Seiring meluasnya bisnis investasi aset tetap, seperti tanah, perumahan, dan apartemen di Indonesia, jumlah agen properti pun semakin banyak. Mereka berlomba-lomba mencari klien untuk menjual aset, sehingga bisa memperoleh komisi. Keberadaan agen properti jelas membantu perusahaan/pemilik aset agar properti yang dibangun bisa cepat terjual atau tersewakan. Lalu, bagaimana dengan Pemerintah dengan barang milik Negara (BMN) yang dimilikinya, apakah dimungkinkan untuk mempekerjakan agen properti?
Saat ini, ketentuan pemindahtanganan BMN termasuk didalamnya penjualan BMN berupa tanah dan/atau bangunan perlu mendapatkan persetujuan DPR, sehingga proses yang dilalui akan sangat panjang. Pemanfaatan BMN masih memungkinkan untuk dilaksanakan karena tidak mengubah status kepemilikan aset sebagai BMN. Oleh karena itu, dalam konteks ini, keberadaan agen properti lebih dikaitkan dengan pemanfaatan BMN, khususnya dalam bentuk sewa.
Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara, objek sewa dapat ditawarkan melalui media pemasaran oleh Pengelola Barang/Pengguna Barang. Pengaturan ini sebenarnya membuka peluang untuk memasarkan objek sewa seluas-seluasnya kepada masyarakat. Hanya saja, sesuai ketentuan, pemrosesan suatu aset menjadi objek sewa dilakukan oleh Pengelola Barang apabila ada usulan dari pemohon sewa. Artinya sudah ada dedicated subjek sewa untuk setiap aset yang disewakan, sehingga konsep pemasaran objek sewa menjadi tidak relevan lagi dalam proses tersebut.
Lain halnya, apabila suatu aset
diproyeksikan untuk disewakan kemudian dipoles sedemikian rupa agar menarik bagi
calon penyewa. Dalam konteks ini, aset bisa ditampilkan melalui media pemasaran
untuk mendapatkan calon penyewa. Untuk memungkinkan hal ini dilakukan, perlu
fleksibilitas beberapa ketentuan dalam pemanfaatan BMN, diantaranya:
1. Pengelola Barang harus mengambil
inisiatif untuk penyewaan aset. Hal ini diperlukan agar semakin banyak aset
yang bisa ditawarkan untuk sewa. Saat ini, masih banyak BMN yang dalam kondisi
tidak digunakan (idle), sehingga perlu terobosan dari Pengelola untuk
mengoptimalkan aset tersebut. Mencontoh perusahaan pengembang, sebagai pemilik perumahan,
mereka tentunya ingin agar rumah yang
dibangun bisa laku terjual cepat dengan harga wajar agar segera memperoleh
keuntungan. BMN idle, jika dibiarkan, hanya akan menambah biaya dan
permasalahan, sehingga perlu segera diutilisasi. Pengelola Barang sebagai
pemilik aset harus turun tangan aktif memberdayakan aset tersebut agar dapat
menyumbang pemasukan.
2. Penilaian objek sewa dilakukan tanpa
menunggu adanya calon penyewa. Agar aset bisa ditawarkan sebagai objek sewa,
perlu ditetapkan tarif sewa sehingga calon penyewa dapat mempertimbangkan untuk
mengambil atau tidak sewa tersebut, sesuai keekonomiannya. Adanya tarif sewa di
awal juga meminimalkan waktu pemrosesan sewa, sehingga tidak menghilangkan
momentum calon penyewa untuk memulai usaha.
3. Penetapan agen properti BMN untuk
menjalankan pemasaran objek sewa. Keberadaan agen properti memang bersifat
opsional karena Pengelola Barang dapat memanfaatkan media online untuk
melakukan pemasaran objek sewa. Contohnya lelang sewa dalam aplikasi
lelang.go.id yang memungkinkan pelelangan hak menikmati barang milik swasta,
perorangan atau badan hukum/badan usaha. Namun demikian, penggunaan aplikasi
tetap memiliki keterbatasan karena diperlukan publikasi yang bisa menjangkau
seluruh lapisan masyarakat. Belum lagi adanya potensi masalah penipuan dengan
penggunaan aplikasi yang mirip dan serupa. Oleh karena itu, agen properti dapat
menjadi alternatif solusi untuk pemasaran objek sewa. Fakta di lapangan
menunjukkan orang lebih menyukai berkunjung langsung ke objek dan berbicang langsung
dengan agen daripada hanya mencari informasi melalui internet. Agen properti dibutuhkan
untuk memaksimalkan potensi tersewanya aset.
Pertanyaan berikutnya, khusus terkait agen properti BMN adalah siapa yang menjadi agen tersebut? Untuk mempekerjakan agen properti swasta, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apabila objek sewa tersebar di seluruh wilayah Indonesia, maka diperlukan agen properti yang cukup banyak. Di samping isu biaya, ada pula risiko apabila BMN tidak kunjung tersewakan, sehingga semakin menambah masalah. Oleh karena itu, ASN Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku Pengelola Barang dapat menjadi alternatif sebagai agen properti BMN. Tidak ada masalah pembiayaan untuk ASN karena sudah memperoleh penghasilan rutin.
Di
samping itu, ASN DJKN sudah dibekali dengan pengetahuan mengenai pengelolaan
BMN, sehingga sudah memiliki hard skill. Yang mungkin perlu dikembangkan
adalah soft skill, dalam hal cara menghadapi klien, public speaking,
kemampuan mendengarkan, dan lain-lain. Kompetensi tersebut pada dasarnya bisa
diperoleh melalui pembelajaran dan pelatihan berkelanjutan, sehingga ASN DJKN siap
menjadi agen properti BMN. Selain itu, sejalan dengan pembentukan jabatan
fungsional di bidang pengelolaan kekayaan Negara, agen properti BMN dapat
menjadi salah satu jabatang fungsional yang bisa dipertimbangkan di masa
mendatang.
Penulis: Charles Jimmy,
Seksi Informasi, Bidang Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi, Kantor
Wilayah DJKN Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat
Referensi:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara
2. Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 5/KN/2018 tentang Tata Cara Permohonan dan Dokumen Persyaratan Lelang dengan Objek Berupa Hak Menikmati Barang