Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Menyulap Hibah BMN Hasil Penindakan Bea Cukai Berupa “Cap Tikus” Menjadi Hand Sanitizer
Bintang Adita Putri
Senin, 01 Juni 2020   |   6794 kali

Brenti jo bagate, sebuah kalimat yang sering di dengar terutama di masyarakat Sulawesi Utara. Kalimat tersebut merupakan sebuah kampanye yang berarti untuk berhenti mabuk-mabukkan karena minum Cap Tikus. Cap Tikus dikenal masyarakat Minahasa sebagai minuman beralkohol dan menjadi favorit karena harganya yang terjangkau dan efeknya yang memabukkan. Menurut beberapa orang, Cap Tikus bisa digunakan sebagai minuman kesehatan, namun banyak juga yang menyalahgunakan minuman ini untuk mabuk-mabukan.


Cap Tikus berasal dari hasil fermentasi dan distilasi air nira dari pohon aren (pinnata) yang telah dilegalkan dan dipasarkan di dalam negeri dan luar negeri. Cap Tikus dikemas secara menarik berupa botol berukuran sedang berwarna kecokelatan dengan kertas bertuliskan Cap Tikus 1978. Kini minuman ini bisa dijadikan buah tangan bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Berkat legalnya Cap Tikus, tingkat perekonomian para petani nira di Minahasa Selatan yang berjumlah lebih dari 200 ribu orang menjadi berkembang. Untuk kadar alkohol Cap Tikus saat penyulingan pertama di atas 45%. Kemudian penyulingan selanjutnya menghasilkan kadar alkohol di bawah 45%, yaitu sebesar 20 sampai 30 persen.


Di saat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) telah menjadi pandemi global termasuk di Indonesia tak terkecuali Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), pemenuhan kebutuhan hand sanitizer menjadi tinggi. Dalam hal mencegah penyebaran Covid-19 di tempat umum, pemerintah telah melakukan berbagai upaya antisipasi melalui protokol kesehatan diantaranya imbauan penggunakan hand sanitizer berbasis alkohol.


Hand sanitizer merupakan produk cairan anti bakteri yang menjadi salah satu barang langka di tengah pandemi Covid-19. Selain digunakan sebagai pembersih tangan, hand sanitizer disebut juga dapat membunuh kuman atau sebagai disinfektan. Krisis kelangkaan hand sanitizer mendorong berbagai pihak untuk melakukan terobosan dengan memanfaatkan kearifan lokal seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulut. Minuman tradisional Minahasa “Cap Tikus” ternyata dapat diolah menjadi bahan baku pembuatan hand sanitizer. Sebagaimana diketahui selama ini, Cap Tikus dengan kadar alkohol tinggi seringkali dijadikan minuman keras.


Dalam memenuhi peningkatan kebutuhan hand sanitizer bagi masyarakat Sulawesi, khususnya Sulawesi Utara, perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Sulawesi Utara juga turut berkontribusi dalam upaya tersebut.


Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Utara (Kanwil DJBC Sulbagtara) mengusulkan hibah barang penindakan berupa Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) jenis Cap Tikus mengandung alkohol ±32,58 % untuk dijadikan bahan baku pembuatan hand sanitizer kepada Pemerintah Provinsi Sulut. Usulan tersebut disampaikan melalui Nota Dinas Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Utara.


Sebagai bentuk percepatan penyelesaian hibah tersebut, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Kanwil DJKN) Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara telah menerbitkan Surat Persetujuan Hibah Barang Milik Negara pada Kanwil DJBC Sulbagtara  yang langsung ditindaklanjuti dengan penyerahan Barang Milik Negara Hasil Penindakan di bidang cukai yang dilaksanakan di Gedung Keuangan Negara Manado dari Kepala Kanwil DJBC Sulbagtara kepada Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Utara melalui Berita Acara Serah Terima Hibah Barang Milik Negara.


Penggunaan Cap Tikus sebagai bahan dasar hand sanitizer bisa dikatakan suatu langkah konkret penanggulangan Covid-19 yang juga dapat mengangkat kearifan lokal Minahasa. Hal ini juga sebagai jawaban atas kelangkaan serta tidak terkontrolnya harga hand sanitizer di pasaran.


Penulis : Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara, Kanwil DJKN Suluttenggomalut


Referensi: https://id.wikipedia.org/wiki/Cap_tikus

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini