BMN idle merupakan peluang
sekaligus tantangan bagi seorang Asset Manager. Sebagai peluang karena pola
pemanfaatan yang baik akan menghasilkan penerimaan bagi negara, juga disebut
sebagai tantangan karena dalam praktiknya diperlukan research yang cukup
kompleks, kemampuan berinteraksi dengan investor, serta penyesuaian atas
keterikatan BMN idle pada peraturan.
Optimalisasi aset untuk mendukung
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi salah satu isu hangat di
tengah upaya pemerintah dalam meningkatkan Penerimaan Negara. Untuk itu,
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai pelaksana fungsional atas
kewenangan dan tanggungjawab Kementerian Keuangan selaku pengelola Barang Milik
Negara (BMN), gencar melakukan optimalisasi terhadap BMN, terutama pada BMN
idle dan Eks BMN idle. BMN idle adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang
tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga
(K/L). Sedangkan Eks BMN idle adalah BMN idle yang telah diserahkan pada
pengelola barang.
Eks BMN idle adalah BMN idle yang
telah diserahkan kepada pengelola barang berdasarkan berita acara serah terima.
Pengelola barang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan, pengendalian,
pengamanan dan pemeliharaan terhadap BMN eks BMN idle, serta menyusun dan
mengelola anggaran pengamanan dan pemeliharaan eks BMN idle. Selain itu,
pengelola barang juga memiliki wewenang untuk melakukan penetapan status
penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, dan penghapusan BMN.
Adapun secara khusus pengelolaan
BMN idle telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara yang Tidak
Digunakan untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara/Lembaga untuk
menyikapi perkembangan kondisi dan praktik yang terjadi serta untuk
meningkatkan efektivitas dan optimalisasi penggunaan BMN pada K/L.
Optimalisasi aset merupakan
proses kerja dalam Manajemen Aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi
fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal, dan nilai ekonomi yang dimiliki
oleh aset tersebut (Siregar, 2004). Sebagaimana diketahui, optimalisasi dapat
dilakukan melalui Highest and Best Use Analysis, dengan memaksimalkan
Ketersediaan Aset (Maximize Asset Availability), Memaksimalkan Penggunaan Aset
(Maximize Asset Utilization), dan Meminimalkan Biaya Kepemilikan (Minimize Cost
of Ownership).
Pengelolaan BMN idle memiliki
tantangan tersendiri, karena pada umumnya BMN Idle memiliki kondisi yang cenderung
tidak terawat karena di atas lahannya berdiri bangunan bekas rumah dinas atau
kantor yang berada dalam kondisi rusak berat dan tidak lagi dapat dimanfaatkan.
Dalam situasi seperti inilah peran seorang Asset Manager diperlukan untuk
mengoptimalkan penggunaan BMN idle tersebut, sehingga penurunan nilai yang
lebih signifikan pada properti dapat dihindari dan negara juga berpotensi
mendapatkan aliran kas dari kegiatan tersebut.
Untuk menentukan bentuk
pemanfaatan yang paling sesuai untuk penggunaan optimal BMN idle, pengelola
barang harus mempertimbangkan bentuk pemanfaatan yang sesuai dengan
karakteristik pengembangan optimal, batasan hukum, serta keuntungan tertinggi
yang dapat dicapai untuk menentukan bentuk pemanfaatan yang tepat.