Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Nasionalisme dan Pembangunan Nasional
Farynnisa Masith Anynda
Kamis, 31 Oktober 2019   |   87000 kali

"Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke". Ungkapan Presiden Sukarno ini sangat relevan untuk digelorakan setiap saat, terutama akhir-akhir ini, dimana masyarakat Indonesia, sadar atau tidak sadar, terpolarisasi berdasarkan  primordialisme dan berkembangnya radikalisme.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama dan budaya. Menurut Prof.Dr Jimly Asshiddiqie, masyarakat Indonesia sangat terfragmentasi berdasarkan suku, agama dan geografis, berbeda dengan masyarakat di negara lain misalnya Amerika Serikat dan Australia. Masyarakat Indonesia yang berbeda suku, agama, bahasa dan budaya terpisahkan secara geografis. Misalnya suku batak Toba yang mayoritas Kristiani mendiami Tapanuli Utara dan sekitarnya, sementara Batak Mandailing/Sipirok yang mayoritas Islam mendiami Tapanuli Selatan dan sekitarnya. Demikian juga suku-suku di Sulawesi Utara mayoritas Kristiani, sementara suku-suku di Sulawesi Selatan mayoritas beragama Islam. Secara natural, masyarakat Indonesia kurang berbaur.

Polarisasi masyarakat Indonesia dipertajam lagi pada saat Pilpres/Pileg 2019, dimana politik identitas marak dipraktikkan oleh peserta pemilu baik, partai politik maupun peserta pileg/politisi. Kita patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, pelaksanaan pilpres dan pileg berjalan relatif aman dan lancar.

Di samping itu, akhir-akhir ini, marak terjadinya tindakan radikalisme. Radikalisme tersebut lahir dari ajaran ideologi atau agama yang didasarkan pada keyakinan bahwa ideologi atau ajaran mereka adalah yang paling benar dan orang lain yang tidak se-ideologi/ajaran adalah salah dan harus dilawan. Gerakan radikalisme tersebut berusaha untuk mengganti Pancasila dan melakukan aktivitas yang radikal untuk mencapai misinya. Gerakan radikalisme tersebut dapat cepat menyebar ke berbagai lapisan masyarakat melalui teknologi informasi yaitu media sosial.


Nasionalisme Pancasila

Pergerakan nasionalisme di Indonesia dimulai ketika lahirnya Budi Utomo pada tahun 1908. Kemudian muncul organisasi lainnya, seperti Sarekat Islam, Perhimpunan Indonesia, Partai Nasional Indonesia, dan organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera. Organisasi menjadi ajang pergerakan nasionalisme oleh kaum intelektual. Meski organisasi tersebut memiliki corak yang berbeda, namun memiliki semangat dan tujuan yang sama, yaitu berjuang menumpas penjajahan.

Selanjutnya, semangat nasionalisme mendapat kulminasi pada saat Sumpah Pemuda  tahun 1928, yang mengilhami lahirnya konsep bertanah air Indonesia, berbangsa Indonesia dan berbahasa Indonesia. Sumpah Pemuda menandakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat dan menjunjung tinggi nilai nasionalisme.

Setelah Indonesia merdeka, konsep nasionalisme Indonesia dipertegas dalam bentuk dasar negara Indonesia yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Dalam beberapa literatur, nasionalisme sering dikaitkan dengan chauvinism yaitu kecintaan pada negara yang sangat fanatik sehingga membenarkan merusak atau menghancurkan negara lain demi kejayaan bangsa sendiri. Sementara itu, nasionalisme yang dibangun founding fathers bangsa Indonesia adalah nasionalisme yang berdasarkan Pancasila, yaitu nasionalisme yang berpedoman kepada 5 (lima) sila dalam Pancasila. Disamping itu, nasionalisme Indonesia juga dituangkan dalam UUD 1945, dimana salah satu tujuan berbangsa dan bernegara adalah ikut menjaga ketertiban dunia. Dengan demikian, nasionalisme Indonesia berbeda dengan paham chauvinism.


Meningkatkan Nasionalisme

Menghadapi tantangan baik yang berasal dari dalam (radikalisme) maupun luar (pengaruh globalisasi dan teknologi informasi) maka bangsa Indonesia harus meningkatkan nasionalisme-nya dan wawasan kebangsaannya. Menurut Ernest Renan, nasionalisme adalah suatu keinginan besar untuk mewujudkan persatuan dalam bernegara. Dengan adanya persatuan ini maka kondisi negara akan menjadi kuat dan tidak mudah diguncang dengan masalah dari dalam maupun dari luar. Tanpa adanya sikap nasionalisme, persatuan negara tidak mungkin terwujud. Setiap warga negara akan merasa terusik jika ada bangsa lain yang meremehkan atau bahkan menghina bangsanya.

Implementasi peningkatan nasionalisme dapat dilakukan dengan menanamkan secara terstruktur, massif dan sistemik 4 (empat) pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI keseluruh lapisan masyarakat. Empat pilar kebangsaaan tersebut harus ditanamkan di setiap jenjang pendidikan formal mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.

Demikian juga untuk aparat penyelenggara negara baik aparatur sipil negara maupun TNI/Polri. Mulai dari penerimaan sampai dengan penjenjangan karir, nilai-nilai kebangsaan harus menjadi soft competency yang dimiliki penyelenggara negara. Selanjutnya, pemerintah daerah perlu menanamkan nilai-nilai kebangsaan tersebut kepada masyarakat mulai tingkat RT/RW sampai dengan kelurahan.  Partai politik juga menginternalisasi secara terstruktur dan massif nilai-nilai kebangsaan tersebut kepada seluruh kadernya. Tidak kalah pentingnya, tokoh-tokoh agama harus menjadi contoh dalam melaksanakan nilai-nilai kebangsaaan dan mengajarkannya kepada seluruh umatnya.

NASIONALISME DALAM PEMBANGUNAN

Dalama mencapai tujuan bernegara seperti yang dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945, maka Pemerintah Indonesia melaksanakan pembangunan di segala bidang. Dalam penjabarannya, pemerintah membuat perencanaan jangka panjang, menengah dan pendek.

Selama kurun waktu 5 tahun (2014 -2018), capaian pembangunan yang diraih Indonesia cukup signfikan tergambar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17%, angka kemiskinan yang menurun, pada tahun 2018 menjadi sebesar 9,66%, tingkat pengangguran yang terus menurun, tahun 2018 sebesar 5,13%, Indeks Pembangunan Indonesia (IPM) meningkat,  tahun 2018 sebesar 71,39, gini ratio menurun, tahun 2018 menjadi 0,38. Disamping itu, tingkat inflasi dapat ditekan dibawah 4%, sementara itu global competitiveness in infrastructure meningkat secara siginifikan menjadi nomor 52 dari 137 negara.

  Setiap tahun pengeluaran APBN meningkat secara signifikan, pada tahun 2019 total belanja sebesar Rp2.461 triliun dengan sasaran mendorong investasi dan daya saing melalui pembangunan SDM. Pembangunan SDM menjadi agenda penting dalam Pembangunan Indonesia, sehingga diprediksi pada tahun 2045, Indonesia akan masuk 5 besar negara maju di dunia.

Tujuan berbangsa dan bernegara, serta Indonesia emas 2045 bisa tercapai jika nasionalisme pada sanubari semua anak bangsa tetap membara, sehingga tidak mudah terpecah dan bersama-sama berkontribusi dalam pembangunan Indonesia.

(Kakanwil DJKN, Kemenkeu Kalbar, Edward Nainggolan)


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini