Dalam rangka menyediakan pelayanan publik yang berkualitas kepada
masyarakat, pegawai negeri sipil sebagai penyelenggara pelayanan publik setidaknya perlu
memegang prinsip antara lain bertindak secara profesional, tidak diskriminasi,
berintegritas, dan menerapkan praktik bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).
Korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri
orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian
negara. Salah satu faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi adalah adanya
benturan kepentingan (Conflict of Interest) yang merupakan suatu kondisi dimana
pertimbangan pribadi mempengaruhi dan/atau dapat menyingkirkan profesionalitas
seorang pejabat dalam mengemban tugas. Hal ini dapat meyebabkan pelayanan publik
yang memburuk, kebijakan yang tidak efisien dan tidak efektif, keputusan dan
tindakan yang berpotensi menguntungkan pribadi atau orang lain, serta kerugian yang ditimbukan bagi orang lain atau negara, yang tentunya tindakan ini mempertanyakan integritas dari
seorang pelayan publik.
Untuk itu, pemerintah
perlu mereformasi diri dalam menata birokrasi
menuju ke arah pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan menciptakan lingkungan positif yang bebas dari adanya
benturan kepentingan (Conflict of Interest).
Benturan kepentingan adalah situasi dimana terdapat konflik kepentingan seseorang yang memanfaatkan kedudukan dan wewenang yang dimilikinya (baik dengan sengaja maupun tidak sengaja) untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau golongannya sehingga tugas yang diamanatkan tidak dapat dilaksanakan dengan obyektif dan berpotensi menimbulkan kerugian kepada pihak tertentu.
Benturan kepentingan dapat dilatarbelakangi
oleh hubungan dengan kerabat dan keluarga, kepentingan
pribadi dan/atau bisnis, hubungan dengan wakil pihak yang terlibat, hubungan dengan pihak-pihak lain yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, hubungan dengan pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari pihak yang
terlibat, hubungan dengan
pihak yang memberikan rekomendasi terhadap pihak yang terlibat.
Jenis
benturan kepentingan yang sering terjadi adalah:
Sumber penyebab terjadinya benturan kepentingan:
1.
Penyalahgunaan
wewenang, yaitu dengan membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan
tujuan atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan;
2.
Perangkapan
jabatan, yaitu pegawai menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak
bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel selain
yang telah diatur dalam Peraturan Perundang undangan;
3.
Hubungan
afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh pegawai dengan pihak tertentu baik
karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang
dapat mempengaruhi keputusannya;
4.
Gratifikasi,
yaitu pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya;
5.
Kelemahan
sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan
pelaksanaan kewenangan pegawai yang disebabkan karena struktur dan budaya
organisasi yang ada;
6.
Kepentingan
pribadi, yaitu keinginan/kebutuhan pegawai mengenai suatu hal yang bersifat
pribadi.
Penanganan benturan
kepentingan
Dalam hal terdapat konflik kepentingan,
maka pejabat
pemerintahan yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada atasannya dan dalam hal pejabat pemerintahan memiliki konflik kepentingan,
maka keputusan dan/atau tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan oleh atasan pejabat atau pejabat
lain. Jika terdapat laporan dari masyarakat, maka atasan pejabat wajib memeriksa, meneliti, dan menetapkan keputusan terhadap laporan atau keterangan warga masyarakat
paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya
laporan sesuai dengan UU no. 30 tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan.
Penanganan benturan
kepentingan pada dasarnya dilakukan melalui
perbaikan nilai, sistem, pribadi, dan budaya, diantaranya:
1. Mengutamakan kepentingan publik
2. Menciptakan keterbukaan penanganan dan pengawasan benturan kepentingan
3. Mendorong tanggung jawab pribadi dan sikap keteladanan
4. Menciptakan dan membina budaya organisasi yang tidak toleran terhadap
benturan kepentingan.