bersyarat atas
Piutang Daerah disampaikan secara tertulis dengan dilampiri dokumen paling
sedikit:
a)
daftar nominatif Penanggung Utang;
b)
surat pertimbangan Penghapusan Secara
Bersyarat atas Piutang Daerah dari Kepala Kantor Wilayah DJKN;
c)
surat PPDTO dari Instansi Pengelola
Piutang Daerah; dan/atau
d) dalam hal Piutang Daerah berupa Tuntutan
Ganti Rugi (TGR) ditambah surat rekomendasi Penghapusan Secara Bersyarat dari
Badan Pemeriksa Keuangan.
Usulan Penghapusan
Secara Mutlak atas Piutang Daerah diajukan setelah lewat waktu 2 (dua) tahun
sejak tanggal penetapan Penghapusan Secara Bersyarat, disampaikan secara
tertulis, dan tembusan ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah DJKN dengan
dilampiri dokumen paling sedikit:
a) daftar nominatif Penanggung Utang;
b) surat penetapan Penghapusan Secara
Bersyarat atas piutang yang diusulkan untuk dihapuskan secara mutlak; dan
c) surat pertimbangan Penghapusan Secara
Mutlak atas Piutang Daerah dari Kepala Kantor Wilayah DJKN.
Referensi:
- Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960
tentang Panitya Urusan Piutang Negara;
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara;
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah;
- Lukman Effendi, Direktur PNKNL, Arah Kebijakan Pengelolaan Piutang Daerah Yang Tidak Dapat Diserahkan Pengurusannya Kepada PUPN.
Penulis : Yockie Veronico Amantha Sinaga