Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Implementasi Pareto Efficiency Dalam Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Hendro Nugroho
Selasa, 05 Oktober 2021   |   19046 kali

Kegiatan perencanaan kebutuhan dan pengadaan merupakan salah satu tahapan terpenting dalam siklus pengelolaan Barang Milik Negara (BMN). Pada tahap perencanaan kebutuhan BMN, Pemerintah melakukan penelitian dan penelaahan mengenai BMN yang dibutuhkan sesuai dengan standar barang dan standar kebutuhan, baik pengadaan baru maupun pemeliharaan. Selanjutnya, eksekusi atas rencana kebutuhan tersebut dilakukan melalui kegiatan pengadaan BMN. Dalam artikel ini, kita akan lebih melihat BMN berupa tanah yang diadakan untuk kepentingan umum dan berkaitan langsung dengan kesejahteraan masyarakat. BMN yang dimaksud antara lain jalan, jembatan dan irigasi, kemudian terminal, pelabuhan dan bandar udara, serta rumah sakit dan sarana olahraga. Untuk perencanaan kebutuhan dan pengadaan tanah tersebut, ada prinsip yang perlu dipertimbangkan, yaitu efisiensi pareto (pareto efficiency).

 

Efisiensi pareto dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai kondisi dimana sudah tidak mungkin lagi mengubah alokasi sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan pelaku ekonomi (better off) tanpa mengorbankan pelaku ekonomi yang lain (worse off) (Stiglitz, 2000). Menilik sejarahnya, pareto merujuk pada nama ekonom yang berasal dari Italia, Vilfredo Pareto pada tahun 1906 yang menggunakan konsep efisiensi ekonomi dan distribusi pendapatan. Prinsip pareto, dalam ekonomi, muncul karena adanya masalah kelangkaan sumber daya.

Kelangkaan (scarcity) terjadi karena sumber daya terbatas sedangkan kebutuhan manusia tidak terbatas. Kelangkaan sumber daya terjadi apabila barang tersebut menjadi berharga pada suatu waktu dan tempat tertentu, terlepas dari jumlahnya banyak atau sedikit. Barang menjadi berharga artinya diperlukan biaya tertentu untuk mendapatkannya Contoh, oksigen yang diperlukan untuk bernapas, pada umumnya tidak termasuk barang langka karena tidak memerlukan biaya untuk memperolehnya. Namun, pada waktu dan tempat tertentu, seperti di India beberapa waktu yang lalu ketika jumlah kasus Covid-19 melonjak, oksigen dalam tabung menjadi barang langka karena memiliki harga tertentu, akibat permintaan yang meningkat tajam. Untuk mengatasi masalah kelangkaan, diperlukan alokasi sumber daya yang terbatas secara efisien, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Untuk mencapai efisiensi ini, muncullah konsep efisiensi pareto atau juga biasa disebut pareto optimal. Pada kondisi pareto, semua pelaku ekonomi sudah mencapai kesejahteraan yang optimum. Sumber daya sudah dialokasikan secara efisien, sehingga apabila dilakukan perubahan alokasi sumber daya akan berdampak pada perubahan kesejahteraan pelaku ekonomi. Dalam kondisi pareto optimal, terjadinya peningkatan kesejahteraan seseorang atau kelompok pasti akan mengurangi kesejahteraan orang lain atau kelompok lain.

Dikaitkan kembali dengan kegiatan perencanaan kebutuhan dan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, secara sederhana efisiensi pareto melibatkan Pemerintah dan masyarakat sebagai dua pelaku ekonomi. Sebagai contoh, ada rencana pembangunan jalan tol di daerah A untuk mengurai masalah kemacetan. Dalam penyediaan tanah dan pembangunan jalan tol tersebut, Pemerintah perlu mengalokasikan sumber daya dengan tepat agar tercapai efisiensi. Selanjutnya dalam penentuan besaran tarif tol, di samping pertimbangan keekonomian proyek, perlu dipertimbangkan pula kepentingan masyarakat yang akan menggunakan jalan tol agar tarif tol yang dibayarkan setara dengan manfaat yang diperoleh. Alokasi tarif tol harus efisien agar kepentingan Pemerintah dan kepentingan masyarakat bisa terpenuhi.

Sebagai penutup, dalam setiap kebijakan perencanaan kebutuhan dan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, perlu alokasi sumber daya secara efisien, agar kesejahteraan Pemerintah dan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai. Tujuan akhir dari kebijakan perencanaan kebutuhan dan pengadaan yang dilakukan adalah meningkatkan kondisi pareto yang belum efisien, sampai ke titik pareto optimum, baik dari sisi Pemerintah maupun dari sisi masyakarat. Dalam tahapan tersebut, perlu dipertimbangkan bukan hanya kepentingan Pemerintah sebagai penyedia tanah, tetapi juga kepentingan masyarakat terdampak, sehingga tambahan kesejahteraan bagi Pemerintah tidak mengakibatkan penurunan kesejahteraan bagi masyarakat.

Penulis: Charles Jimmy, Seksi Informasi, Bidang Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi, Kantor Wilayah DJKN Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat

 

Referensi:

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2014 tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara.

 Stiglitz, J.E. (2000). Economics of the public sector (3rd ed.) New York: W.W. Norton & Company.Inc.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini