Sovereign Wealth Funds (SWF) adalah kendaraan finansial yang dimiliki oleh Negara yang memiliki atau mengatur dana publik dan menginvestasikannya ke aset–aset yang luas dan beragam. Secara sederhana, SWF adalah tabungan negara, kelebihan dana yang dimiliki oleh negara yang diinvestasikan dengan tujuan untuk return yang lebih besar lagi. Dengan adanya SWF diharapkan tidak ada ada penerimaan negara yang idle dan tidak dimanfaatkan. Penerimaan tersebut dapat diinvestasikan secara tepat dan bermutu sehingga dapat diperoleh return yang besar.
Sumber dana SWF terdiri dari 2 macam yaitu berasal dari hasil sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (minyak dan gas) dan yang kedua berasal dari dana berupa aset keuangan seperti: saham, obligasi, properti, logam mulia, dan instrumen keuangan. Sebagai contoh Qatar Investment Authority (Qatar) dan Abu Dhabi Investment Authority (UEA) sebagai SWF yang sumber dananya dari hasil sumber daya yang tidak dapat diperbaharui yaitu minyak, dan Temasek (Singapura) dan Khazanah (Malaysia) sebagai SWF yang sumber dananya berasal dari aset keuangan.
Beberapa negara membentuk Lembaga SWF untuk melakukan diversifikasi pendapatan negaranya. Sebagai contoh, Uni Emirate Arab yang sangat bergantung pada ekspor minyak sebagai lumbung pundi-pundi pendapatan negara kini mencurahkan sebagian pendapatan negara hasil ekspor minyak kepada lembaga SWFnya. Lembaga SWF tersebut kemudian menginvestasikan dananya dalam berbagai instrumen investasi. Hal ini selain menambah nilai dari dana yang diinvestasikan juga menjadi mitigasi risiko menurunnya penerimaan negara akibat gejolak fluktuasi harga minyak dunia. Berdasarkan laman situs World Economic Forum, di tahun 2018, UEA mengelola dana SWF sebesar $ 828 Miliar. Posisi pertama ditempati oleh Norwegia dengan dana SWF mencapai $ 1 Triliun pada tahun 2017.
Surplus pendapatan dari perdagangan minyak menjadi penyumbang dana SWF terbesar Norwegia. Dana SWF tersebut diinvestasikan ke lebih dari 9.000 perusahaan di dunia termasuk diantaranya Apple, Tencent, Microsoft dan lainnya. Selain itu Dana SWF Norwegia juga diinvestasikan dalam berbagai asset keuangan seperti ekuitas saham, real estate dan obligasi. Adapun besaran alokasi investasi sebagaimana pada table disamping.
Tahun 2017, return dari investasi
SWF Norwegia mencapai $ 110 Miliar atau 13,7%, dimana profit investasi terbesar disumbang oleh Equity Investments (19.4%), Unlisted real
estate investments (7.5%) dan Fixed-income
investments (3,3%).
Saat ini 6 negara raksasa SWF dunia yakni Abu Dhabi Investment Authority, Kuwait Investment Authority, the New Zealand Superannuation Fund, Norges Bank Investment Management of Norway, the Public Investment Fund of the Kingdom of Saudi Arabia, and the Qatar Investment Authority, yang secara total mengelola lebih dari $3 triliun dana SWF telah bersepakat untuk membantu mengurangi dampak climate change melalui investasi kepada perusahaan yang lebih ramah lingkungan dan membatasi investasi pada perusahaan yang dapat merusak lingkungan.
Norwegia telah mengimplementasikan kesepakatan tersebut dengan menarik dana investasinya dari perusahaan-perusahaan yang kegiatan bisnisnya bertolakbelakang dengan kampanye anti perubahan iklim, diantaranya :
Di Indonesia sendiri belum ada lembaga yang mengelola dana SWF. Jangankan membentuk lembaga SWF, Indonesia saat ini masih kesulitan dalam mengumpulkan dana SWF karena hampir setiap tahun terjebak dalam deficit anggaran APBN. Namun Indonesia dapat menjadi tujuan investasi negara-negara raksasa SWF. Hal ini akan sangat menguntungkan kedua belah pihak. Untuk Indonesia, dengan masuknya investasi dari negara SWF akan menjadi trigger pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Capital inflow ke Indonesia akan membuat nilai tukar rupiah menguat dan menstimulus aktivitas ekonomi menjadi lebih aktif. Banyak lapangan kerja baru yang tercipta sehingga ratusan ribu tenaga kerja Indonesia dapat diserap. Angka pengangguran menurun, angka kemiskinan akan menurun dan tingkat kesejahteraan rakyat akan meningkat. Dari sisi fiscal, APBN tidak terlalu terbebani dalam penyediaan dana pembangunan infrastruktur. Dana SWF yang diinvestasikan dapat didorong ke sector infrastruktur, tentunya dengan tingkat IRR yang menarik. Dari sisi Investor, negara SWF akan mendapat tingkat pengembalian investasi yang menguntungkan dengan tingkat risiko yang rendah.
Salah satu Skema investasi yang dapat diterapkan adalah Public Private Partnership (PPP) atau
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Mengingat APBN tidak dapat
membiayai semua proyek infrastruktur
maka skema ini merupakan alternative pembiayaan.
Namun sebelum mengundang investor, Indonesia terlebih dahulu harus memperbaiki
iklim investasi dalam negeri. Menurut Bank Dunia, investasi di Indonesia
dinilai sangat berisiko, rumit dan tidak kompetitif. Presiden Jokowi
berkomitmen untuk terus memperbaiki iklim investasi dalam negeri, salah satunya dengan wacana pembentukan omnibus
law yang digadang- gadang dapat menyelesaikan berbagai masalah yang dijumpai di
bidang investasi.
Catatan: Artikel
ditulis pada tanggal 16 Desember 2019
Penulis: Abryan
Aria Kusuma, Seksi Hukum, Bidang Kepatuhan Internal,
Hukum, dan Informasi, Kantor Wilayah DJKN Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat.