Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 78/PMK.06/2014
diatur tentang Tata Cara Pemanfaatan BMN untuk tujuan Kerjasama Pemanfaatan (KSP)
BMN. Yang dimaksud KSP adalah pendayagunaan BMN oleh Pihak Lain dalam jangka
waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan
sumber pembiayaan lainnya.
Penulis mencoba membahas Kolaborasi Tim Penilai
Direktorat Jenderal dan Tim Pemanfaatan K/L dan Peran Tim Penilai Direktorat
Jenderal dalam menentukan Nilai Wajar Objek KSP sebagai Initial Outley Pemerintah yang berpengaruh besar terhadap
Kontribusi Tetap dan Bagi Hasil Keuntungan sebagai PNBP. Sesuai arahan Menteri Keuangan, Sri Mulyani
Indrawati (SMI) agar DJKN kedepannya menjadi Revenue Center dan membuat aset negara bekerja dan berkeringat
untuk membantu membiayai APBN. Untuk itulah penulis tergerak untuk
mengeksplorasi memajukan KSP sebagai solusi pembiayaan APBN.
Latar belakang karena selama ini belum banyak di daerah
yang melakukan penilaian KSP dan lemahnya pemahaman teknis penilaian KSP di
lapangan. Adapun latar belakang dilakukannya
KSP adalah tidak tersedianya Biaya APBN untuk perawatan dan pemeliharaan aset
BMN. Tujuan utama KSP ada 2, yaitu :
1.
Mengoptimalkan
daya guna dan daya hasil BMN. Ada 2 strategi inovasi yaitu Exploratory innovation asset dan exploitative innovation asset.Asset yang dimaksud adalah BMN yang diperoleh dari APBN atau perolehan
lain yang sah. Exploratory innovation asset
artinya mencari aset BMN yang belum pernah sama sekali disentuh KSP, sedangkan exploitative innovation asset artinya aset yang sudah disentuh Pemanfaatan tapi belum
optimal baik dari sistem dan prosedur KSP sehingga aset tidak dapat bekerja
secara optimal untuk PNBP. Kedua strategi ini berguna ketika mengidentifikasi
aset objek KSP.
2.
Meningkatkan
penerimaan negara artinya dengan KSP aset memberikan Cash Inflow untuk membiayai APBN. Seiring untuk mendukung tujuan
DJKN sebagai Revenue Center.
Pihak yang menjadi mitra KSP terdapat pembatasan tidak
boleh perorangan, sedangkanBUMN/D, Swasta boleh menjadi mitra. Sedangkan objek
KSP tidak ada pembatasan baik tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah
bangunan.
Formula sederhana Penerimaan/Pendapatan Negara (Y) dalam
Kerjasama KSP yaitu:
1. KT: Kontribusi Tetap
2. BHK: Bagi Hasil Keuntungan
Peran pertama dari Penilai Direktorat Jenderal adalah melakukan
survey/mengidentifikasi exploratoryasset
maupun exploitative asset yaitu
apa saja aset BMN yang belum pernah sama sekali menjadi objek KSP ataupun yang
sudah namun belum ada kontrak KSP menyangkut seluruh BMN diwilayah kerja
Direktorat Jenderal baik tangible asset
(aset tetap, aset bergerak, aset lainnya) maupun intangible asset (royalti, dsb).
Selanjutnya Tim Penilai Direktorat Jenderal di daerah dapat
memberikan usulan/daftar hasil survey kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara
cq. Direktorat Penilaian secara berjenjang. Penulis merekomendasikan agar Direktur
Jenderal Kekayaan Negara dapat membentuk Tim Pemanfaatan K/L dilevel Kementerian
Lembaga lintas instansi untuk menindaklanjuti penegakkan hukum dalam pemanfaatan
BMN.
Adapun rekomendasi Tim Pemanfaatan BMN K/L yang akan dibentuk dapat melibatkan lintas
instansi yaitu beranggotakan Sekretariat Jenderal K/L, Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga,
Badan Pemeriksan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejaksaan (pengacara negara) dan
Direktur Jenderal Kekayaan Negara sebagai Koordinator Tim Pemanfaatan. Jadi
di setiap K/L, TNI, dan Polri akan dibentuk Tim Pemanfaatan Aset BMN. Tim
Pemanfaatan di masing-masing K/L beranggotakan lintas instansi yaitu Sekjen
K/L, Itjen K/L, BPKP, dan Kejaksaan serta DJKN sebagai koordinator akan
berkolaborasi dan bersinergi untuk mengoptimalkan pemanfaatan di lingkungan K/L
masing-masing.
Tim Pemanfaatan K/L yang beranggotakan auditor (BPKP),
pengawas fungsional (Itjen K/L) dan pengacara negara (kejaksaan) akan turun ke
lapangan untuk pemberesan aset BMN sehingga lebih memahami kondisi apabila ada
masalah terkait penyalahgunaan pemanfaatan aset BMN dan segera dapat dilakukan
audit oleh Itjen K/L dan BPKP serta apabila ada pidana dapat ditindaklanjuti
oleh Kejaksaan. Tim Pemanfaatan akan bekerja secara sinergi walaupun dari
berbagai instansi, sedangkan Penilai Direktorat Jenderal akan melakukan
penilaian secara profesional dan independen dan sebatas melakukan penilaian.
Setelah dilakukan penilaian, selanjutnya diserahkan kepada Tim Pemanfaatan di
masing-masing K/L agar mengelolanya dengan baik sehingga menghasilkan PNBP yang
besar.
Menurut penulis agar DJKN sukses sebagai Revenue
Center sejalan
dengan visi DJKN maka Tim Penilai Direktorat Jenderal di daerah berkolaborasi
dengan Tim Pemanfaatan K/L dimana DJKN sebagai Koordinator Tim Pemanfaatan.
Peran kedua dari Penilai Direktorat Jenderal dalam KSP yang
tidak kalah penting yaitu berperan memberikan usulan nilai besaran KT dan Bagi
Hasil Keuntungan (BHK). Yang kemudian selanjutnya ditetapkan oleh Pengelola
Barang berdasarkan LHP dimaksud. Besaran Kontribusi Tetap (KT) Pemerintah dihitung
berdasarkan bobot persentase tertentu (perhitungan professional adjustment dan asumsi berdasarkan analisis kelayakan
bisnis) dikalikan dengan Nilai Wajar Objek KSP. Kontribusi Tetap akan diterima
setiap tahun dan mengalami peningkatan sesuai nilai inflasi selama jangka waktu
KSP yaitu maksimal 30 tahun. Semakin tinggi nilai wajar objek KSP maka semakin
tinggi pula nilai Kontribusi Tetap Pemerintah.
Sedangkan Persentase Bagi Hasil Keuntungan Pemerintah dihitung
berdasarkan akumulasi proyeksi arus kas bersih yang terdiskontokan(net accumulated discounted cash flow
project 100%) dikurangi persentase premium risk untuk mitra (asumsi 35%),
kemudian dikalikan dengan komposisi/bobot % nilai inital outley Pemerintah (nilai wajar aset). Komposisi inital outley antara investasi mitra dan
Pemerintah tergantung nilai investasi masing-masing. Semakin tinggi persentase inital outley atau nilai wajar BMN Pemerintah
maka semakin tinggi bagi hasil bagi pemerintah. Sedangkan % bagi hasil
keuntungan mitra KSP adalah 100% dikurangi % bagi hasil keuntungan untuk
pemerintah. Persentase bagi keuntungan ini harus fair antara pengelola dan
pemilik barang oleh sebab itu wajar kalau bagi keuntungan lebih besar untuk
pengelola (mitra KSP) dan diberikan premium
risk.
Premium risk yang digunakan sebagai
pengurang adalah premi resiko yang diperkirakan oleh Penilai berdasarkan professional judgement untuk memberikan
insentif agar analisis kelayakan proyek layak bagi kedua pihak. Layak apabila dalam
analisis kelayakan proyek NPV>0 dan IRR>asumsi Discount rate dan Payback
Period tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Jangka waktu Payback Period harus fair bagi kedua belah pihak.
Dapat disimpulkan bahwa peran penilai Direktorat Jenderal
untuk menentukan nilai wajar objek KSP menjadi sangat penting karena menjadi
dasar untuk menghitung Kontribusi Tetap dan komposisi % Untuk Bagi Hasil Keuntungan
yang optimal dan layak bagi Pemerintah. Oleh sebab itu Tim Penilai Direktorat
Jenderal harus profesional dan independen dan tidak terlibat dalam manajemen
KSP. Untuk optimalisasi tersebut direkomendasikan Tim Penilai Direktorat
Jenderal untuk penugasan KSP dibagi 2 Tim yaitu Tim pertama untuk
identifikasi dan menentukan nilai wajar objek KSP dan Tim kedua yang menilai KT
dan Bagi Hasil Keuntungan. Kedua Tim Penilai Direktorat Jenderal akan saling
crosscheck sebagai kontrol fungsi.
Selain itu banyaknya permasalahan di lapangan terhadap exploitative asset dimana sudah
dilakukan pemanfaatan BMN namun belum sesuai aturan, penilai Direktorat
Jenderal dapat melaporkan secara berjenjang kepada Tim Pemanfaatan di Kantor
Pusat yang beranggotakan Sekjen, Itjen, BPKP, Kejaksaan, dan DJKN sebagai
Koordinator untuk ditindak lanjuti sesuai ketentuan.
Itulah gunanya Tim Penilai Direktorat Jenderal dan Tim
Pemanfaatan K/L di Level kantor Pusat bekerja sama. Karena kalau diselesaikan
oleh Tim Penilai Direktorat Jenderal sendiri tidak akan sanggup menghadapi banyaknya
masalah di lapangan terkait pemanfaatan aset.
Diharapkan Penilai Direktorat Jenderal di daerah akan
semakin profesional untuk menilai secara tepat dan akurat agar menghasilkan nilai
wajar yang tepat sehingga menghasilkan PNBP yang optimal. Optimal artinya dari
satu sisi menguntungkan negara untuk membiayai APBN dan disisi lain membuka
peluang investasi bagi mitra KSP dan tidak menghalangi atau mempersulit
investor untuk berinvestasi dengan baik.
Berikut pendekatan
penilaian untuk menentukan nilai wajar objek KSP yang digunakan baik berupa
tanah, bangunan dan perlengkapan yaitu.
1.
Pendekatan penilaian untuk objek
KSP Untuk penilaian tanah seperti biasa yaitu pendekatan data pasar (market data approach). Tim Penilai
melakukan perhitungan untuk menentukan indikasi nilai tanah. Pendekatan data
pasar dilakukan untuk mengestimasi nilai wajar objek penilaian dengan cara mempertimbangkan
data transaksi penjualan dan/atau penawaran dari objek pembanding yang sejenis
atau pengganti, dan data pasar yang terkait melalui proses perbandingan. Berdasarkan survei objek pembanding yang
dilakukan oleh tim penilai, minimal 2 objek pembanding yang sejenis dan
sebanding yang tepat digunakan dalam perhitungan ini. Penilai harus cermat dalam menganalisa
harga yang ditawarkan penjual (agency) atau pemilik langsung (tanpa perantara),
melakukan koordinasi dengan Kelurahan untuk mencari data jual beli dan koordinasi
dengan Ketua RT setempat.
2.
Sedangkan
untuk penilaian bangunan adalah Pendekatan biaya (Cost Approach). Pendekatan biaya dilakukan dengan memperhatikan
kategori aset, biaya pembuatan/penggantian baru, umur ekonomis, kondisi objek
penilaian, penyusutan fisik, keusangan fungsi dan atau ekonomis. Pendekatan Biaya untuk Pembuatan baru bangunan yang
digunakan dengan menggunakan DKPB (DaftarKomponenPenilaianBangunan) Tahun 2017 yang telah diterbitkan oleh DJKN.
3. Sedangkan
untuk penilaian perlengkapan, persediaan dan Barang Bergerak yaitu Pendekatan
biaya (Cost Approach). Biaya pembuatan/penggantian baru adalah
sejumlah uang yang dikeluarkan untuk pembuatan/penggantian objek penilaian
dengan objek baru yang sejenis pada saat tanggal penilaian.
Biaya pembuatan/penggantian baru ditentukan berdasarkan metode koefisien harga, dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
NRC : Biaya
Pembuatan/penggantian baru
HP : Harga
Perolehan Objek Penilaian
n : Umur Objek Penilaian dari Tahun Perolehan sampai dengan Tahun Penilaian, paling tinggi sama dengan umur ekonomis
(dalam satuan tahun)
i : Koefisien
Harga, yang merupakan rata-rata tingkat inflasi (consumer price index).
Penilai menggunakan
rata-rata geometrik tingkat inflasi (i) dengan menggunakan formula geometric mean (rata-rata geometrik) sebagai berikut :
a1..an : Inflasi sampai tahun ke-n
n : jumlah tahun inflasi yang
diperhitungkan
Nilai wajar Objek Penilaian dihitung berdasarkan rumus :
I : Nilai Wajar Objek Penilaian
NRC : Biaya
Pembuatan/penggantian baru
P : Penyusutan
Fisik
Kf : Kemunduran
Fungsi dan/atau Ekonomis
Besarnya penyusutan fisik, keusangan fungsi dan/atau
ekonomis disesuaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor PER-12/KN/2012 tentang Pedoman
Penilaian Barang Bergerak.
Demikian ulasan dan rekomendasi dari penulis semata-mata pendapat pribadi dan pengalaman melakukan penilaian KSP bukan mewakili instansi.
(Oleh: Antonius Suhenri, SE, SST.Ak, MM)