Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Blokir Akses Sistem untuk Pengurusan Piutang Negara
Andi Ahmad Rivai
Rabu, 16 Februari 2022   |   940 kali

Berdasarkan Undang - Undang Nomor 49 Prp tahun 1960 BAB II Pasal 8 Yang dimaksud dengan Piutang Negara atau hutang kepada Negara ialah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu Peraturan, perjanjian atau sebab apapun. Sedangkan menurut Undang – Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. (Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara).

Berdasarkan undang-undang tersebut, PUPN/DJKN memiliki tugas mengurusi Piutang Negara yang pengurusannya telah diserahkan oleh instansi pemerintah atau badan-badan yang secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara dan menghasilkan produk-produk hukum sebagai sarana untuk melakukan penagihan piutang Negara.

Penagihan Piutang Negara adalah serangkaian tindakan agar penanggung Hutang dapat melunasi kewajibannya dengan memperingatkan, melaksanakan Penagihan dan sekaligus memberitahukan dengan Surat Paksa, melaksanakan Penyitaan,, Pemeriksaan, mengusulkan Pencegahan, Paksa Badan, termasuk menjual barang yang telah disita. Salah satu tindakan penagihan Piutang Negara yang dilaksanakan oleh DJKN adalah pemblokiran. Pemblokiran yang dimaksud adalah pemblokiran barang jaminan dan./atau harta kekayaan lain termasuk pemblokiran harta kekayaan lain yang tersimpan pada Bank maupun surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek.

Saat ini DJKN melakukan selain dari pemblokiran tersebut di atas, juga melakukan pemblokiran akses lembaga Keuangan dengan melakukan Perjanjian Kerja Sama antara Otoritas Jasa Keuangan dan Direkrorat Jenderal Kekayaan Negara Nomor PRJ-1/PB.1/2021 – Nomor PRJ-2/KN/2021 tanggal 22 April 2021 tentang Penyediaan Data Piutang Negara kepada Pelapor Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Adanya SLIK yang menggantikan SID atau BI Checking bertujuan untuk memperluas akses terhadap Informasi Debitur Individual (IDI) Historis. Semula akses terhadap IDI Historis atau BI Checking terbatas pada lembaga keuangan bank dan lembaga pembiayaan (finance). Dengan adanya SLIK, tidak hanya bank dan lembaga pembiayaan yang punya akses, kini lembaga keuangan keuangan nonbank punya akses ke IDI Historis dan kewajiban melaporkan data debitur ke Sistem Informasi Debitur (SID). Angka kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) diharapkan bisa diminimalkan dengan diterapkannya SLIK. Sehingga prakteknya apabila Penanggung Hutang Piutang Negara akan melakukan permohonan pembiayaan kepada lembaga keuangan bank atau pembiayaan maka aplikasi tersebut akan menginformasikan status Piutang Negara tersebut.

Pemblokiran AHU oleh DJKN

Namun DJKN juga dapat melakukan pemblokiran dalam rangka penagihan Piutang Negara dengan melakukan pemblokiran Akses system. Sistem yang dimaksud adalah Sistem Administrasi Badan Hukum, yang biasa disingkat SABH. SABH merupakan sistem pelayanan administrasi perseroan secara elektronik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. SABH diperlukan pada saat proses pengesahan akta pendirian atau persetujuan perubahan anggaran dasar perseroan terbatas. Jadi Penanggung Hutang yang dilakukan pemblokiran atas SABH Perseroan Terbatasnya tidak dapat mengakses SABH PT untuk memperoleh pengesahan akta pendirian atau melakukan perubahan anggaran dasarnya.

Pemblokiran akses SABH Perseroan Terbatas ini diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemblokiran dan Pembukaan Pemblokiran Akses Sistem Administrasi Badan Hukum Perseroan Terbatas.

Semula permohonan pemblokiran ini hanya dapat diajukan oleh pemegang saham. Pertama, pemegang saham atau gabungan pemegang saham selaku pemilik saham paling rendah 51% (lima puluh satu per seratus). Kedua, pemegang saham atau gabungan pemegang saham selaku pemilik saham paling rendah 1/10 (satu per sepuluh) saham dalam perseroan. Hal ini diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2012. Namun dengan terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2012, pemohon blokir ditambahi satu lagi yaitu instansi pemerintah terkait dan/atau lembaga penegak hukum yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sehingga Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku instansi pemerintah berhak untuk mengajukan permohonan pemblokiran. Permohonan pemblokiran akses perseroan terbatas diajukan secara tertulis kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum. Dengan harapan bahwa dengan pemblokiran SABH maka Penanggung Hutang segera menyelesaikan kewajibannya agar dapat mengakses SABH PT untuk memperoleh pengesahan akta pendirian atau melakukan perubahan anggaran dasarnya

Pengurusan piutang negara merupakan upaya-upaya yang dilakukan baik itu secara administratif, tindakan hukum, maupun upaya persuasif, sehingga diharapkan mencapai hasil atau penyelesaian. Strategi optimalisasi pengurusan piutang negara meliputi seluruh proses dan tahapan dalam melakukan penagihan piutang Negara yang dilakukan secara optimal, mulai dari tahap awal sampai tahap akhir. Sehingga setiap tahapan dapat dilakukan secara maksimal untuk ketertagihan piutang Negara, serta dalam rangka pengembalian keuangan negara.

(Penulis : Andi Ahmad Rivai, Kepala Bidang PN Kanwil DJKN Kaltimtara)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini