“Investasi hanya untuk
orang yang memiliki banyak uang”
“Selagi saya masih muda,
senang-senang saja dulu. Mengatur uang belum terlalu penting. Nanti kalau sudah
tua baru perlu mengelola keuangan.”
“Untuk apa saya berinvestasi, toh dengan gaji
yang ada saya bisa hidup bahagia”
Pernyataan atau pendapat di atas sering kita dengar dan populer di kalangan masyarakat. Faktanya, pengelolaan keuangan bukan
sesuatu yang hanya bagus dilakukan oleh mereka di usia paruh baya dan lanjut.
Justru, jika sejak dini dilakukan, manfaat dari pengelolaan tersebut semakin
besar dirasakan. Kita juga dapat melihat di media sosial dan lingkungan kita
sehari-hari bagaimana orang yang berpenghasilan di atas rata-rata tetapi
memiliki hutang yang jauh lebih besar dari penghasilannya untuk memenuhi gaya
kehidupannya.
Sebagai ASN, kita bersyukur
memiliki gaji yang rutin diterima setiap bulan. Gaji rutin yang kita terima
tersebut dapat kita manfaatkan. Selain untuk keperluan sehari-hari, kita juga menyisihkan gaji tersebut untuk dikelola dalam mempersiapkan masa pensiun nanti.
Dalam beberapa literasi pengelolaan keuangan, besaran 10% sampai dengan 20 % dari
penghasilan kita, bisa disisihkan untuk mempersiapkan masa pensiun tersebut.
Apabila kita sanggup menyisihkan lebih dari itu, juga tidak masalah, asal tidak
memberatkan kehidupan kita sehari-hari. Tujuan kita mengelola keuangan adalah
mempersiapkan kehidupan yang lebih baik di masa tua, tapi tidak membebani
kehidupan di masa sekarang.
Hal yang paling penting
adalah kita konsisten menyisihkannya
di awal ketika menerima gaji, bukan di akhir bulan. Mengapa harus di awal? Tujuan
kita adalah menyisihkan, kalau baru kita lakukan di akhir bulan berarti kita
menyisakan, dan biasanya besarannya jauh lebih kecil dari yang kita rencanakan.
Langkah selanjutnya yang
harus dilakukan adalah memilih tempat untuk menyimpan uang yang sudah kita sisihkan
tersebut. Sebagai ASN, kita sulit untuk menempatkan uang kita pada bisnis yang
kita kelola sendiri. Hal ini dikarenakan kita harus melakukan tugas dan
tanggung jawab kita dengan baik di kantor. Oleh karena itu, kita harus memilih
menempatkan uang kita pada aset yang dapat berkembang nilainya, dan memberikan
imbal hasil. Di dalam memilih tempat menyimpan uang kita tersebut, tindakan kita sudah
dapat disebut dengan investasi. Ada banyak instrumen investasi yang tersedia di
Indonesia, seperti deposito, obligasi pemerintah, saham, properti dan
lain-lain.
Semua instrumen investasi
tersebut memiliki risiko masing-masing, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Warren Buffet, yang merupakan investor terkenal mengungkapkan 'Risk comes from not knowing what you’re
doing'. Risiko itu ada karena kita tidak mengetahui harus melakukan apa.
Itulah alasannya mengapa sebelum menempatkan uang kita ke instrument-instrumen
tersebut, kita harus berinvestasi terhadap diri sendiri. Investasi terhadap diri sendiri dapat berupa pengetahuan, kemampuan/skill ,dan psikologis. Banyak orang menganggap sepele terhadap investasi untuk diri sendiri,
padahal itulah hal yang tidak mungkin dicuri orang, bahkan kita dapat
membagikan dan mewariskannya kepada orang lain.
Di dalam investasi ada 3
(tiga) komponen penting yang harus kita pahami, yaitu profit (keuntungan), risk
(risiko), time frame (jangka waktu).
Kita hanya bisa memilih dua dari tiga komponen tersebut. Apabila kita ingin
keuntungan tinggi dengan risiko yang rendah, berarti kita harus berinvestasi
dalam jangka waktu yang panjang. Apabila ada yang menawarkan keuntungan tinggi
dalam waktu yang singkat, yang harus kita ingat adalah tawaran tersebut
memiliki risiko yang besar (bisa jadi itu adalah investasi bodong).
Tawaran-tawaran investasi
tersebut, juga banyak kita jumpai pada fintech
yang menawarkan bunga yang sangat tinggi dalam jangka waktu singkat. Memang fintech tersebut diawasi oleh OJK,
tetapi yang diawasi adalah usaha fintech tersebut bukan menjamin keberadan uang
kita (meskipun memang masih banyak fintech
yang menjadi tempat investasi yang baik). Untuk melaporkan penawaran investasi
yang mencurigakan dapat disampaikan melalui konsumen@ojk.go.id
Saham, bagi sebagian orang
merupakan investasi yang sangat berisiko. Padahal dengan memiliki time frame
jangka panjang, risiko penurunan harga saham dapat dihindari. Kita meletakkan
uang kita pada perusahaan berkinerja yang baik (yang tercermin dalam laporan
keuangan perusahaan). Setelah itu kita menentukan valuasi perusahaan tersebut
berdasarkan aset yang dimilikinya, laba yang dihasilkannya, atau hal lain yang
menunjukkan kinerja yang baik dari perusahaan tersebut. Setelah menentukan
valuasi, kita dapat membeli saham tersebut ketika harganya di bawah valuasi (undervalued).
Deposito, bagi sebagian
orang itu investasi yang berisiko rendah. Tergantung dari time frame kita
melihatnya. Kalau kita melihat dalam jangka pendek, deposito memang
menguntungkan. Kita dapat menikmati imbal hasil dari deposito kita, lalu
mengambil kembali uang yang kita depositokan, apabila uang tersebut kita
butuhkan untuk keperluan lain dan jangka waktu depositonya berakhir. Namun
kalau kita melihatnya dalam jangka panjang, deposito sangat berisiko.
Nilai dari uang yang kita depositokan
akan tergerus inflasi.
Properti, bagi sebagian
orang merupakan investasi yang pasti menguntungkan. Lokasi, lokasi, dan lokasi,
mindset yang sudah terbentuk dalam pikiran kita. Padahal legalitas dan faktor
nilai juga tidak kalah penting untuk menghindari dari risiko yang ada. Kita
dapat melakukan survei pembanding sebelum membeli properti. Survei bukan hanya
mengenai harga per meter persegi properti tersebut, tetapi juga imbal hasil
(berupa sewa) yang dapat kita peroleh dari properti tersebut. Dalam time frame
jangka pendek, investasi properti memiliki risiko yang besar. Kita tidak
mungkin bisa menjual sebagian kecil dari rumah kita (bagian dapur saja
misalnya), apabila kita membutuhkan sebagian dari modal kita.
Hal yang paling penting selanjutnya
dalam kegiatan investasi adalah diversifikasi. Diversifikasi dalam investasi
adalah kegiatan meletakkan uang kita di dalam instrumen investasi
yang beragam. Diversifikasi bertujuan untuk memperkecil risiko yang mungkin
muncul dalam pemilihan instrumen investasi. Misalnya, apabila kita meletakkan
uang kita hanya pada properti untuk tujuan disewakan, kita akan kesulitan
ketika properti tersebut tidak memiliki penyewa sama sekali. Atau dalam kondisi
lain, apabila kita membutuhkan uang dalam jangka waktu dekat (dan kita tidak
memiliki aset yang likuid), kita terpaksa menjual properti kita tersebut di
bawah harga wajarnya (yang penting cepat laku). Oleh karena itu, kita harus
melakukan diversifikasi ke berbagai instrumen investasi. Diversifikasi
investasi tersebut pada akhirnya membentuk kumpulan investasi yang disebut
dengan portofolio investasi. Portofolio investasi tersebut dapat kita
manfaatkan sesuai dengan kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang.
Lalu pertanyaan selanjutnya, masih amankah untuk memulai investasi tersebut di kala pandemi seperti ini. Bukannya dalam keadaan krisis nilai saham akan jatuh harganya, nilai properti juga banyak ditawarkan murah. Ada pepatah mengatakan "The pessimist complains about the wind; the optimist expects it to change; but the realist adjusts the sails.” Kita tidak boleh menyalahkan keadaan. Kemarin ada perang dagang, akhir-akhir ini pandemi, besok mungkin ada hal lain yang membuat kita takut. Ingat, hal yang paling utama adalah konsisten. Jadi kapan waktu yang tepat untuk berinvestasi? Sekarang !!
Penulis : Efraim Prananta Tarigan, seksi kepatuhan internal Kanwil DJKN Sumatera Utara