Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Pancasila, Visi Misi Bangsa dan Kinerja Aparatur Negara
Ayundari
Jum'at, 17 Juni 2022   |   42458 kali

    Bulan Juni adalah bulan yang penuh makna bagi bangsa Indonesia, dimana pada tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara mengandung nilai nilai yang menjiwai  visi dan misi negara. Pancasila memberikan arah perjuangan dan orientasi perjalanan negara ke depan. Nilai nilai Pancasila telah menjadi inspirasi para pendiri bangsa (founding fathers) dalam merumuskan visi dan misi negara.


    Visi dan misi negara telah dinyatakan secara paripurna  dalam pembukaan UUD 1945, hal tersebut menunjukan bahwa para founding fathers negara Indonesia merupakan negarawan yang mempunyai visi jauh ke depan. Dalam pembukaan UUD 1945 telah dirumuskan  visi negara yaitu “menjadi bangsa yang merdeka, Bersatu, berdaulat, adil dan Makmur” serta misi negara yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa , dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.


    Visi dan misi  tersebut tentunya merupakan “ultimate goal” yang  terus menerus diupayakan untuk diwujudkan selama negara ini masih berdiri. Dalam kontek bernegara, pemerintah mempunyai peran untuk menjadi lokomotif yang menggerakan seluruh komponen bangsa untuk mencapainya. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat seluruh warga negara. Dengan demikian melalui kewenangan tersebut pemerintah dapat mengatur seluruh aspek dan komponen bangsa. 


    Dalam kontek pencapaian visi dan misi maka peraturan yang dibuat harus menuju dan berorientasi pada visi dan misi negara. Sudah seharusnya mekanisme perubahan kepemimpinan 5 tahunan tidak boleh menjadi  hambatan karena pada hakekatnya seluruh pemimpin negara mempunyai tujuan yang sama yaitu mewujudkan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. 

    

    Dalam melaksanakan roda pemerintahan, pemerintah mempunyai perangkat yang membidangi urusan tertentu yang disebut dengan kementerian. Dengan demikian maka secara kelembagaan Kementerian merupakan organisasi yang secara teknis harus dapat merumuskan kebijakan  sesuai bidang tugasnya, untuk mendorong terwujudnya visi dan misi negara.


    Sebagai sebuah organisasi yang mempunyai urusan khusus, kementerian juga memerlukan alat manajemen untuk mengelola organisasi. Kementerian juga perlu menetapkan visi dan misinya sesuai dengan bidang tugasnya. Agar tujuan bernegara bisa terwujud maka  visi dan misi kementerian harus sejalan (inline) dengan visi dan misi negara. Visi dan misi kementerian merupakan rumusan untuk mencapai visi dan misi negara dari perspektif bidang tugasnya masing masing. Sinkronisasi visi dan misi negara dan visi dan misi kementerian akan menghasilkan gerak langkah aparatur negara sebagai penggerak roda pemerintahan menuju tujuan yang sama.     


    Langkah strategis selanjutnya adalah menerjemahkan visi dan misi kementerian tersebut ke dalam strategi serta kegiatan atau tindakan. Tindakan yang dilakukan tentunya harus dapat diukur sebagai indikator capaian. Dalam ilmu manajemen kontemporer konsep Balanced Scorecard sering digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja. Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam bukunya The Balanced Scorecard: Translating Strategy Into Action, Balanced Scorecard merupakan management tool untuk menerjemahkan visi, misi dan strategi organisasi ke dalam aksi atau tindakan organisasi.  Meskipun pada awalnya konsep Balanced Scorecard dimaksudkan untuk organisasi bisnis namun dalam prakteknya dapat diadopsi dalam organisasi publik.  Sebagai contoh implementasi Balanced Scorecard pada sektor publik adalah di Kementerian Keuangan yang sejak tahun 2007 telah mengimplementasikan.

    

    Dalam konsep Balanced Scorecard ujung dari proses perumusan visi, misi, strategi dan kegiatan adalah penentuan Key Performance Indicator (KPI)  atau Indikator Kinerja Utama (IKU). IKU   merupakan target yang ditetapkan untuk masing masing unit sampai dengan individu.  Saat ini  penentuan KPI yang kredibel sangat penting dimana kebijakan Work From Home (WFH) telah dilaksanakan. Dengan KPI tersebut maka penilaian kinerja benar benar diukur dari capaian target, bukan  dari kehadiran di tempat kerja. Apalagi apabila wacana Work From Anywhere (WFA) betul betul diimplementasikan.


    Pengukuran kinerja aparatur negara dapat berupa IKU kuantatif dan kualitatif. IKU kuantitatif digunakan untuk capaian target dalam angka seperti target penerimaan negara (pajak, cukai, PNBP) sedangkan iku untuk instansi pelayanan merupakan iku kualitiatif yang dapat dirumuskan dalam bentuk indek. Dalam pengukuran target kualitatif diperlukan partisipasi public sebagai stakeholder untuk memberikan feedback atas pelayanan yang diberikan. Indikator kualitatif tersebut tentunya kemudian diformulasikan dalam angka atau indek melalui kegiatan survey.  Dengan kondisi demikian maka ke depan kegiatan survey menjadi sangat krusial untuk mengukur dan mengontrol kinerja aparatur negara.


    Permasalahan yang muncul kemudian adalah sampai sejauh mana tingkat kecerdasan  dan kesadaran kolektif masyarakat untuk berpartisipasi mengawal pelayanan public. Dalam partisipasi public diperlukan obyektivitas, dan obyektivitas akan tercapai apabila ada kecerdasan dan kearifan kolektif. Permasalahannya saat ini masyarakat belum terbiasa untuk menjadi responden survey dan cenderung asal asalan dalam mengisi survey. Faktor budaya masyarakat Indonesia yang cenderung untuk menyenangkan pihak lain dan tidak ingin dianggap menyakiti obyek survey juga menjadi kendala. Dalam konteks ini maka edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat bahwa kontrol publik sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja aparatur negara perlu digalakkan. Kecerdasan kolektif masyarakat akan sangat membantu pemahaman bahwa tugas untuk mewujudkan visi dan misi negara bukan hanya tanggungjawab pemerintah, tetapi perlu partisipasi masyarakat. Kemajuan teknologi informasi dan media sosial menjadikan partisipasi publik menjadi sangat mudah. Di era dimana pegawai dapat berkerja di rumah (WFH) atau bahkan dimana saja (WFA) maka penilaian kinerja yang bersifat subyektif tanpa ada indikator yang jelas sudah tidak relevan. Tanpa ada penyesuaian sistem pengukuran kinerja aparatur negara maka gerak langkah roda pemerintahan tidak dapat dipastikan menuju arah yang benar dalam upaya pencapaian visi dan misi negara. (Penulis Kabid PKN Kanwil DJKN Kalbar, Darnadi)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini