Punah atau Eksis dengan Mengelola Perubahan
Agus Rodani
Selasa, 21 Maret 2023 |
329 kali
Kita sering
mendengar ungkapan "Siapa yang tidak siap dengan perubahan atau disrupsi
akan tersingkir atau punah". Kita pernah menyaksikan dan mengikuti berjaya
dan punahnya, maju dan mundurnya atau terkenal dan pudarnya suatu produk perusahaan
di dunia. Seiring dengan kemajuan teknologi banyak perusahaan yang bangkrut
karena nilai fungsi suatu barang berkurang bahkan hilang. Produk tersebut
menjadi tidak laku di pasar sehingga perusahaan merugi, Jangankan meraih untung
bahkan modal untuk membuat produk tidak kembali.
Kita pernah
menyaksikan bagaimana perusahaan telepon selular (Ponsel) yang dulu laku keras
seperti merek Ericson, Siemen atau Nokia dan merajai penjualan ponsel di dunia
akhirnya jatuh. Runtuhnya para raja ponsel tidak terlepas dari kurangnya
mengembangkan teknologi sehingga kalah bersaing dengan perusahaan yang cepat
mengembangkan teknologi seperti Samsung dan Apple. Samsung dan Apple melakukan
perubahan siginifikan guna pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui penyediaan menu
yang lebih ramah dan lengkap. Hanya dengan satu ponsel pintar (smartphone) pengguna
bisa menggunakan camera, merekam video, scanner dan lainnya.
Pada sekitar
tahun 2010, mulai banyak perusahaan atau pengusaha di bidang perhotelan,
transportasi umum, bioskop, toko kaset, ritel dan lainnya gulung tikar. Mereka
adalah perusahaan-perusahaan yang kalah bersaing dengan perusahaan yang
menyediakan barang dan jasa secara online yang mengandalkan
teknologi. Perusahaan taksi yang dulu banyak menjamur dan beroperasi di
kota-kota besar di Indonesia, saat ini tinggal sedikit dan dapat dihitung
dengan jari. Kerasnya persaingan dengan transportasi online membuat mereka tak
berdaya. Layanan transportasi online sangat efisien karena tidak perlu memiliki
kendaraan atau pangkalan luas. Mereka hanya merekrut para pemilik kendaraan
yang terkoneksi dengan aplikasi dalam menyediakan jasa transportasi. Dengan
penerapan prinsif efektif dan efisien, perusahaan ini merajai layanan
transportasi umum.
Di sektor
perhotelan, dulu banyak hotel-hotel besar, akhirnya lambat laun ditutup dan
dijual. Karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan jasa penginapan online.
Mau tak mau perusahaan taksi dan hotel yang manual jika ingin eksis harus
bergabung dengan perusahaan start up. Begitu juga terjadi dengan
penyedia atau perusahaan surat kabar, kantor pos tergerus dengan
perusahaan yang menyediakan berita dan pos secara online.
Lalu bagaimana
di era sekarang? Apakah perusahaan penyedia jasa online tetap berjaya?
Perusahaan start up ini akhirnya juga ikut tergerus dengan
perubahan. Start up yang ketika pandemik Covid 19
melanda begitu perkasa dan tumbuh menjamur. Kebijakan Pemerintah yang melakukan
pembatasan terhadap Masyarakat untuk bertemu, membuat perusahaan ini untung
besar. Namun seiring dengan pulihnya dunia dari pandemik Covid dan dicabutnya
larangan pembatasan, maka kebutuham masyarakat akan start up jauh
berkurang. Hal ini yang membuat beberapa perusahaan start up melaksanakan
efisensi dan beberapa dilakukan penutupan.
Beberapa
faktor yang membuat Start up menurun omset penjualan
yaitu: Pertama, pulihnya dunia dari pandemik Covid dimana
penjual dan pembeli bisa bertemu langsung, Kedua, Kejenuhan
masyarakat akan pembatasan, berubah masyarakat lebih suka berbelanja
sekalian refreshing atau bersilaturahmi. Ketiga, suku
bunga bank yang dulu rendah kini menjadi tinggi seiring terjadinya
inflasi. Keempat, karena bunga tinggi perusahaan start
up tidak lagi bisa bakar uang untuk promosi produk secara
besar-besaran. Hal ini menyebabkan produk kurang menarik atau dikenal
konsumen. Kelima, banyak konsumen yang kecewa saat menerima
produk yang dibeli. Ada yang tertipu atau tidak sesuai dengan spek produk.
Bukan berarti
perusahaan online akan berakhir, melainkan mereka harus lebih efisien dan
hati-hati dalam merekrut supplayer, reseller dan lainnya. Karena sering kita
membaca dan mendengar keluhan konsumen yang menerima barang yang dibeli tidak
sesuai dengan spek yang tercantum dalam katalog atau iklan online. Jadi
sekarang ini, online dan offline mempunyai posisi yang sama dan berdampingan
tinggal bagaimana kualitas, harga dan layanan. Konsumenlah yang akan
menentukan. Kualitas dan kepuasan adalah segalanya.
Di akhir
tulisan ini, penulis selalu ingat ungkapan "Tidak ada yang abadi kecuali
perubahan itu sendiri. Berubah merupakan realita, keniscayaaan, sesuatu yang
tidak dapat dihindarkan". Ungkapan ini seyogyanya harus selalu kita
indahkan dan impelementasikan dalam kehidupan nyata.
Penulis : Agus Rodani
Pegawai pada Kanwil
DJKN Kalimantan Barat
Disclaimer |
---|
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja. |