Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
   150 991      Login Pegawai
Artikel Kanwil DJKN Kalimantan Barat
Bijak Dalam Berinvestasi

Bijak Dalam Berinvestasi

Thaus Sugihilmi Arya Putra
Jum'at, 10 Desember 2021 |   3033 kali

Bijak Dalam Berinvestasi

Oleh Thaus Sugihilmi Arya Putra *)

Akhir-akhir ini kita seringkali dikejutkan dengan pemberitaan korban-korban investasi bodong. Sudah tak terhitung banyaknya jumlah korban investasi bodong beserta latar belakang korban mulai dari orang awam hingga berpendidikan tinggi. Kerugian yang diakibatkan dari kegiatan investasi bodong atau investasi ilegal cukup besar. Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari materi yang disampaikan oleh Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi OJK (Otoritas Jasa Keuangan) RI pada kegiatan Rapat Tim Kerja Satgas Waspada Investasi Provinsi Sumatera Barat di Kota Padang pada tanggal 3 Maret 2021 total kerugian masyarakat dalam satu dekade terakhir (tahun 2011-2020) tercatat sebesar Rp114,9 Trilyun dengan rincian kerugian tahun 2011 sebesar Rp68,62 Trilyun, tahun 2012 sebesar Rp7,9215 Trilyun, tahun 2014 sebesar Rp0,235 Trilyun, tahun 2015 sebesar Rp0,289 Trilyun, tahun 2016 sebesar Rp5,4 Tilyun, tahun 2017 sebesar Rp4,4 Trilyun, tahun 2018 sebesar Rp1,4 Trilyun, tahun 2019 sebesar Rp4 Trilyun dan tahun 2020 sebesar Rp5,9 Trilyun.  Tercatat beberapa kasus investasi bodong yang cukup tinggi menyita banyak perhatian masyarakat yaitu pada tahun 2016 investasi bodong oleh Pandawa Group dengan jumlah korban sekitar 549 orang, tahun 2017 investasi bodong oleh PT First Wisata Karya Anugrah (PT First Travel) dengan jumlah korban sekitar 58.600 orang, tahun 2018 investasi bodong oleh Abu Tours dengan jumlah korban sekitar 58.600 orang dan tahun 2020 investasi bodong oleh Kampoeng Kurma Group dengan jumlah korban sekitar 2.000 orang. Untuk persebaran informasi/pengaduan investasi bodong atau ilegal masih didominasi berlokasi di Pulau Jawa, berkemungkinan karena kepadatan jumlah penduduk tertinggi masih diduduki oleh Pulau Jawa. Banyaknya jumlah korban investasi  ilegal ini sesungguhnya menunjukkan betapa masyarakat mudah tergiur bunga tinggi, masyarakat belum paham investasi dan pelaku investasi ilegal menggunakan tokoh agama, tokoh masyarakat dan selebriti. Sedangkan dampak yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan investasi illegal yaitu menimbulkan ketidakpercayaan dan image negatif terhadap produk keuangan, menimbulkan potensi instabilitas (korban yang cukup besar) dan mengganggu proses pembangunan. Data dari Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi OJK RI menunjukkan bahwa selama tahun 2020, begitu banyak jumlah pertanyaan/ pengaduan masyarakat terkait fintech atau financial technology yaitu salah satu jenis dari investasi ilegal yang banyak macamnya dengan berbasiskan teknologi aplikasi keuangan seperti mobile banking, pinjaman online sepanjang tahun 2020 melalui beberapa media bertanya/mengadu yang telah disediakan oleh OJK RI dengan rincian yaitu Telepon Kontak 157 sebanyak 2.689 pertanyaan/pengaduan, melalui Email waspadainvestasi@ojk.go.id sebanyak 1.740 pertanyaan/pengaduan, melalui Email konsumen@ojk.go.id sebanyak 3.281 pertanyaan/pengaduan dan melalui Whatsapp 081157157157 sebanyak 805 pertanyaan/pengaduan. Berdasarkan literatur dari tulisan Tongam L. Tobing dari Satgas Waspada Investasi OJK RI yang merupakan materi rapat yang disampaikan pada Rapat Koordinasi anggota  Tim Kerja Satgas Waspada Investasi Provinsi Bali di Kota Denpasar pada tanggal 29 Januari 2021, ada beberapa modus investasi illegal berupa fintech ilegal  namun yang paling populer  dari fintech ilegal  yaitu Skema ponzi dengan modus membantu sesama contohnya Dream 4 Freedom, Autogajian/ Real Sultan (Yayasan Indonesia Urun Berkah), Path of Dream; Skema ponzi dengan modus belanja online contohnya JD Union, Alimama Indonesia - almm.qdhtml.net/; Skema ponzi dengan modus penjualan saham contohnya Financial.org, PT Mandiri Financial/ investasisahammandiri.blogspot.co.id, PT Pollywood Internasional Indonesia, Management Asset Community and Development PT Duta Investindo.

Beruntung pemerintah RI melalui OJK RI cepat tanggap dalam melihat banyaknya korban investasi illegal dengan  membentuk Satgas Waspada Investasi yang merupakan forum koordinasi antar 13 Kementerian/Lembaga dan tidak melakukan proses penegakan hukum sebab kewenangan penegakan hukum tetap berada di Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI. OJK bertindak sebagai Ketua dan Sekretariat Satgas Waspada Investasi dengan tugas-tugas yaitu mengkoordinir pelaksanaan tugas sesuai kewenangan masing-masing instansi dan memberikan upaya perlindungan konsumen dan masyarakat serta mengkomunikasikan penanganan dengan instansi terkait. Satgas Waspada Investasi telah secara rutin melakukan Cyber Patrol dan analisis Big Data. Jumlah entitas yang ditangani oleh Satgas Waspada Investasi Tahun 2017 s.d. 2020 pun terus meningkat dengan rincian pada tahun 2017 sebanyak 79 entitas investasi illegal, tahun 2018 sebanyak 106 investasi illegal, 404 fintech peer to peer lending illegal, tahun 2019 sebanyak 442 investasi illegal, 1.493 fintech peer to peer lending illegal, 68 gadai illegal, tahun 2020 sebanyak 349           investasi illegal, 1.026 fintech peer to peer lending illegal, 75 gadai illegal, dan tahun 2020 sebanyak 14 investasi illegal 133 fintech peer to peer lending illegal.

Berkaitan dengan hal-hal yang telah penulis uraikan di atas, berkaitan dengan wilayah provinsi Kalimantan Barat maka diperlukan peningkatan peran OJK dan Satgas Waspada Investasi di Provinsi Kalimantan Barat.   

Selanjutnya berkaitan dengan telah adanya Satgas Waspada Investasi hal ini bukan berarti upaya-upaya Prefentif dan Represif menjadi tanggung jawab pemerintah RI melalui OJK RI semata melainkan menjadi tanggung jawab bersama dan kesadaran bersama-sama untuk semakin bijak dalam melakukan investasi supaya tidak menjadi korban investasi illegal. Beberapa tips yang bisa masyarakat lakukan sehubungan dengan maraknya investasi illegal yaitu dengan melakukan check 2 L: Legal dan Logis. Legal dan Logis kah investasi tersebut. Artinya ketika masyarakat menemukan investasi dengan ciri-ciri yaitu menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat, menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru member get member, memanfaatkan tokoh masyarakat/tokoh agama/public figure untuk menarik minat berinvestasi, klaim tanpa risiko (free risk), legalitas tidak jelas seperti tidak memiliki izin, memiliki izin kelembagaan tapi tidak punya izin usaha, serta memiliki izin kelembagaan dan izin usaha namun melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izinnya, maka masyarakat patut waspada bahwa ini adalah investasi illegal dan/atau fintech illegal.  Sebab sebagai contoh para korban investasi ilegal dengan Skema Ponzi tidak sadar bahwa Skema Piramida Ponzi pasti kolaps sebab Sang penciptanya yaitu “Charles Ponzi” merancang skema tersebut sepenuhnya untuk penipuan. Karena jumlah yang harus dibayarkan lebih besar daripada jumlah yang membayar. Pelaku Skema Ponzi juga mengarahkan mangsanya lebih ke daerah menjauhi Ibukota, karena pertukaran informasi yang didapatkan di daerah cenderung lebih lambat. Di sinilah teramat pentingnya peningkatan literasi masyarakat melalui bacaan-bacaan yang membahas tentang investasi yang legal dan illegal supaya tidak terjerumus menjadi korban berikutnya investasi illegal.

Sedangkan tips agar tidak terjerumus menjadi korban financial technology beberapa upaya berikut ini perlu dilakukan yaitu pinjam lah dana pada fintech peer-to-peer lending yang terdaftar di OJK, pinjam lah sesuai kebutuhan dan kemampuan agar tidal lebih besar pasak daripada tiang, pinjamlah untuk kepentingan yang produktif, serta pahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan risikonya. Diharapkan dengan meningkatnya literasi dan inklusi keuangan masyarakat serta kesadaran melakukan pengecekan sesuai dengan tips-tips di atas maka akan semakin sedikit masyarakat yang menjadi korban investasi illegal dan/atau financial technology illegal.

*) Penulis adalah pegawai pada Kanwil DJKN Kalimantan Barat 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Floating Icon