Berdasarkan Undang - Undang Nomor 49 Prp tahun 1960 BAB II Pasal 8 Yang
dimaksud dengan Piutang Negara atau hutang kepada Negara ialah jumlah uang yang
wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau
tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu Peraturan, perjanjian
atau sebab apapun. Sedangkan menurut Undang – Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar
kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan
uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. (Pasal 1 Angka 6
UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara).
Berdasarkan undang-undang tersebut, PUPN/DJKN memiliki
tugas mengurusi Piutang Negara yang pengurusannya telah diserahkan oleh
instansi pemerintah atau badan-badan yang secara langsung maupun tidak langsung
dikuasai oleh Negara dan menghasilkan produk-produk hukum sebagai sarana untuk
melakukan penagihan piutang Negara.
Penagihan Piutang Negara adalah serangkaian tindakan agar penanggung
Hutang dapat melunasi kewajibannya dengan memperingatkan, melaksanakan
Penagihan dan sekaligus memberitahukan dengan Surat Paksa, melaksanakan
Penyitaan,, Pemeriksaan, mengusulkan Pencegahan, Paksa Badan, termasuk menjual
barang yang telah disita. Salah satu tindakan penagihan Piutang Negara yang
dilaksanakan oleh DJKN adalah pemblokiran. Pemblokiran yang dimaksud adalah
pemblokiran barang jaminan dan./atau harta kekayaan lain termasuk pemblokiran
harta kekayaan lain yang tersimpan pada Bank maupun surat berharga yang
diperdagangkan di bursa efek.
Saat ini DJKN melakukan selain dari pemblokiran tersebut di atas, juga melakukan pemblokiran akses lembaga Keuangan dengan melakukan Perjanjian Kerja Sama antara Otoritas Jasa Keuangan dan Direkrorat Jenderal Kekayaan Negara Nomor PRJ-1/PB.1/2021 – Nomor PRJ-2/KN/2021 tanggal 22 April 2021 tentang Penyediaan Data Piutang Negara kepada Pelapor Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Adanya SLIK yang menggantikan SID atau BI Checking bertujuan untuk memperluas akses terhadap Informasi Debitur Individual (IDI) Historis. Semula akses terhadap IDI Historis atau BI Checking terbatas pada lembaga keuangan bank dan lembaga pembiayaan (finance). Dengan adanya SLIK, tidak hanya bank dan lembaga pembiayaan yang punya akses, kini lembaga keuangan keuangan nonbank punya akses ke IDI Historis dan kewajiban melaporkan data debitur ke Sistem Informasi Debitur (SID). Angka kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) diharapkan bisa diminimalkan dengan diterapkannya SLIK. Sehingga prakteknya apabila Penanggung Hutang Piutang Negara akan melakukan permohonan pembiayaan kepada lembaga keuangan bank atau pembiayaan maka aplikasi tersebut akan menginformasikan status Piutang Negara tersebut.
Pemblokiran AHU oleh DJKN
Namun DJKN juga dapat melakukan pemblokiran dalam rangka penagihan
Piutang Negara dengan melakukan pemblokiran Akses system. Sistem yang dimaksud
adalah Sistem Administrasi Badan Hukum, yang biasa disingkat SABH. SABH
merupakan sistem pelayanan administrasi perseroan secara elektronik yang
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, di bawah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. SABH diperlukan pada saat proses
pengesahan akta pendirian atau persetujuan perubahan anggaran dasar perseroan
terbatas. Jadi Penanggung Hutang yang dilakukan pemblokiran atas SABH Perseroan
Terbatasnya tidak dapat mengakses SABH PT untuk memperoleh pengesahan akta
pendirian atau melakukan perubahan anggaran dasarnya.
Pemblokiran akses SABH Perseroan
Terbatas ini diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemblokiran dan Pembukaan
Pemblokiran Akses Sistem Administrasi Badan Hukum Perseroan Terbatas.
Semula permohonan pemblokiran ini
hanya dapat diajukan oleh pemegang saham. Pertama, pemegang saham atau gabungan
pemegang saham selaku pemilik saham paling rendah 51% (lima puluh satu per
seratus). Kedua, pemegang saham atau gabungan pemegang saham selaku pemilik
saham paling rendah 1/10 (satu per sepuluh) saham dalam perseroan. Hal ini
diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24
Tahun 2012. Namun dengan terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2012, pemohon blokir ditambahi satu lagi yaitu
instansi pemerintah terkait dan/atau lembaga penegak hukum yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sehingga Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) selaku instansi pemerintah berhak untuk mengajukan permohonan
pemblokiran. Permohonan pemblokiran akses perseroan terbatas diajukan secara
tertulis kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktur Jenderal
Administrasi Hukum Umum. Dengan harapan bahwa dengan pemblokiran SABH maka
Penanggung Hutang segera menyelesaikan kewajibannya agar dapat mengakses SABH PT untuk memperoleh pengesahan
akta pendirian atau melakukan perubahan anggaran dasarnya
Pengurusan piutang negara merupakan
upaya-upaya yang dilakukan baik itu secara administratif, tindakan hukum,
maupun upaya persuasif, sehingga diharapkan mencapai hasil atau penyelesaian.
Strategi optimalisasi pengurusan piutang negara meliputi seluruh proses dan
tahapan dalam melakukan penagihan piutang Negara yang dilakukan secara optimal,
mulai dari tahap awal sampai tahap akhir. Sehingga setiap tahapan dapat
dilakukan secara maksimal untuk ketertagihan piutang Negara, serta dalam rangka
pengembalian keuangan negara.
(Penulis : Andi Ahmad Rivai, Kepala Bidang PN Kanwil DJKN
Kaltimtara)