Strategi Menjadi Seorang Good Talent (Sebuah Refleksi Semangat Idul Adha)
Thaus Sugihilmi Arya Putra
Selasa, 11 Juli 2023 |
195 kali
Teladan Kehidupan
Bulan
Haji, atau Bulan Zulhijjah masih menggaungkan semangat sebuah pengorbanan. Perjuangan Siti Hajar dalam mempertahankan
hidup dirinya dan anaknya Ismail adalah perumpamaan “wonder woman” yang begitu
gigih melawan kerasnya Medan geografi dan iklim Padang pasir. Perjalanan
hidupnya sebagai wanita tangguh diabadikan dalam prosesi ritual haji agar para
jemaah yang pergi haji memahami arti spirit seorang Perempuan, Siti Hajar dalam
berjuang dan bertahan menjalani kehidupan yang keras.
Keteladanan
spiritual Siti Hajar berlanjut manakala sang anak, Nabi Ismail rela mengtaqorrubkan diri pada Allah SWT yg diujikan kepada
ayahnya Ibrahim untuk menempuh sebuah pengorbanan kehidupan fana ini. Ini pula
yang kemudian diabadikan dengan moment Idul Adha, dimana Idul adalah Hari Raya
dan Adha adalah kurban menjadi perayaan Hari Raya Kurban.
Bagi
penulis, perjalanan yang dialami keluarga Nabi Ibrahim adalah
sebuah keteladanan kehidupan, dimana secara psikologis, masing-masing mereka
adalah talenta, atau dalam bahasa Arab dikenal istilah Mawaahib, dimana
dalam kehidupannya, mereka berjibaku dengan kondisi alam ekstrem serta
kemampuan adaptasi dan kontrol psikologis
diri hingga mampu memanage situasi keluarga menjadi stabil dalam
menempuh kehidupan di jazirah arab yang begitu keras, kering nan tandus
Semangat
terhadap analogi Idul Adha ini, selain sebagai masing-masing seorang telanta (Mawaahib)
pada perannya, juga agar memahami bahwa Nabi Ibrahim,
Nabi Ismail, dan Siti Hajar adalah sosok yang
tidak berdiri sendiri menjalankan amanat dan tugasnya
Perlu
refleksi lebih dalam, bahwa ketiga sosok ini merupakan contoh Mawaahib
Kehidupan sebagai bentuk kolaborasi yang efektif, sehingga jati diri yang
melekat pada masing-masing perannya mampu berTAQORRUB, mendekatkan diri dan
atau Berkurban, pada Sang Maha Semesta dengan caranya masing-masing.
Talenta Muda, Semangat Jati
diri
Semangat
ini yang penulis coba catakan dengan judul tulisan di atas, bagaimana menjadi
seorang talenta yang baik?
Memang,
kondisi dulu dan sekarang akan sangat berbeda. Penulis dalam bahasan ini hanya
menekankan sebuah analogi psikologis Jiwa Muda Nabi Ismail, dan tentu saja,
semangatnya setidaknya mampu menjadi Postulat (dasar berpikir) agar dapat
menjalani bagaimana menjadi seorang “good talent” atau “khairul Mawaahib”.
Hal
yang paling utama dari pilihan dirinya menjadi talent (Mawaahib) adalah,
sosok keberanian dirinya dalam berkorban, even nyawa dalam taruhannya.
Keyakinan
dirinya menjadikan sosok Nabi Ismail memahami siapa
jatidirinya yg sebenarnya.
Memang,
ruang kehidupan sejarah masa lalu dalam segala aspek kehidupannya sangat jauh
berbeda dengan saat ini. Namun kondisi alam yang keras, ekstrem, kering,
setidaknya dapat dianalogikan presisi dengan kondisi modernitas saat ini, yang
keras dalam kompetisi, ekstrem dalam survive kehidupan, serta keringnya makna
jiwa kesemestaan yang terjadi saat ini.
Penulis
melihat bahwa kemajuan perekonomian dunia yang fluktuatif saat ini setidaknya
mencetak dunia yang keras dalam kompetisi, ekstrem dalam capaian dan target
namun sangat kering dari sisi makna spirit kehidupan dalam membangun
kebersamaan.
Karena
itulah, penulis melihat sisi kehidupan lain, dimana setiap lembaga dan atau
institusi berupaya mendorong penjaringan talent
yang lebih strategis untuk menghadapi kondisi keras, ekstrem
dan kering tersebut.
Eksistensi
akan kebutuhan talenta (Mawaahib)
kian tinggi sehingga mendorong proses rekrutmen yang lebih selektif.
Selain
itu, eksistensi talent (Mawaahib) sebagai pegawai potensial dan kompeten, juga
harus menjadi motivator, teladan yang dapat memberikan kinerja terbaik untuk
institusi dalam jangka waktu lama.
Menurut
survey McKinsey, ada korelasi erat antara seorang talent dengan
performa institusi . Di mana, 99% responden dengan talent yang
efektif di institusinya mengatakan mereka berhasil mengungguli dari segi
performa kinerja organisasi.
Lalu, bagaimana
menjadi seorang Talent?
Melansir
Chartered Institute of Personnel and Development (CIPD), untuk
menjadi seorang talent
dibutuhkan sebuah jati diri yang terbentuk ;
1.
Personal attraction (daya tarik),
Seorang yang mampu menunjukan
bakat dan kelebihan yang berbeda dengan orang lain.
2.
Personal identification (identifikasi),
Yaitu, jati diri yang mampu
mengenal potensi dirinya, sehingga bisa bermanfaat buat orang lain, dan atau
lembaga.
3.
Personal development (pengembangan diri),
Seorang yang mampu
meningkatkan capacity building dalam mempelajari situasi dan kondisi, sehingga
mampu mengambil arah kebijakan yang efektif untuk dirinya dan lembaga.
4.
Personal engagement (keterlibatan),
Seorang yang dapat secara pro
aktif turut terlibat dalam keputusan atau ijtihad kehidupan agar sebuah kinerja
kebijakan dapat berjalan dengan baik.
5.
Personal retention (retensi),
Seorang yang mampu
menganalisa keadaan dari nol hingga membentuk sebuah jalan keluar yang baik.
6.
dan personal deployment (penyebaran),
Seorang yang dapat
menjadi penyebar keteladanan dengan baik.
“Institusi
yang mengimplementasikan point menjadi talent
memiliki employee turnover 40% lebih rendah dan employee engagement 38%
lebih tinggi.”
Secara
sederhana, menjadi seorang talenta (Mawaahib) artinya berinvestasi pada
diri sendiri menjadi “modal utama” institusi–sumber daya manusia. Ketika
diimplementasikan secara strategis, seorang talent
(Mawaahib) dapat membantu meningkatkan kinerja Organisasi
secara keseluruhan dan memastikannya tetap Efektif, efesien, progresif dan
Konstruktif.
Karena
hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa manfaat
menjadi talent (Mawaahib)
adalah:
1.
Menciptakan peluang pertumbuhan karier yang berarti bagi pegawai
2.
Membangun tempat kerja berkinerja tinggi.
3.
Berkontribusi pada inklusi dan keragaman lingkungan kerja
4.
Mendorong budaya belajar
5.
Meningkatkan nilai Employee
Value Proposition
6.
Adanya data analitis setiap individu untuk pengambilan keputusan institusi yang
lebih baik
7.
Meningkatkan produktivitas
Melansir
Business Jargons, proses menjadi seorang talent terdiri dari beberapa tahapan:
Merupakan
langkah inisiasi awal menjadi seorang talenta (Mawaahib), dimana konsep
perencanaan dibuat sistemik sedari hulu -hilir, dan atau dibuat sebuah kerangka
berpikir agar alur konsep yang dibuat dapat dieksekusi dengan sistematis.
Bersifat
ngalir dan ngalur namun tetap argumentatif dan bersifat referensial. Artinya mempertahankan diri bukan berarti tertutup dengan pemikiran
orang lain, karena konsep mempertahankan ini bersifat menerima masukan dan
kritikan.
Berakhir pada Kemampuan Adaptasi dan Perubahan
Seorang
talent (Mawaahib), saat mampu menganalisa dirinya seperti yang
disebutkan di atas, kemudian secara personal mampu berkarya dimanapun institusi
kerja, baik pusat ataupun daerah, pada saat itu lah seorang GOOD TALENT menjadi
agent of change dalam hal perubahan
kebaikan, atau arah yang positif .
Ke
enam point di atas, sejatinya membawa seorang talent (Mawaahib) mampu beradaptasi di kantor wilayah baik pusat ataupun daerah.
Artinya, seorang talent (Mawaahib) saat menyadari masing-masing setiap
point-point di atas tadi, akan membawa pada level kesadaran humble,
kesederhanaan dan pro aktif dalam membantu institusi meng up grade
kegiatannya menjadi lebih baik.
Dari
bahasan talenta (Mawaahib) ini, yang coba penulis hubungkan dengan
semangat Idul adha atau Idul Kurban, adalah,
seorang (Mawaahib) harus siap dengan pengorbanan yang di atas
rata-rata, karena pemikiran, jiwa, waktu dsb harus tercurahkan untuk
kepentingan lembaga.
Namun
demikian, seorang talent atau mawaahib
harus menjadi sumber inspirasi arti
sebuah pengorbanan dalam kehidupan. Setidaknya dapat memberikan semangat bagi
talenta-talenta DJKN untuk lebih berkarya dan berkreasi demi kemajuan Bangsa
dan negara.
Semoga
momen bulan Idul Adha dan juga perayaan bulan Haji ini, menginspirasi dimana
makna pengorbanan para nabi, juga menjadi teladan bagi para talenta (Mawaahib)
muda untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi alam dan orang lain.
Khairunnaasi anfa’uhum linnaas
Sebaik-baiknya manusia adalah
mereka yang bermanfaat buat manusia dan alam semesta, begitu kira-kira hadits
dari Nabi Kita Muhammad Saw.
Penulis: Rusmawati Damarsari, Kepala Bidang Lelang Kanwil
DJKN Kalimantan Barat
Disclaimer |
---|
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja. |