Pada tanggal 20 Oktober 2022, Presiden Joko Widodo menetapkan 5 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH). Dengan penambahan 5 universitas tersebut maka saat ini sudah 21 universitas negeri berstatus PTNBH. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi menargetkan semua PTN menjadi PTNBH pada tahun 2024. Dengan otonomi tersebut maka perguruan tinggi akan mempunyai kemandirian baik akademis maupun non akademis. PTNBH merupakan amanat Undang Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Sesuai Undang Undang tersebut maka otonomi Perguruan Tinggi dapat diberikan secara selektif melalui penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) atau dengan membentuk PTN Badan Hukum (PTNBH). Berkaitan dengan otonomi pengelolaan keuangan, PTN dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu PTN yang merupakan Satuan Kerja, PTN Satuan kerja BLU dan PTN Badan Hukum (PTNBH). Ketiga jenis PTN tersebut mempunyai perbedaan yang mendasar dalam pengelolaan keuangannya. PTN dengan status satuan kerja tidak mempunyai otonomi dalam keuangan. Sumber pendanaan dan pembiayaan PTN bersumber dari APBN, termasuk SPP mahasiswa juga masuk ke kas negara. Untuk PTN yang berbentuk BLU mempunyai otonomi dalam pengelolaan keuangan, khususnya keuangan yang berasal dari PNBP. Untuk PTNBH diberikan otonomi dalam pengelolaan keuangan yang lebih luas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2015 Jo. PP nomor 8 tahun 2020 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan PTNBH, sumber pendanaan PTNBH berasal dari 2 sumber yaitu APBN dan selain APBN. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut PTNBH diberikan ruang seluas-luasnya untuk menggali sumber pendanaan selain dari APBN.
Salah satu potensi pendapatan yang dimiliki oleh PTNBH selain dari APBN adalah pemanfaatan aset. Aset PTNBH terbagi menjadi 2, yaitu aset tetap (tanah) dan aset selain tanah. Aset tanah yang perolehannya dari dana APBN merupakan Barang Milik Negara (BMN), sedangkan aset tanah yang diperoleh dari hasil usaha PTNBH dan aset selain tanah merupakan aset PTNBH dan merupakan kekayaan PTNBH.
Perbedaan status kepemilikan
tersebut tentunya menyebabkan perbedaan
regulasi dalam pemanfaatkan kedua jenis aset tersebut. Untuk aset tanah dengan
status BMN mengikuti ketentuan pemanfaatan BMN sedangkan pemanfaatan aset tanah
bukan BMN dan aset selain tanah diatur
tersendiri oleh PTNBH. Kewenangan untuk
memberikan persetujuan pemanfaatan BMN merupakan kewenangan dari Menteri Keuangan
sebagai pengelola BMN sedangkan kewenangan pemanfaatan aset PTNBH menjadi kewenangan pimpinan PTNBH. Meskipun terdapat
perbedaan regulasi dalam pemanfaatan aset, namun pendapatan dari pemanfaatan kedua
jenis aset tersebut sepenuhnya menjadi pendapatan PTNBH.
PTNBH perlu menyusun regulasi untuk pemanfaatan aset selain tanah, regulasi atau standard operating procedures (SOP) sangat diperlukan agar pemanfaatan aset dapat dilakukan secara akuntabel. Sedangkan untuk aset tanah PTNBH harus melakukan inventarisasi dan identifikasi tanah yang dapat dikerjasamakan dan kemudian mengajukan persetujuan pemanfaatan kepada Mentari Keuangan.
Dilihat dari besarnya potensi pendapatan tentunya pemanfaatan tanah mempunyai potensi yang besar. Pemanfaatan tanah pada umumnya dilakukan dalam jangka panjang dan membutuhkan investasi yang besar. Pemanfaatan ini tentunya juga memberikan imbal hasil yang besar. Sebagai gambaran besarnya nilai aset tanah PTNBH, terdapat 6 PTNBH dengan nilai aset tanah diatas 10 triliun yaitu Universitas Indonesai (UI) memiliki nilai aset tanah sebesar 40, 4 triliun rupiah, UGM sebesar 30 triliun rupiah, UNDIP sebesar 12,4 triliun rupiah, IPB sebesar 11, 8 triliun rupiah, ITS sebesar 10,8 triliun rupiah dan ITB 10,4 triliun rupiah. Besarnya nilai aset tanah tersebut tentunya tidak secara langsung menggambarkan besarnya potensi pendapatan dari pemanfaatan tanah. Potensi pendapatan dari hasil pemanfaatan tanah sangat ditentukan kondisi aset bersangkutan. Namun demikian angka tersebut menunjukan bahwa aset tanah yang dimiliki PTNBH secara umum sangat besar.
Berdasarkan peraturan pemanfaatan
BMN, pemanfaatan tanah PTNBH dapat dilakukan dengan 3 bentuk kerjasama dengan
pihak lain (mitra). Kerjasama pertama adalah penyewaan tanah kepada pihak
lain. Penyewaan dilakukan untuk jangka
waktu paling lama 5 tahun dan dapat diperpanjang. Untuk pemanfaatan tanah dalam
bentuk sewa ada kelemahan dimana jangka waktu sewa hanya maksimal 5 tahun. Secara ekonomis jangka
waktu tersebut tidak feasible
untuk pemanfaatan tanah. Hal tersebut disebabkan karena penyewa akan memerlukan
tempat usaha sehingga perlu membangun bangunan diatasnya. Biaya pembangunan
tersebut akan memberatkan apabila hanya diberikan waktu maksimal 5 tahun. Sewa lebih tepat untuk kerjasama pemanfaatan
selain tanah. Jenis Kerjasama ini bagi PTNBH juga kurang memberikan hasil maksimal
karena pada umumnya sewa akan memberikan imbal hasil yang kecil. Bentuk
Kerjasama yang kedua adalah kerjasama Pemanfaatan (KSP). Kerjasama ini dapat
dilakukan untuk jangka waktu 30 tahun. Bentuk kerjasama ini memerlukan
investasi yang besar dari mitra. Jangka waktu 30 tahun cukup feasible
untuk investasi yang besar tersebut. Jenis usaha kerjasama ini misalnya untuk pembangunan
mall, hotel, tempat wisata dan usaha lain dengan jangka waktu yang lama. Dengan
bentuk kerjasama ini PTNBH akan mendapatkan pendapatan yang optimal yaitu
kontribusi tetap dan pembagian keuntungan/profit sharing. Bentuk
kerjasama yang ketiga adalah Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna (BGS/BSG). Kerjasama
ini adalah bentuk kerjasama dimana mitra membangun bangunan diatas tanah PTNBH
namun dengan persyaratan minimal 10 persen dari bangunan yang dibangun tersebut
digunakan untuk keperluan atau pemenuhan kebutuhan Gedung PTNBH. Jangka waktu
kerjasama bentuk ini juga 30 tahun. Dengan kerjasama ini maka PTNBH akan
mendapatkan pendapatan yang maksimal. Pendapatan akan diperoleh dari kontribusi tahunan dari mitra dan mendapatkan
10 persen bangunan yang dibangun oleh mitra.
Dengan regulasi yang saat
ini berlaku, pemanfaatan aset PTNBH memang terdapat permasalahan apabila aset
yang akan dikerjasamakan adalah tanah BMN sekaligus bangunan yang ada
diatasnya. Pemanfaatan ini akan memerlukan 2 persetujuan dalam satu kerjasama
pemanfaatan, persetujuan pertama adalah persetujuan pemanfaatan tanah dari
Menteri Keuangan dan yang kedua adalah persetujuan pemanfaatan bangunan dari
pimpinan PTNBH.
Sebagai lembaga penyelenggara pendidikan tinggi yang harus bebas dari pengaruh dan tekanan, kemandirian baik secara akademik maupun non akademik mutlak diperlukan. Dengan kemandirian maka PTNBH dapat fokus untuk menjalankan tridharma perguruan tinggi. Aset yang dimiliki oleh PTNBH dapat digunakan sebagai salah satu pilar untuk mendukung kemandirian tersebut. Berdasarkan laporan keuangan PTNBH tahun 2021, baru IPB yang di dalam laporan keuangannya mencantumkan pemanfaatan tanah sebagai salah satu unsur pendapatan PTNBH. Diperlukan komitmen, integritas dan kemauan dari seluruh komponen PTNBH untuk menjadikan aset sebagai salah satu sumber pendanaan selain APBN.