Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Nilai Wajar Objek KSP sebagai Initial Outley Pemerintah Berpengaruh Besar Terhadap Bagi Hasil Kontribusi Tetap dan Bagi Hasil lainnya
Tonny Ardhianto
Senin, 28 Agustus 2017   |   8310 kali

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 78/PMK.06/2014 diatur tentang Tata Cara Pemanfaatan BMN untuk tujuan Kerjasama Pemanfaatan (KSP) BMN. Yang dimaksud KSP adalah pendayagunaan BMN oleh Pihak Lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.

Penulis mencoba membahas Kolaborasi Tim Penilai Direktorat Jenderal dan Tim Pemanfaatan K/L dan Peran Tim Penilai Direktorat Jenderal dalam menentukan Nilai Wajar Objek KSP sebagai Initial Outley Pemerintah yang berpengaruh besar terhadap Kontribusi Tetap dan Bagi Hasil Keuntungan sebagai PNBP.  Sesuai arahan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (SMI) agar DJKN kedepannya menjadi Revenue Center dan membuat aset negara bekerja dan berkeringat untuk membantu membiayai APBN. Untuk itulah penulis tergerak untuk mengeksplorasi memajukan KSP sebagai solusi pembiayaan APBN.

Latar belakang karena selama ini belum banyak di daerah yang melakukan penilaian KSP dan lemahnya pemahaman teknis penilaian KSP di lapangan. Adapun  latar belakang dilakukannya KSP adalah tidak tersedianya Biaya APBN untuk perawatan dan pemeliharaan aset BMN. Tujuan utama KSP ada 2, yaitu :

1.   Mengoptimalkan daya guna dan daya hasil BMN. Ada 2 strategi inovasi yaitu Exploratory innovation asset dan exploitative innovation asset.Asset yang dimaksud adalah BMN yang diperoleh dari APBN atau perolehan lain yang sah. Exploratory innovation asset artinya mencari aset BMN yang belum pernah sama sekali disentuh KSP, sedangkan exploitative innovation asset artinya  aset yang sudah disentuh Pemanfaatan tapi belum optimal baik dari sistem dan prosedur KSP sehingga aset tidak dapat bekerja secara optimal untuk PNBP. Kedua strategi ini berguna ketika mengidentifikasi aset objek KSP.

2.   Meningkatkan penerimaan negara artinya dengan KSP aset memberikan Cash Inflow untuk membiayai APBN. Seiring untuk mendukung tujuan DJKN sebagai Revenue Center.

Pihak yang menjadi mitra KSP terdapat pembatasan tidak boleh perorangan, sedangkanBUMN/D, Swasta boleh menjadi mitra. Sedangkan objek KSP tidak ada pembatasan baik tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah bangunan.

Formula sederhana Penerimaan/Pendapatan Negara (Y) dalam Kerjasama KSP yaitu:

Rounded Rectangle: Y = KT + BHK

1.    KT: Kontribusi Tetap

2.    BHK: Bagi Hasil Keuntungan

Peran pertama dari Penilai Direktorat Jenderal adalah melakukan survey/mengidentifikasi exploratoryasset maupun exploitative asset yaitu apa saja aset BMN yang belum pernah sama sekali menjadi objek KSP ataupun yang sudah namun belum ada kontrak KSP menyangkut seluruh BMN diwilayah kerja Direktorat Jenderal baik tangible asset (aset tetap, aset bergerak, aset lainnya) maupun intangible asset (royalti, dsb).

Selanjutnya Tim Penilai Direktorat Jenderal di daerah dapat memberikan usulan/daftar hasil survey kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara cq. Direktorat Penilaian secara berjenjang. Penulis merekomendasikan agar Direktur Jenderal Kekayaan Negara dapat membentuk Tim Pemanfaatan K/L dilevel Kementerian Lembaga lintas instansi untuk menindaklanjuti penegakkan hukum dalam pemanfaatan BMN.

Adapun rekomendasi Tim Pemanfaatan BMN  K/L yang akan dibentuk dapat melibatkan lintas instansi yaitu beranggotakan Sekretariat Jenderal K/L, Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga, Badan Pemeriksan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejaksaan (pengacara negara) dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara sebagai Koordinator Tim Pemanfaatan. Jadi di setiap K/L, TNI, dan Polri akan dibentuk Tim Pemanfaatan Aset BMN. Tim Pemanfaatan di masing-masing K/L beranggotakan lintas instansi yaitu Sekjen K/L, Itjen K/L, BPKP, dan Kejaksaan serta DJKN sebagai koordinator akan berkolaborasi dan bersinergi untuk mengoptimalkan pemanfaatan di lingkungan K/L masing-masing.

Tim Pemanfaatan K/L yang beranggotakan auditor (BPKP), pengawas fungsional (Itjen K/L) dan pengacara negara (kejaksaan) akan turun ke lapangan untuk pemberesan aset BMN sehingga lebih memahami kondisi apabila ada masalah terkait penyalahgunaan pemanfaatan aset BMN dan segera dapat dilakukan audit oleh Itjen K/L dan BPKP serta apabila ada pidana dapat ditindaklanjuti oleh Kejaksaan. Tim Pemanfaatan akan bekerja secara sinergi walaupun dari berbagai instansi, sedangkan Penilai Direktorat Jenderal akan melakukan penilaian secara profesional dan independen dan sebatas melakukan penilaian. Setelah dilakukan penilaian, selanjutnya diserahkan kepada Tim Pemanfaatan di masing-masing K/L agar mengelolanya dengan baik sehingga menghasilkan PNBP yang besar.

Menurut penulis agar DJKN sukses sebagai Revenue Center sejalan dengan visi DJKN maka Tim Penilai Direktorat Jenderal di daerah berkolaborasi dengan Tim Pemanfaatan K/L dimana DJKN sebagai Koordinator Tim Pemanfaatan.

Peran kedua dari Penilai Direktorat Jenderal dalam KSP yang tidak kalah penting yaitu berperan memberikan usulan nilai besaran KT dan Bagi Hasil Keuntungan (BHK). Yang kemudian selanjutnya ditetapkan oleh Pengelola Barang berdasarkan LHP dimaksud. Besaran Kontribusi Tetap (KT) Pemerintah dihitung berdasarkan bobot persentase tertentu (perhitungan professional adjustment dan asumsi berdasarkan analisis kelayakan bisnis) dikalikan dengan Nilai Wajar Objek KSP. Kontribusi Tetap akan diterima setiap tahun dan mengalami peningkatan sesuai nilai inflasi selama jangka waktu KSP yaitu maksimal 30 tahun. Semakin tinggi nilai wajar objek KSP maka semakin tinggi pula nilai Kontribusi Tetap Pemerintah.

Sedangkan Persentase Bagi Hasil Keuntungan Pemerintah dihitung berdasarkan akumulasi proyeksi arus kas bersih yang terdiskontokan(net accumulated discounted cash flow project 100%) dikurangi persentase premium risk untuk mitra (asumsi 35%), kemudian dikalikan dengan komposisi/bobot % nilai inital outley Pemerintah (nilai wajar aset). Komposisi inital outley antara investasi mitra dan Pemerintah tergantung nilai investasi masing-masing. Semakin tinggi persentase inital outley atau nilai wajar BMN Pemerintah maka semakin tinggi bagi hasil bagi pemerintah. Sedangkan % bagi hasil keuntungan mitra KSP adalah 100% dikurangi % bagi hasil keuntungan untuk pemerintah. Persentase bagi keuntungan ini harus fair antara pengelola dan pemilik barang oleh sebab itu wajar kalau bagi keuntungan lebih besar untuk pengelola (mitra KSP) dan diberikan premium risk.

Premium risk yang digunakan sebagai pengurang adalah premi resiko yang diperkirakan oleh Penilai berdasarkan professional judgement untuk memberikan insentif agar analisis kelayakan proyek layak bagi kedua pihak. Layak apabila dalam analisis kelayakan proyek NPV>0 dan IRR>asumsi Discount rate dan Payback Period tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Jangka waktu Payback Period harus fair bagi kedua belah pihak.

Dapat disimpulkan bahwa peran penilai Direktorat Jenderal untuk menentukan nilai wajar objek KSP menjadi sangat penting karena menjadi dasar untuk menghitung Kontribusi Tetap dan komposisi % Untuk Bagi Hasil Keuntungan yang optimal dan layak bagi Pemerintah. Oleh sebab itu Tim Penilai Direktorat Jenderal harus profesional dan independen dan tidak terlibat dalam manajemen KSP. Untuk optimalisasi tersebut direkomendasikan Tim Penilai Direktorat Jenderal untuk penugasan KSP dibagi 2 Tim yaitu Tim pertama untuk identifikasi dan menentukan nilai wajar objek KSP dan Tim kedua yang menilai KT dan Bagi Hasil Keuntungan. Kedua Tim Penilai Direktorat Jenderal akan saling crosscheck sebagai kontrol fungsi.

Selain itu banyaknya permasalahan di lapangan terhadap exploitative asset dimana sudah dilakukan pemanfaatan BMN namun belum sesuai aturan, penilai Direktorat Jenderal dapat melaporkan secara berjenjang kepada Tim Pemanfaatan di Kantor Pusat yang beranggotakan Sekjen, Itjen, BPKP, Kejaksaan, dan DJKN sebagai Koordinator untuk ditindak lanjuti sesuai ketentuan.

Itulah gunanya Tim Penilai Direktorat Jenderal dan Tim Pemanfaatan K/L di Level kantor Pusat bekerja sama. Karena kalau diselesaikan oleh Tim Penilai Direktorat Jenderal sendiri tidak akan sanggup menghadapi banyaknya masalah di lapangan terkait pemanfaatan aset.

Diharapkan Penilai Direktorat Jenderal di daerah akan semakin profesional untuk menilai secara tepat dan akurat agar menghasilkan nilai wajar yang tepat sehingga menghasilkan PNBP yang optimal. Optimal artinya dari satu sisi menguntungkan negara untuk membiayai APBN dan disisi lain membuka peluang investasi bagi mitra KSP dan tidak menghalangi atau mempersulit investor untuk berinvestasi dengan baik.

Berikut pendekatan penilaian untuk menentukan nilai wajar objek KSP yang digunakan baik berupa tanah, bangunan dan perlengkapan yaitu.

1.      Pendekatan penilaian untuk objek KSP Untuk penilaian tanah seperti biasa yaitu pendekatan data pasar (market data approach). Tim Penilai melakukan perhitungan untuk menentukan indikasi nilai tanah. Pendekatan data pasar dilakukan untuk mengestimasi nilai wajar objek penilaian dengan cara mempertimbangkan data transaksi penjualan dan/atau penawaran dari objek pembanding yang sejenis atau pengganti, dan data pasar yang terkait melalui proses perbandingan. Berdasarkan survei objek pembanding yang dilakukan oleh tim penilai, minimal 2 objek pembanding yang sejenis dan sebanding yang tepat digunakan dalam perhitungan ini. Penilai harus cermat dalam menganalisa harga yang ditawarkan penjual (agency) atau pemilik langsung (tanpa perantara), melakukan koordinasi dengan Kelurahan untuk mencari data jual beli dan koordinasi dengan Ketua RT setempat.

2.      Sedangkan untuk penilaian bangunan adalah Pendekatan biaya (Cost Approach). Pendekatan biaya dilakukan dengan memperhatikan kategori aset, biaya pembuatan/penggantian baru, umur ekonomis, kondisi objek penilaian, penyusutan fisik, keusangan fungsi dan atau ekonomis. Pendekatan Biaya untuk Pembuatan baru bangunan yang digunakan dengan menggunakan DKPB (DaftarKomponenPenilaianBangunan)  Tahun 2017 yang telah diterbitkan oleh DJKN.

3.  Sedangkan untuk penilaian perlengkapan, persediaan dan Barang Bergerak yaitu Pendekatan biaya (Cost Approach). Biaya pembuatan/penggantian baru adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk pembuatan/penggantian objek penilaian dengan objek baru yang sejenis pada saat tanggal penilaian.

Biaya pembuatan/penggantian baru ditentukan berdasarkan metode koefisien harga, dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :


Rounded Rectangle: NRC = HP x (1+i)n

NRC    :  Biaya Pembuatan/penggantian baru

HP       :  Harga Perolehan Objek Penilaian

n          :  Umur Objek Penilaian dari Tahun Perolehan sampai dengan Tahun Penilaian, paling tinggi sama dengan umur ekonomis

               (dalam satuan tahun)

i           :  Koefisien Harga, yang merupakan rata-rata tingkat inflasi (consumer price index).



Flowchart: Alternate Process:


Penilai menggunakan rata-rata geometrik tingkat inflasi (i) dengan menggunakan formula geometric mean (rata-rata geometrik) sebagai berikut :

a1..an  : Inflasi sampai tahun ke-n

n        : jumlah tahun inflasi yang diperhitungkan

 

Nilai wajar Objek Penilaian dihitung berdasarkan rumus :



Flowchart: Alternate Process: I = {NRC x (1-P)} x (1-Kf)

 


I           : Nilai Wajar Objek Penilaian

NRC     : Biaya Pembuatan/penggantian baru

P          : Penyusutan Fisik

Kf         : Kemunduran Fungsi dan/atau Ekonomis

 

Besarnya penyusutan fisik, keusangan fungsi dan/atau ekonomis disesuaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor PER-12/KN/2012 tentang Pedoman Penilaian Barang Bergerak.

 

Demikian ulasan dan rekomendasi dari penulis semata-mata pendapat pribadi dan pengalaman melakukan penilaian KSP bukan mewakili instansi.

(Oleh: Antonius Suhenri, SE, SST.Ak, MM)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini