Kegiatan perencanaan kebutuhan dan pengadaan
merupakan salah satu tahapan terpenting dalam siklus pengelolaan Barang Milik
Negara (BMN). Pada tahap perencanaan kebutuhan BMN, Pemerintah melakukan
penelitian dan penelaahan mengenai BMN yang dibutuhkan sesuai dengan standar
barang dan standar kebutuhan, baik pengadaan baru maupun pemeliharaan.
Selanjutnya, eksekusi atas rencana kebutuhan tersebut dilakukan melalui
kegiatan pengadaan BMN. Dalam artikel ini, kita akan lebih melihat BMN berupa
tanah yang diadakan untuk kepentingan umum dan berkaitan langsung dengan
kesejahteraan masyarakat. BMN yang dimaksud antara lain jalan, jembatan dan
irigasi, kemudian terminal, pelabuhan dan bandar udara, serta rumah sakit dan
sarana olahraga. Untuk perencanaan kebutuhan dan pengadaan tanah tersebut, ada
prinsip yang perlu dipertimbangkan, yaitu efisiensi pareto (pareto efficiency).
Efisiensi
pareto dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai kondisi dimana sudah tidak
mungkin lagi mengubah alokasi sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan
pelaku ekonomi (better off) tanpa
mengorbankan pelaku ekonomi yang lain (worse
off) (Stiglitz, 2000). Menilik sejarahnya, pareto merujuk pada nama ekonom yang
berasal dari Italia, Vilfredo Pareto pada tahun 1906 yang menggunakan konsep
efisiensi ekonomi dan distribusi pendapatan. Prinsip pareto, dalam ekonomi,
muncul karena adanya masalah kelangkaan sumber daya.
Kelangkaan (scarcity)
terjadi karena sumber daya terbatas sedangkan kebutuhan manusia tidak terbatas.
Kelangkaan sumber daya terjadi apabila barang tersebut menjadi berharga pada
suatu waktu dan tempat tertentu, terlepas dari jumlahnya banyak atau sedikit.
Barang menjadi berharga artinya diperlukan biaya tertentu untuk mendapatkannya Contoh,
oksigen yang diperlukan untuk bernapas, pada umumnya tidak termasuk barang
langka karena tidak memerlukan biaya untuk memperolehnya. Namun, pada waktu dan
tempat tertentu, seperti di India beberapa waktu yang lalu ketika jumlah kasus
Covid-19 melonjak, oksigen dalam tabung menjadi barang langka karena memiliki
harga tertentu, akibat permintaan yang meningkat tajam. Untuk mengatasi masalah
kelangkaan, diperlukan alokasi sumber daya yang terbatas secara efisien,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Untuk mencapai efisiensi ini, muncullah konsep
efisiensi pareto atau juga biasa disebut pareto optimal. Pada kondisi pareto,
semua pelaku ekonomi sudah mencapai kesejahteraan yang optimum. Sumber daya
sudah dialokasikan secara efisien, sehingga apabila dilakukan perubahan alokasi
sumber daya akan berdampak pada perubahan kesejahteraan pelaku ekonomi. Dalam kondisi
pareto optimal, terjadinya peningkatan kesejahteraan seseorang atau kelompok
pasti akan mengurangi kesejahteraan orang lain atau kelompok lain.
Dikaitkan
kembali dengan kegiatan perencanaan kebutuhan dan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum, secara sederhana efisiensi pareto melibatkan Pemerintah dan
masyarakat sebagai dua pelaku ekonomi. Sebagai contoh, ada rencana pembangunan
jalan tol di daerah A untuk mengurai masalah kemacetan. Dalam penyediaan tanah
dan pembangunan jalan tol tersebut, Pemerintah perlu mengalokasikan sumber daya
dengan tepat agar tercapai efisiensi. Selanjutnya dalam penentuan besaran tarif
tol, di samping pertimbangan keekonomian proyek, perlu dipertimbangkan pula kepentingan
masyarakat yang akan menggunakan jalan tol agar tarif tol yang dibayarkan
setara dengan manfaat yang diperoleh. Alokasi tarif tol harus efisien agar
kepentingan Pemerintah dan kepentingan masyarakat bisa terpenuhi.
Sebagai
penutup, dalam setiap kebijakan perencanaan kebutuhan dan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum, perlu alokasi sumber daya secara efisien, agar kesejahteraan
Pemerintah dan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai. Tujuan akhir dari
kebijakan perencanaan kebutuhan dan pengadaan yang dilakukan adalah
meningkatkan kondisi pareto yang belum efisien, sampai ke titik pareto optimum,
baik dari sisi Pemerintah maupun dari sisi masyakarat. Dalam tahapan tersebut,
perlu dipertimbangkan bukan hanya kepentingan Pemerintah sebagai penyedia tanah,
tetapi juga kepentingan masyarakat terdampak, sehingga tambahan kesejahteraan
bagi Pemerintah tidak mengakibatkan penurunan kesejahteraan bagi masyarakat.
Penulis: Charles Jimmy, Seksi Informasi, Bidang
Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi, Kantor Wilayah DJKN Sulawesi Selatan,
Tenggara, dan Barat
Referensi:
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2014 tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara.
Stiglitz, J.E. (2000). Economics of the public sector (3rd ed.) New York: W.W. Norton & Company.Inc.