Aset Negara Sebagai Instrumen Stabilitas Fiskal
Thaus Sugihilmi Arya Putra
Senin, 28 Agustus 2023 |
4741 kali
Barang
Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah. BMN merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau
dimiliki oleh Pemerintah dan menjadi unsur penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang digunakan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga
pengelolaan BMN tersebut harus dilakukan secara baik dan benar. Dalam rangka mengubah paradigma lama BMN
sebagai beban (cost centre) menjadi investasi strategis dalam menunjang
fungsi pemerintahan, pengelolaan BMN tidak sekedar administratif semata, tetapi lebih maju
berfikir dalam menangani aset negara, dengan bagaimana meningkatkan efisiensi,
efektifitas dan menciptakan nilai tambah dalam mengelola aset sehingga dapat
memberikan kontribusi kepada APBN.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara merupakan
unit organisasi yang memperoleh mandat dari Menteri Keuangan untuk melakukan
pengelolaan kekayaan negara. Berdasarkan data Laporan Keuangan Pemerinah Pusat
(LKPP) Tahun 2022 total Barang Milik Negara yang berada dalam pengelolaan Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara sebesar Rp6.660 triliun yang terdiri dari Aset Lancar
sebesar Rp204,8 triliun, Aset Tetap sebesar Rp5.956,5 triliun dan aset lainnya
sebesar 498,3 triliun. Disamping itu, DJKN juga mendapat pelimpahan wewenang
dalam melakukan investasi pemerintah. Total nilai investasi pemerintah tahun
2022 sebesar Rp3.503 triliun yang terdiri dari investasi permanen pada Penyertaan
Modal Negara sebesar Rp2.631 triliun, investasi permanen pada BLU 8,96 miliar,
investasi permanen lainnya sebesar
Rp632,3 triliun, dana bergulir sebesar 11,24 triliun dan investasi jangka Panjang non permanen lainnya sebesar
Rp221,93 triliun.
Nilai aset negara yang sangat besar tersebut
mempunyai peran yang sangat strategis dalam pelaksanaan APBN dan optimalisasi
pengelolaaan aset negara dapat memberikan tambahan ruang fiskal bagi APBN baik
dari sisi pendapatan maupun sisi belanja negara. Pengelolaan aset negara yang
baik dapat memberikan tambahan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang bisa
dijadikan sumber pembiayaan belanja negara. Total penerimaan negara yang
berasal dari pengelolaan barang milik negara pada tahun 2022 sebesar Rp38,49
triliun yang terdiri dari PNBP dari barang milik negara sebesar Rp1,86 triliun,
PNBP dari kekayaan negara lain-lain sebesar Rp252,9 miliar, deviden pengelolaan
kekayaan negara dipisahkan sebesar Rp35,48 triliun, PNBP dari piutang negara
sebesar Rp52 miliar dan PNBP dari lelang sebesar Rp849,8 miliar.
Sementara dari sisi belanja negara, melalui penyusunan rencana kebutuhan barang milik
negara (RKBMN) yang valid diharapkan pengalokasian anggaran belanja negara
untuk keperluan pengadaan aset baru dapat dilakukan secara efisien dan tepat
sasaran karena RKBMN merupakan bagian dari perencanaan dan penganggaran terkait
BMN yang menjadi dasar penyusunan RKA-KL. Dalam proses RKBMN, pemenuhan
kebutuhan aset dapat dipenuhi dengan mengoptimalisasikan aset sehingga belanja aset baru dalam RKAKL dapat
dilakukan efisiensi. Selain
itu, fiscal space belanja negara dapat juga
ditingkatkan melalui efisiensi pengalokasian anggaran belanja pemeliharaan BMN,
sehingga pemerintah tidak mengalokasikan lagi biaya pemeliharaan untuk BMN yang
berada dalam kondisi rusak berat, BMN yang sedang dalam status penggunaan
sementara, BMN yang sedang dalam status dioperasikan pihak lain dan BMN yang
sedang dalam status dilakukan pemanfaatan.
Pada saat fiscal space terbatas
dimana pendapatan negara yang berhasil diperoleh tidak mampu menutupi kebutuhan
anggaran belanja pemerintah, maka untuk menjaga momentum pembangunan dan menghindari
opportunity loss serta menjaga dan mempercepat pertumbuhan
ekonomi, pemerintah mengambil kebijakan untuk menerbitkan surat utang negara guna
mendapatkan sumber pembiayaan APBN. Pembiayaan APBN juga dapat dilakukan
melalui penggunaan BMN sebagai underlying asset atas Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) yang diterbitkan oleh pemerintah. Keuntungan dari underlying
asset ini adalah BMN yang dijadikan underlying asset tetap
masih dapat digunakan oleh instansi yang bersangkutan dan tidak mengganggu fungsi
penyelenggaraan tugas Pemerintah.
Pemerintah dalam hal ini DJKN selaku pembuat
kebijakan pengelolaan kekayaan negara telah mendesain kebijakan terkait manajemen
aset negara agar seluruh barang milik negara memberikan dampak positif bagi
masyarakat. Semakin besar dampak positifnya maka semakin layak aset tersebut
dipertahankan. Seluruh kebijakan pengelolaan aset negara menjadi panduan bagi
pengguna barang (asset manager) di setiap satuan kerja dalam melakukan pengelolaan, pengamanan, pemanfaatan dan pemeliharaan BMN yang
dikuasainya. Kebijakan pengelolaan aset negara yang diterbitkan oleh DJKN telah
menjadi katalisator bagi peningkatan kinerja fiskal, memberikan ruang bagi para
asset manager untuk melakukan inovasi dan mengembangkan kreativitas dalam
mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang berada dalam penguasaannya. Pengguna barang
harus dapat memastikan bahwa aset yang dimilikinya berada dalam tingkat ekonomi
yang baik, sebagai asset manager juga harus dapat menentukan kebijakan
yang paling menguntungkan atas aset di masa mendatang yaitu tidak hanya
menghasilkan penerimaan negara namun meningkatkan manfaat
ekonomi, sosial dan finansial sesuai
ketentuan penggunaan terbaik dan tertinggi (Highest and Best Use).
(Ditulis oleh: Suharyanto/ Pegawai Kanwil DJKN
Kalimantan Barat)
Disclaimer |
---|
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja. |