Kemajuan perkembangan zaman menjadi tantangan tersendiri bagi peningkatan kualitas layanan di sektor publik. Pemerintah dituntut memberikan kemudahan dalam pelayanan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Berdasarkan tingkat adopsi sistem e-goverment yang dirilis oleh United Nations melalui E-Government Survey 2020, pengembangan dan pelaksanaan e-government atau Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Indonesia perlu adanya peningkatan karena berada pada peringkat ke-88 dari 193 negara. Cakupan dan kualitas layanan pemerintahan digital, status perkembangan infrastruktur digital dan kecakapan sumber daya manusia dalam mengoperasikan layanan e-goverment menjadi komponen dalam pengukuran indeks SPBE.
Perkembangan teknologi dan masa pandemi mendorong digitalisasi pelayanan di sektor publik, seperti halnya otomasi pengelolaan arsip sebagai perwujudan tata kelola arsip yang tertib dan efektif. Akses temu kembali arsip menjadi utama dalam pengelolaan arsip karena arsip bukan hanya sebagai by product (hasil samping) dari kegiatan administrasi, tetapi juga merupakan bagian dari pusat ingatan, sumber informasi, dan sejarah. Dengan adanya media elektronik seperti komputer, proses pengelolaan dan pengurusan arsip akan menjadi lebih mudah dan tidak akan memakan waktu lama sehingga dapat memudahkan dalam proses penemuan kembali (Rifauddin, 2016). Kemudahan akses arsip secara fleksibel yang menghemat waktu, tenaga, dan biaya sebagai prosedur yang diharapkan untuk terus dikembangkan, terutama organisasi di sektor publik. Tuntutan kemudahan dan peningkatan kualitas pelayanan yang baik dapat menjadi sumber inovasi dalam pengelolaan arsip di lembaga publik Indonesia.
Menurut Sari,
et. al. (2020), pusat arsip konvensional yang mulai beralih menjadi pusat data
merupakan alternatif untuk menjawab tantangan relevansi arsip digital. Pusat
data (data center) merupakan fasilitas yang berisi tempat penyimpanan
informasi dan sumber daya fisik teknologi informasi seperti komputer, jaringan
dan penyimpanan informasi (EMC Education Services, 2012). Meskipun
demikian, resiko penggunaan arsip digital juga menjadi kebutuhan manajemen yang
perlu diakomodir, seperti masalah migrasi, ruang penyimpanan, kerahasiaan data,
dan keusangan format penyimpanan informasi. Pada masa transisi arsip
konvensional ke digital, proses pencarian bentuk adalah hal yang menjadi
perhatian.
Saat ini Lembaga
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) concern terhadap format yang
bersifat tahan lama (longlasting), sehingga dapat diakses hingga puluhan
tahun ke depan. Relevansi pengelolaan arsip digital di DJKN tidak terlepas dari
sifat pelayanan DJKN yang sebagian besar menghasilkan produk yang bernilai
hukum, sehingga arsip tekstual masih banyak dihasilkan. Proses transisi menuju
arsip digital di sektor publik memperhatikan batasan peraturan yang berlaku. Oleh
karena itu, urgensi arsip digital saat ini lebih kepada bagaimana mempercepat
proses. Adanya database digital dibutuhkan untuk mempercepat pencarian
(temu kembali) sebagai fitrah dari suatu arsip, misalnya dalam proses tracing
informasi Laporan Penilaian dan letak penyimpanannya.
Pandemi juga
menjadi alasan dipaksanya perubahan pola pikir ke arah digital, begitu pula
pelayanan di sektor publik. Ditambah lagi restriksi sosial di masa pandemi yang
membatasai jam kerja pegawai, sehingga proses administrasi dan penataan arsip
yang bersifat fisik semakin terhambat. Semakin ke depan cara berkomunikasi
manusia menggunakan digital. Sistem informasi repositori arsip digital harus
menjadi pertimbangan dalam strategi pengembangan pengelolaan arsip. Meskipun
demikian, dalam mengelola arsip elektronik tetap perlu menjaga autentisitas,
keandalan, keutuhan, dan ketergunaan arsip. Otoritas akses arsip, yaitu
konseptor dan kepala kantor, sementara unit lain tidak memperoleh akses
terhadap arsip. Terkait ketergunaan arsip, semua arsip baik elektronik dan
konvensional memiliki karakteristik unik, yaitu adanya jadwal retensi arsip.
Akan tetapi, sampai saat ini otomasi jadwal retensi aktif pada arsip digital
masih belum tersedia.
Oleh karena itu,
langkah ke depan arsip digital seyogyanya menjadi perhatian dalam perencanaan
strategi suatu organisasi. Di Kementerian Keuangan sendiri arsip elektronik diatur
ketentuan bentuknya, berupa: a. teks, gambar, audio, dan video; dan b. arsip
elektronik lainnya dalam format (ekstensi) tertentu. Arsip Elektronik atau Electronic
Archive (e-Archive) adalah sistem atau tata cara pengumpulan
informasi berupa dokumen yang direkam dan disimpan menggunakan teknologi
komputer berbentuk dokumen elektronik (Document Management System/
e-documents) dengan tujuan agar dokumen mudah dilihat, dikelola, ditemukan
dan dipergunakan kembali. Arsip elektronik lembaga publik dapat berupa
database, website, komunikasi email, foto dan media audiovisual lainnya. Beralihnya
pusat arsip menjadi pusat data (data center) arsip memberikan
fleksibilitas ruang penyimpanan fisik, otomasi temu kembali arsip, mengurangi
rusaknya fisik arsip, dan keamanan akses arsip dengan adanya otorisasi.
Pengelolaan arsip digital di sektor publik juga berkaitan dengan situasi
problematis arsip konvensional yang masih belum terpecahkan, seperti
keterbatasan sumber daya, sarana dan prasarana, dan kesadaran terhadap peranan
dan pentingnya pengelolaan arsip.
Sumber:
1. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 184 /KMK.01/2021 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Pengelolaan Arsip Elektronik Dan Alih Media Arsip Di Lingkungan Kementerian
Keuangan
2. Rifauddin, M.
(2016). Pengelolaan arsip elektronik berbasis teknologi. Khizanah Al- Hikmah
Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan, 4(2), 168-178. Sari, Indah
Novita, Widiatmoko Adi Putranto,
3. Lastria
Nurtanzila. (2021). Pusat Arsip di Era Digital: Dilema antara Urgensi dan
Relevansi. Jurnal Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi dan Kearsipan, 6 (2)
2020, 105-118.
Penulis :
Dwi Nugraheni
Hapsari – Kanwil DJKN Kalimantan Selatan dan Tengah